Senin, Maret 3, 2025
No menu items!

Forza Gamawijaya (7): Bayangan di Balik Sayembara

Must Read

Oleh: Dwi Taufan Hidayat

MALAM di Kadipaten Ambal terasa lebih sunyi dari biasanya. Di dalam pendopo yang diterangi lampu minyak, Raden Ngabehi Mangunprawira duduk bersila di hadapan beberapa orang kepercayaannya. Di meja kecil di depannya, terbentang peta wilayah pesisir selatan yang dipenuhi tanda merah. Itu adalah titik-titik yang diyakini menjadi jalur persembunyian Gamawijaya.

Mangunprawira menghela napas panjang. Sejak sayembara diumumkan, semakin banyak orang yang tertarik berburu kepala Gamawijaya. Namun, ia tahu bahwa tak semua pemburu itu tulus. Beberapa di antara mereka memiliki kepentingan tersembunyi, termasuk para bangsawan yang menginginkan posisi lebih tinggi di pemerintahan kolonial.

“Kita harus lebih berhati-hati,” ujarnya akhirnya. “Gamawijaya bukan sembarang buronan. Jika kita lengah, bisa jadi kita yang justru akan dijebak.”

Seorang lelaki bertubuh kurus dengan sorot mata tajam, Ki Wangsadipa, mengangguk. “Saya telah mengirimkan orang-orang untuk mengawasi setiap pergerakan di pasar-pasar dan pelabuhan. Ada rumor bahwa kelompok Gamawijaya telah menerima bantuan dari saudagar yang bersimpati kepada perjuangan mereka.”

Mangunprawira mengusap dagunya. “Siapa saudagar itu?”

“Belum ada kepastian, tetapi kami menduga dia memiliki hubungan dengan jaringan perlawanan bawah tanah di Yogyakarta.”

Mangunprawira terdiam. Jika benar ada jaringan yang lebih besar di balik ini, maka perjuangan Gamawijaya tidak hanya sebatas gerombolan begal biasa.

Sementara itu, di pesisir selatan, Gamawijaya tengah berdiskusi dengan Pak Mulyo dan beberapa orang kepercayaannya.

“Kita harus bergerak sebelum mereka menutup semua jalan keluar,” ujar Gamawijaya sambil menunjuk jalur di peta yang telah mereka susun. “Kita tidak bisa lagi hanya bertahan. Saatnya kita menyerang lebih dulu.”

Ganda, yang selama ini menjadi tangan kanan Gamawijaya, tampak ragu. “Tapi, bagaimana kita bisa menghadapi mereka secara langsung? Jumlah mereka jauh lebih banyak dari kita.”

Gamawijaya tersenyum tipis. “Kita tidak akan menghadapi mereka dalam pertempuran terbuka. Kita akan membuat mereka bingung, memecah fokus mereka. Jika mereka mengira kita lemah, mereka akan lengah.”

Malam itu, kelompok Gamawijaya mulai bergerak. Mereka membakar lumbung milik pejabat kolonial di salah satu desa, menciptakan kekacauan dan memaksa pasukan Belanda untuk berpencar.

Namun, di balik bayangan gelap malam, ada seseorang yang mengamati mereka dari kejauhan.

Seseorang yang diam-diam telah menjual informasi tentang pergerakan mereka kepada Mangunprawira.

(Bersambung ke seri ke-8: Dilema Seorang Pejuang)

Hari ke 3: Menjaga Lisan Saat Berpuasa

JAKARTAMU.COM | Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan lisan dari perkataan yang sia-sia,...

More Articles Like This