Kamis, Desember 12, 2024
No menu items!

Gaji Telah Dipotong Pajak, Apakah Tetap Wajib Membayar Zakat?

Must Read

JAKARTAMU.COM | Pertanyaan mengenai kewajiban membayar zakat, infak, atau sedekah setelah pemotongan pajak penghasilan adalah persoalan yang sering muncul di kalangan pegawai dengan penghasilan rutin. Untuk menjawab hal ini, kita perlu memahami hubungan antara zakat dan pajak, termasuk persamaan dan perbedaannya.

Secara prinsip, zakat dan pajak memang memiliki beberapa kesamaan. Keduanya bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri. Selain itu, pembayaran zakat maupun pajak disalurkan melalui lembaga resmi guna menjamin efisiensi penarikan dan penyalurannya.

Dari sisi tujuan, baik zakat maupun pajak bertujuan untuk menyelesaikan masalah ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Namun, persamaan tersebut tidak berarti bahwa keduanya bisa saling menggantikan.

Zakat memiliki karakteristik khusus yang tidak ditemukan pada pajak. Secara terminologi, zakat berasal dari bahasa Arab yang bermakna bersih, bertambah, dan berkembang. Dalam istilah syariat, zakat adalah kewajiban bagi umat Islam untuk mengeluarkan sebagian hartanya guna disalurkan kepada golongan tertentu, seperti fakir miskin, sesuai ketentuan Al-Quran dan hadis. Pajak, sebaliknya, adalah kewajiban yang ditentukan oleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang bersifat temporal sesuai kebutuhan negara.

Dasar hukum zakat bersumber langsung dari Al-Quran dan hadis, menjadikannya bagian tak terpisahkan dari ajaran agama Islam. Dalam QS. Al-Baqarah (2): 43, Allah berfirman, “Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat…” Sementara itu, pajak ditetapkan oleh negara untuk menjamin kelangsungan pembangunan dan stabilitas ekonomi.

Motivasi pembayaran zakat juga sangat berbeda. Zakat dibayarkan atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah, sebagai wujud kedekatan kepada-Nya. Hal ini ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah (2): 267, yang menyerukan agar harta terbaik yang dimiliki dikeluarkan sebagai zakat. Sebaliknya, pajak didasarkan pada kewajiban sebagai warga negara yang harus mendukung keberlangsungan pemerintahan.

Selain itu, nisab dan tarif zakat ditentukan oleh syariat, bersifat tetap, dan tidak berubah sepanjang masa. Sebagai contoh, nisab zakat penghasilan dihitung setara dengan 85 gram emas, dengan tarif 2,5%. Pajak, di sisi lain, ditentukan oleh negara dan bisa berubah sesuai kebijakan fiskal dan neraca anggaran negara.

Dari uraian di atas, jelas bahwa zakat dan pajak adalah dua hal yang berbeda. Oleh karena itu, kewajiban membayar zakat tetap berlaku jika telah mencapai nisab meskipun gaji telah dipotong pajak. Sebagai seorang Muslim, kewajiban zakat bersifat mutlak dan tidak dapat digantikan oleh pajak.

Namun, dalam kondisi tertentu, pemerintah atau lembaga zakat di suatu negara dapat mengintegrasikan mekanisme pembayaran zakat dan pajak untuk menghindari beban ganda bagi masyarakat.

Membayar zakat profesi setelah pajak adalah kewajiban sekaligus wujud kepedulian sosial yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Dengan membayarkan zakat secara teratur, kita tidak hanya membersihkan harta, tetapi juga berkontribusi pada pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan umat.

Pada akhirnya, kombinasi antara kepatuhan terhadap zakat dan pajak mencerminkan komitmen seorang Muslim terhadap agama dan negara. (sumber)

Muhammadiyah Lampung Bentuk Kader Pemberdayaan Masyarakat lewat Sekam

LAMPUNG, JAKARTAMU.COM | Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Lampung menyelenggarakan Sekolah Kader Pemberdayaan Masyarakat (Sekam). Kegiatan...

More Articles Like This