MAKANAN khas Padang adalah salah satu warisan kuliner Indonesia yang paling terkenal. Berasal dari Sumatera Barat, khususnya daerah Minangkabau, masakan khas Padang menawarkan cita rasa kaya rempah dan bumbu yang menggugah selera. Keunikan dan kelezatan masakan Padang telah menjadikannya ikon bisnis kuliner paling menjanjikan.
Jangan heran bila Rumah Makan (RM) Padang bertebaran di mana-mana. Hampir tidak ada kota-kota di Pulau Jawa tak lengkap tanpa RM Padang. Begitu juga di Kalimantan, Sulawesi sampai Papua. Namun jangan pula berpikiran pemilik semua rumah makan Padang itu orang Minang.
Erlianus Tahar, ketua Dewan Penasihat Paguyuban Rumah Masakan Padang Cirebon (PRMPC) banyak pemilik warung atau rumah makan Padang bukan orang Minang. Mereka berasal dari daerah yang berbeda-beda.
Baca juga: Potret Aktivitas Wamendikdasmen Bangkitkan Semangat Pendidikan di Tanah Minang
Di Jakarta, tak sedikit dijumpai RM Padang, tetapi pemiliknya, tukang masak dan pelayannya orang Brebes, Jawa Tengah. Pemilik bercerita memilih menjual masakan padang setelah pernah ikut membantu rumah makan Padang milik orang Minang selama 15 tahun .
Lantaran menjamurnya rumah-rumah makan Padang, bagaimana membedakan yang ”asli” dan bukan? Rumah Makan Padang Saiyo Baru punya trik tersendiri. ”Foto ini adalah Ungku Saliah. Kami orang Pariaman memajang foto Ungku sebagai identitas perantau dari Pariaman,” kata penjaga rumah makan.
Lewat foto itu, pemilik rumah makan Padang sedang mengatakan bahwa mereka adalah orang Minang. Penegasan itu perlu untuk menjerat pasar, agar orang tidak gamang bahwa masakan yang dijual hasil racikan orang Minang. Soal rasa itu masalah selera. Tetapi orang juga termotivasi datang dari brand.
Baca juga: Merindukan Kembalinya Etos Saudagar Muhammadiyah
Sekolah, kampus, rumah sakit Muhammadiyah sudah biasa memajang gambar KH Ahmad Dahlan. Bahkan tanpa gambar itu pun orang akan bisa mengenalinya dari logo sekolah, kampus atau rumah sakit tersebut.
Tapi sejauh ini belum ada – kalau pun ada sangat jarang – usaha warung, restoran, kedai, atau UMKM warga Muhammadiyah yang memasang gambar Kiai Dahlan.
Gambar itu akan menjadi bukan identitas biasa tetapi juga pernyataan: ”Kami adalah penerus Kiai Dahlan, saudagar muslim Indonesia, jika berbisnis bukan sekedar mencari untung tetapi juga berbagi sebagai mana filosofi Surat Al-Maun.”