JAKARTAMU.COM | Sutradara, penulis skenario, dan produser film Garin Nugroho menyambut baik adanya kementerian kebudayaan dalam Kabinet Merah Putih. “Selamat datang, Menteri Kebudayaan,“ ujar Garin saat menyampaikan Pidato Kebudayaan bertajuk “Balas Budi untuk Rakyat” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta 10 November lalu.
Menurutnya, warga dan budayawan telah cukup lama mendambakan adanya kementerian khusus kebudayaan. Oleh karena itu, harapan terhadap Kementerian Kebudayaan menjadi begitu besar.
Terlebih, dia mengaku, teringat kutipan Menteri Kebudayaan Fadli Zon. “Saya orang budaya yang masuk ke politik, bukan orang politik yang masuk budaya.”
Bahkan, Garin juga mencatat dalam sebuah wawancara Fadli Zon mengatakan: “Keberagaman budaya Indonesia adalah yang terkaya di dunia, Indonesia layaknya menjadi Ibu Kota Budaya Dunia.”
Baca juga: Rapor Merah Indonesia, Garin: Mampukah Pemerintah Berkoalisi dengan Rakyat?
Garin mengaku merasa sangat menghormati Fadli Zon, karena ayahanda Menteri Kebudayaan itu adalah seorang pemain dan penulis randai, salah satu bentuk seni dan kebudayaan Minangkabau.
Oleh karena itu, sebuah pertanyaan dasar muncul, “Setelah ekonomi dan politik menjadi ‘panglima’, mampukah di era Presiden Prabowo dan dengan hadirnya Kementerian Kebudayaan, kebudayaan di masa depan menjadi ‘panglima’ daya hidup bangsa bersama ekonomi dan politik?”
Menurut Garin, kebudayaan dalam arti luas adalah cara berpikir, bertindak, dan bereaksi suatu bangsa, berbasis pada peta-peta sosial, ekonomi, budaya, hingga politik yang berubah dalam setiap periode zaman.
Suatu ekosistem yang menuntut strategi budaya yang terus diperbarui seiring dinamika zaman. Strategi budaya yang menjadikan filosofi berbangsa menjadi etos kerja menghidupi warga.
Dalam strategi tersebut terdapat kebijakan politik dengan payung hukumnya, sistem keuangan dan manajemen keuangan, serta pengelolaan berbagai sumber dana, guna memastikan program-program budaya mampu memiliki daya hidup di berbagai aspek kehidupan berbangsa.
Baca juga: Garin Nugroho: 10 Tahun Kita Diperlakukan sebagai Warganet, Bukan Warga Negara
Kerja strategi kebudayaan juga mengandung kata penting, yakni imajinasi, sebuah proses membayangkan, mengabstraksi, memetakan, dan sekaligus membaca ke depan, sebuah semangat menerobos segala situasi dan kondisi yang menghalangi.
Pada gilirannya, para pemimpin yang unggul senantiasa dituntut untuk memiliki daya imajinasi yang kuat, meskipun dalam kondisi dan situasi seburuk apa pun, senantiasa dituntut untuk mampu dengan daya imajinasi melakukan terobosan untuk bangsa ke depan.
Imajinasi akan dihidupkan menjadi kerja nyata lewat strategi budaya. Imajinasi menjadi penting dalam kehidupan.
Albert Einstein pernah mengatakan bahwa imajinasi mampu membawa kita ke mana pun, tanpa batas, berbeda dengan ilmu pengetahuan baku yang harus teruji dan terukur.
Imajinasi melewati batas-batas ketidakberdayaan dan ketidakmampuan.
Oleh karena itu, sering kali manusia menyebut “Kemajuan suatu bangsa diimajinasikan melewati keterbatasannya.”
Baca juga: Tujuh Pesan Garin untuk Presiden Prabowo
Imajinasi menciptakan kenyataan. Imajinasi bukan pelarian dari kenyataan, melainkan gabungan kompleks antara realitas dan spiritualitas yang menciptakan visi baru menjadi kenyataan.
Dapat disimpulkan bahwa strategi budaya akan bertumbuh dalam setiap aspek kehidupan jika muncul pemimpin unggul dengan imajinasi yang mampu menerobos segala tantangan dan hambatan.
Sebuah fenomena kebangsaan yang menunjukkan pentingnya kepemimpinan unggul dengan imajinasi masa depan dapat kita lihat pada para pemimpin era kemerdekaan dan pascakemerdekaan, khususnya berkaitan dengan pemilu pertama tahun 1955.
Sejarah mencatat bahwa pada tahun 1955, kondisi dan situasi berbagai bidang kehidupan sangatlah mencemaskan. Keuangan negara yang begitu mengkhawatirkan, banyak masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan, tingginya angka buta huruf, situasi keamanan yang penuh ancaman, hingga rendahnya pendidikan politik maupun fasilitas teknologi informasi dan komunikasi pemerintahan kala itu.
Namun, para elite politik mampu membangkitkan imajinasi warga untuk melakukan lompatan besar dalam melihat masa depan dengan memilih pemimpin-pemimpin terbaik, serta membuktikan diri sebagai sebuah bangsa baru yang mampu hidup dan menghidupkan tatanan demokratis.
Pada akhirnya, dengan berbagai catatan, Pemilu 1955 tertulis dalam sejarah sebagai pemilu paling demokratis dan berkualitas serta mampu membawa Indonesia dengan penuh penghormatan dalam pergaulan bangsa-bangsa dengan visi ke depan.
Baca juga: Indonesia Ibu Kota Kebudayaan Dunia