JAKARTAMU.COM | Ketegangan di perbatasan Lebanon-Israel kembali memuncak. Penarikan pasukan Israel yang dijadwalkan pada 26 Januari 2025, ditunda. Keputusan ini diambil menyusul serangkaian insiden di wilayah selatan Lebanon yang menimbulkan kecaman keras dari berbagai pihak. Gencatan senjata yang rapuh pun terancam runtuh.
Dua hari sebelum tenggat waktu penarikan pasukan berdasarkan kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi AS dan Prancis, kota-kota di perbatasan selatan Lebanon mendadak menjadi medan pertempuran bayangan. Laporan dari National News Agency (NNA) Lebanon menyebutkan kerusakan parah di Aitaroun dan Qantara.
Rumah-rumah dirobohkan, dibakar, dan sebuah masjid dirusak. Pihak Israel, melalui pernyataan Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menuding Lebanon belum sepenuhnya memenuhi kewajibannya dalam kesepakatan tersebut.
Baca juga: Israel Serbu RS Indonesia, Pasien dan Staf Medis Diusir
Kesepakatan gencatan senjata mensyaratkan pengerahan pasukan Lebanon dan pasukan penjaga perdamaian PBB di selatan sebelum penarikan bertahap pasukan Israel. Namun, juru bicara pemerintah Israel menilai kemajuan implementasi kesepakatan ini masih jauh dari cukup.
Bahkan, beredar kabar bahwa pemerintah Netanyahu telah meminta pemerintahan baru Presiden AS Donald Trump untuk memperpanjang tenggat waktu penarikan. Alasannya, angkatan bersenjata Lebanon dinilai belum cukup cepat menempatkan pasukannya di selatan.
Hezbollah, kelompok militan Lebanon, mengutuk keras penundaan penarikan tersebut. Mereka mendesak para penjamin kesepakatan untuk menekan Israel agar sepenuhnya menarik pasukannya. Sementara itu, media Israel melaporkan bahwa Israel tampaknya akan mempertahankan beberapa posisi di wilayah timur.
Baca juga: Perang Israel di Gaza Berakhir, Tantangan Baru Menanti
Ancaman eskalasi konflik pun semakin nyata. Para analis internasional memperingatkan bahwa kehadiran terus-menerus Israel bisa memperkuat narasi Hezbollah yang selama ini menuding pemerintah Lebanon tak mampu menghadapi pendudukan tanpa bantuan kekuatan bersenjata.
Tragedi kemanusiaan juga tak bisa diabaikan. Warga Lebanon yang kembali ke desa mereka di selatan mendapati rumah dan lingkungan mereka hancur lebur. Wali Kota Naqoura, Abbas Awada, menggambarkan kotanya sebagai “zona bencana” yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pemulihan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan semakin memperparah penderitaan mereka.
Perkembangan terbaru ini membuat bayang-bayang perang kembali menghantui Lebanon selatan. Penundaan penarikan pasukan Israel menimbulkan pertanyaan besar: apakah gencatan senjata ini hanya sekadar ilusi? Atau, apakah kita akan menyaksikan babak baru konflik yang lebih dahsyat? Ke depan, peran PBB dan negara-negara penjamin kesepakatan akan sangat menentukan masa depan perdamaian di kawasan ini.
Sumber : Al-Jazeera