Kamis, Desember 5, 2024
No menu items!

Gus Miftah Minta Maaf: Ingat Kisah Abu Dzar Meminta Diinjak Kepalanya oleh Bilal

Must Read

ALHAMDULILLAH dai nyentrik, Miftah Maulana Habibburahman atau Gus Miftah, akhirnya menyampaikan permintaan maaf usai mengolok-olok penjual es teh. Semoga saja peristiwa ini menjadi pelajaran yang baik bagi kita semua.

Manusia memang tempat lupa dan salah. Islam mengajarkan meminta maaf adalah jalan terbaik jika kita sudah terlanjur berbuat kesalahan atau kezaliman. Dan cara ini harus segera tanpa menunda-nunda.

Dalam sebuah hadis diterangkan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ ، أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ ، وَلاَ دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ.

Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rasulullah Saw, “Barangsiapa pernah melakukan kezaliman terhadap saudaranya, baik menyangkut kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia minta dihalalkan darinya hari ini, sebelum dinar dan dirham tidak berguna lagi (hari kiamat). (Kelak) jika dia memiliki amal saleh, akan diambil darinya seukuran kezalimannya. Dan jika dia tidak mempunyai kebaikan (lagi), akan diambil dari keburukan saudara (yang dizalimi) kemudian dibebankan kepadanya. (HR Al-Bukhari).

Selanjutnya, Islam juga mengajarkan sungguhpun meminta maaf itu baik, memberi maaf, jauh lebih mulia. Mengapa memberi maaf atau pemaaf itu lebih baik dan mulia? Karena pihak yang dimintai maaf umumnya dalam posisi yang dirugikan, dizalimi, disalahi, disakiti dan sejenisnya.

Sementara pihak yang meminta maaf umumnya (walau tidak selalu) adalah pihak yang menzalimi, menyakiti, merugikan dan sejenisnya.

Jadi wajar atau tidak istimewa jika pihak yang salah meminta maaf dan pihak yang dirugikan ‘berat’ memaafkan. Nah, dalam posisi seperti ini maka anjuran lebih banyak ditujukan kepada pihak yang dirugikan untuk berjiwa besar dan lapang mau memaafkan kasalahan temannya tadi.

Kisah Abu Dzar AL-Ghifari

Kesalahan dan kecerobohan bisa dilakukan siapa saja. Termasuk sahabat Nabi Muhammad SAW. Abu Dzar Al-Ghifari dan Bilal bin Rabah radhiallahu ‘anhuma adalah dua sahabat setia Rasulullah SAW yang ikut berjuang menegakkan risalah Islam. Keduanya hampir selalu ikut berjuang di medan perang melawan kaum musyrikin.

Abu Dzar dan Bilal dikenal sebagai penyayang kaum dhuafa dan sahabat yang hidup dalam kesederhanaan.

Suatu hari keduanya terlibat perdebatan hingga membuat Abu Dzar lepas kendali dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak terpuji.

Kisah kedua sahabat ini bisa menjadi iktibar dan hikmah betapa kemurahan hati dan sifat pemaaf bisa mendatangkan rida Allah.

Berikut kisah Abu Dzar dan Bilal diceritakan Imam Sufyan Ats-Tsaury. Suatu hari di Madinah, terdengar suara keras dari sesosok sahabat yang sedang berbaring. “Injak kepalaku ini hai, Bilal! Demi Allah, kumohon injaklah!”

Abu Dzar Al-Ghifari meletakkan kepalanya di tanah berdebu. Dilumurkannya pasir ke wajahnya dan dia menunggu penuh harap terompah Bilal ibn Rabah segera mendarat di pelipisnya.

“Kumohon Bilal,” rintihnya, “Injaklah wajahku. Demi Allah aku berharap dengannya Allah akan mengampuniku dan menghapus sifat jahiliahku.”

Abu Dzar ingin sekali menangis. Dia menyesal. Dia sedih. Dia takut. Dia marah pada dirinya sendiri. Dia merasa begitu lemah berhadapan dengan hawa nafsunya. Maka dengan kepala bersaput debu dan wajah belepotan pasir yang disurukkan, dia mengerang lagi, “Kumohon injaklah kepalaku!”

Sayang, Bilal terus menggeleng dengan mata berkaca-kaca. Kemudian sang Muadzin Rasulullah berkata, “Aku sudah memaafkanmu, semoga menjadi kebaikan bagiku di akhirat.”

Peristiwa itu memang berasal dari kekesalan Abu Dzar kepada Bilal. Dia tak mampu menahan diri ketika Bilal membuatnya kesal dalam suatu hal. Dari lisannya terlontar kata-kata kasar. Dia berteriak melengking, “Hai, anak budak hitam!”

Rasulullah SAW yang mendengar hardikan Abu Dzar pada Bilal itu memerah wajahnya. Dengan bergegas bagai petir menyambar, beliau menghampiri dan menegur Abu Dzar, “Engkau!” sabda beliau dengan telunjuk mengarah ke wajah Abu Dzar. “Sungguh dalam dirimu masih terdapat jahiliah!”

Demikianlah kegigihan sahabat Abu Dzar untuk menebus dosa dan kesalahannya yang membuat Allah dan Rasul-Nya rida. Sementara sahabat Bilal dikenal sebagai sosok sahabat yang berhati mulia, berjiwa kasih dan pemaaf. Tidak ada dendam dalam jiwanya meskipun dihardik dengan kata-kata tidak terpuji.

Haedar Nashir Ingin Tanwir Muhammadiyah Perkuat Energi Konstruktif untuk Umat dan Kemanusiaan

KUPANG, JAKARTAMU.COM | Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menekankan pentingnya energi konstruktif untuk menghadapi berbagai tantangan global....

More Articles Like This