JAKARTAMU.COM | Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan orasi berjudul “Transformasi Mentalitas dan Kebudayaan Indonesia” pada penyerahan Anugerah Hamengkubuwono IX. Dalam orasinya itu, Haedar memotret bagaimana Indonesia sedang mengalami peluruhan moral dan etika yang bersumber pada masalah mental dan budaya.
Menurut Haedar, masalah tersebut diangkat atas keprihatinan terhadap sejumlah kejadian atau kasus sebagai fakta sosial yang menunjukkan adanya krisis moral dan etika luhur bangsa akhir-akhir ini.
Dalam naskah orasi sepanjang 15 halaman itu, Haedar menyinggung kasus pelanggaran etik mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, dan mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari.
Baca juga: Sultan Nilai Peran Kemanusiaan Haedar Nashir Bersama Muhammadiyah Luar Biasa
Dia juga menyinggung laku tak patut Miftah Maulana atau Gus Miftah terhadap seorang penjual es teh. Menurut Haedar, seluruh peristiwa tersebut mewakili erosi moral dan etika yang melanda Indonesia.
”Kasus paling menonjol ialah diberhentikannya Ketua MK, Ketua KPK, dan KPU yang mewakili erosi moral dan etika para pejabat negara atau pejabat publik. Kasus paling baru mundurnya unsur pejabat pemerintahan sekaligus tokoh agama karena persoalan kepatutan etika dalam berinteraksi sosial dengan sesame,” kata Haedar, dikutip dari naskah orasinya, Jumat (20/12/2024).
Haedar berpendapat bahwa problem etika dan moral ini berkaitan dengan kelemahan karakter masyarakat Indonesia, yang sudah lama diingatkan Koentjaraningrat. Menurut sang antroplog, kelemahan mentalitas manusia Indonesia antara lain suka meremehkan mutu, menerabas, tidak percaya kepada diri sendiri, tidak berdisiplin murni, dan suka mengabaikan tanggungjawab yang kokoh.
Kelemahan serupa dikemukakan budayawan Mochtar Lubis. Dia menunjuk ciri manusia Indonesia sebagai hipokrit alias munafik, enggan bertanggung jawab atas perbuatan dan keputusannya, berjiwa feodal, percaya takhayul, dan artistik yang cenderung erotik.
Baca juga: UGM Berikan Anugerah Hamengkubuwono IX untuk Haedar Nashir
”Tanpa bermaksud menggeneralisasi dan peluang perubahan dalam mentalitas orang Indonesia ke arah yang positif, peringatan dua tokoh tersebut penting menjadi bahan introspeksi bagi seluruh elite dan warga bangsa,” tutur Haedar.
Menurut Haedar, persoalan moral dan etika dalam mentalitas bangsa sebenarnya masalah kebudayaan. Hal ini menyangkut sistem pengetahuan kolektif manusia dalam kehidupan bersama. Masyarakat Indonesia menampilkan gaya hidup baru yang menunjukkan anomali.
Ketika korupsi, orientasi materi (materialisme) dan cara hidup menghalalkan apa saja (oportunisme) meluas dalam kehidupan masyarakat, kata Haedar, maka yang terjadi ialah ketercerabutan.
”Menurut William Ogburn terjadi “cultural lag”, yakni ketika budaya fisik-materi makin dominan mengalahkan segala hal yang bersifat ruhani, sehingga mereka mengalami kerapuhan mentalitas,” ujar Haedar.