JAKARTAMU.COM | Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengungkapkan bahwa Pemuda saat ini harus mengambil inspirasi dan teladan dari generasi Sumpah Pemuda 1928. Mereka patriotik, berkarakter kuat pada idealisme, berwawasan nasionalisme yang luas, dan bervisi masa depan.
“Mereka berjiwa “futuwah”, kaum muda kesatria negarawan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompok sendiri. Mereka tidak tergoda dengan gemerlap materi dan kursi demi Indonesia. Mereka pelopor Satu Indonesia: satu bahasa, satu tanah air, satu bangsa yakni Indonesia,” jelas Haedar pada Senin (28/10).
Haedar juga mengatakan bahwa generasi muda saat ini berpotensi hebat. Fasilitas kehidupan serba mudah. Mendapat jabatan mudah, bahkan instan. Memperoleh materi dan ketenaran pun gampang.
“Karenanya jangan menjadi kaum muda Indonesia yang luntur nasionalisme dan jiwa futuwah dalam berbangsa dan bernegara. Jangan terjebak hedonisme, materialisme, dan kursiisme tanpa integritas, idealisme, dan visi luas. Apalagi menjadi generasi mudah yang android yang hidup layak robot dan mesin tanpa peduli sesama,” tegas Haedar.
Generasi muda jangan menjadi kaum muda angkuh tanpa isi dan integritas diri. Jauhi sifat benalu dalam kehidupan diri maupun berbangsa dan bernegara. Tidak pula jadi generasi muda cengeng dan hanya bergantung pada tangan orangtua sehingga hilang kemandirian. Jangan jadi kaum muda gemar popularitas dan populisme murahan minus pengabdian, kecerdasan, dan kualitas diri yang autentik.
Haedar juga menekankan bahwa Indonesia hari ini dan ke depan sarat masalah dan tantangan kompleks. Diperlukan kaum muda Indonesia yang berdiri tegak di atas idealisme dan prinsip bernegara dengan benar. Sekaligus menjadi kaum muda yang relijius, pancasilais, cerdas berilmu, berkeahlian, dan mampu berperan aktif dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kemanusiaan global.
“Generasi yang layak menjadi pewaris Indonesia masa depan yang berkomitmen kuat untuk menjadikan Indonesia bersatu, berdaulat, adil, dan makmur di era modern sebagaimana cita-cita luhur para pendiri negara dan generasi tahun 1928,” jelas Haedar.
Haedar mengatakan bahwa generasi Gen Z dan setelahnya boleh jadi berbeda memiliki dunia sendiri yang tidak dapat dipersamakan dengan generasi masa lampau. Tapi dasar-dasar kehidupan yang tetap sama dan harus dijunjungtinggi seperti nilai-nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa.
“Jadilah generasi muda Indonesia yang tetap berbasis nilai utama yang hidup di negeri tercinta. Jangan jadi lost-generation, yang tercerabut dari nilai-nilai dasar kehidupan dan keindonesiaan. Pahami segala hal yang menyangkut makna dan pengetahuan kebangsaan, jangan sampai mengalami krisis pemahaman kebangsaan atau quarter life crisis,”ungkap Haedar.
Generasi muda Indonesia saat ini juga terjebak dalam sandwich generation. Demi hidup efisien dari segi finansial tapi menjadi egois dan tercerabut dari akar keluarga, lebih-lebih orangtua yang posisinya mulia dan harus dihormati.
“Masyarakat Indonesia dibangun di atas asas extended family dan gotong royong. Maka jangan menjadi insan muda yang asosial dan kehilangan etika hidup luhur terhadap ayah dan ibu, kerabat, dan masyarakat. Apalagi sunatullah manusia itu Homo Sapiens, berelasi dengan sesama. Manusia modern meskipun menjadi Homo Deus karena kedigdayaan iptek, namun tetaplah harus menjaga jatidiri kemanusiaan selaku Homo Sapiens dan tidak berubah menjadi makhluk robotik yang mati akal-budi dan hidup bersosial di planet raya ini,” tutup Haedar. (sumber)