KUPANG, JAKARTAMU.COM | Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menekankan pentingnya energi konstruktif untuk menghadapi berbagai tantangan global. Ia mengajak seluruh peserta Tanwir memperkuat kontribusi Muhammadiyah bagi umat, bangsa, dan kemanusiaan global.
“Kami berharap semangat Tanwir ini dapat menjadi tambahan energi konstruktif dalam memajukan persyarikatan untuk kepentingan umat dan kemanusiaan semesta,” ujar Haedar Nashir dalam pidato iftitah Sidang Tanwir Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Kupang, Rabu (4/12/2024) malam.
Baca juga: Prabowo Merasa Terhormat Diundang Membuka Tanwir Muhammadiyah
Haedar mengungkapkan harapan agar sidang Tanwir kali ini menghasilkan dokumen strategis baru, memperkaya gagasan Indonesia Berkemakmuran yang telah disusun oleh tim. “Kepada peninjau ada Prof Din Syamsudin, Prof Amin Abdullah, mohon masukan-masukannya agar perspektif ini semakin luas dan mendalam,” katanya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menggali kembali spirit pembaruan yang diwariskan pendiri Muhammadiyah, Kiai Ahmad Dahlan. Menurutnya, nilai-nilai teologis dalam ayat-ayat Al-Qur’an seperti Ali Imran ayat 104 dan 110, Surat Al-Asr, serta Surat Al-Ma’un memberikan panduan visioner yang melampaui zamannya.
Haedar menyoroti ayat Ali Imran 104 yang menegaskan pentingnya golongan terpilih yang berbeda dari golongan awam sebagai inspirasi berdirinya Muhammadiyah. Sementara itu, Ali Imran 110 menjadi rujukan cita-cita khairu ummah, yakni masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Baca juga: Ketum PBNU Ucapkan Selamat Milad: Muhammadiyah Ciptakan Kemakmuran Bangsa
“Sayangnya, tafsir ini sering terlupakan, padahal jawabannya sudah dirumuskan pada Muktamar Muhammadiyah ke-37 di Yogyakarta pada 1968,” katanya. Dalam muktamar itu, khairu ummah didefinisikan dengan 10 ciri utama, termasuk bertuhan, beragama, bersaudara, berhukum syari, hingga berkemajuan.
Haedar juga menekankan pentingnya tafsir teologis yang relevan dengan tantangan zaman modern. Ia menyebut Tafsir At-Tanwir sebagai karya monumental Muhammadiyah yang menjawab kompleksitas isu-isu masa kini, mulai dari revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), perubahan iklim, hingga Islamofobia di tingkat global.
“Spirit dan visi Kiai Ahmad Dahlan tetap menjadi panduan bagi Muhammadiyah untuk menghadapi masa depan,” tegas Haedar.