Karenanya sejalan dengan ikhtiar “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua” maka diperlukan rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang bermakna menuju Indonesia berkemajuan. Rekonstruksi yang meniscayakan aktualisasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, dan dimensi lainnya dalam perikehidupan kebangsaan. Dalam rekonstruksi kehidupan kebangsan yang bermakna tersebut diperlukan nilai dan faktor strategis yang penting yaitu agama sebagai sumber nilai kemajuan, pendidikan yang mencerahkan, institusi-institusi yang progresif, keadaban publik, sumber daya manusia yang unggul, serta kepemimpinan profetik di seluruh tingkatan dan lini pemerintahan maupun kehidupan kebangsaan secara keseluruhan.
Peran Pimpinan
Muhammadiyah dapat “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua” maupun usaha dan pergerakan lainnya jika didukung dan diperankan secara optimal oleh para pimpinannya sebagai aktor utama gerakan. Kepemimpinan dalam Muhammadiyah niscaya memajukan seluruh aspek kehidupan yang berbasis pada nilai-nilai Islam. Pemimpin Muhammadiyah menurut Kiai Ahmad Dahlan dituntut sebagai “pemimpin kemajuan Islam”, yakni pemimpin yang menghidupkan akal pikiran, pendidikan, membedakan yang berakal dan bodoh, serta menjadikan “Agama bercahaya”. Menurut pendiri Muhammadiyah, “Agama itu pada mulanya bercahaya, berkilau-kilauan, akan tetapi makin lama makin suram, padahal yang suram bukan agamanya, akan tetapi manusianya yang memakai agama.” Agama adalah sumber nilai pencerahan yang membangun akhlak mulia dan menebar rahmat bagi semesta alam. Bukan keberagamaan yang jumud, konservatif, dan anti kehidupan yang justru dikoreksi dan diperbarui oleh Kyai Dahlan dan Muhammadiyah generasi awal dengan “Gerakan Tajdid” atau “Gerakan Pembaruan”.
Karakter kepemimpinan Muhammadiyah yang berbasis Risalah Islam Berkemajuan yang berwatak pergerakan dan berorientasi kemajuan disebut dengan “kepemimpinan profetik-transformatif”, yakni kepemimpinan Islami berbasis tauhid dengan meneladani Nabi Muhammad yang berhasil membangun
peradaban “al-Madinah al-Munawwarah” yang menjadi tonggak bangunan kejayaan Islam di pentas sejarah dunia berabad-abad lamanya. Kepemimpinan model Islam tersebut dipraktikkan oleh Kiai Dahlan dalam Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam Berkemajuan yang bercorak modernis dan reformis untuk menjawab serta memberi solusi alternatif atas masalah dan tantangan zaman. Kepemimpinan dalam Muhammadiyah dengan pandangan Islam Berkemajuan dapat membawa perubahan ke arah kemajuan yang ditunjukkan dengan kemampuan memobilisasi potensi, mengagendakan perubahan, memproyeksikan masa depan, serta menjadi pejuang pergerakan yang gigih dalam membangun kehidupan yang unggul-berkemajuan di segala bidang kehidupan untuk mewujudkan Islam Berkemajuan dalam membangun peradaban utama Rahmatan lil-‘Alamin. Dengan demikian, kepemimpinan Muhammadiyah bukanlah kepemimpinan yang jumud, berjalan apa adanya, dan anti-kemajuan yang dapat menjadikan Gerakan Islam ini tertinggal dan berkemunduran.
Semoga seluruh pemimpin Muhammadiyah, pemimpin umat, dan pemimpin Indonesia benar-benar menjadi pemimpin yang jujur, amanah, berakhlak mulia, berintegritas tinggi, berwawasan luas, dan gigih berjuang dalam usaha “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua”. Semuanya pemimpin “profetik-transformatif” yang berjiwa negarawan dan pahlawan dengan mengedepankan agenda memakmurkan kehidupan rakyat di atas kemakmuran diri, kroni, dinasti, dan golongan sendiri. Bersamaan dengan itu menjadi para pemimpin yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Pancasila, Agama, dan Kebudayaan Bangsa menuju terwujudnya cita-cita Indonesia Raya.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan perlindungan, petunjuk, dan rida-Nya untuk seluruh pemimpin dan bangsa Indonesia menuju tercapainya kehidupan yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat sejalan dengan komitmen membangun “Indonesia Berkemakmuran” dan “Indonesia Berkemajuan” yang “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”. Nashrun min Allah wa Fathun Qarib.“