JAKARTAMU.COM | Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menekankan urgensi Tafsir at-Tanwir sebagai instrumen penting dalam membangun peradaban Islam berkemajuan. Ia mengungkapkan bahwa tafsir ini bukan hanya sebagai alat pemikiran, melainkan juga perspektif keagamaan yang dapat mengarahkan bangsa menuju peradaban tinggi.
“Ini adalah agenda strategis yang long term, yang jangka panjang. Peradaban Islam berkemajuan, peradaban Indonesia berkemajuan adalah puncak dari kebudayaan. Kebudayaan Islam, kebudayaan Indonesia. Dan kebudayaan itu dibangun di atas sistem pengetahuan kolektif manusia,” ujar Haedar dalam sambutannya pada Konferensi Mufasir Muhammadiyah II di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) Jakarta, Jumat (13/12).
Haedar menegaskan bahwa dalam konteks kebudayaan Islam, tafsir at-Tanwir harus menjadi sistem pengetahuan kolektif umat Islam yang direpresentasikan melalui dakwah dan tajdid. Dengan pendekatan yang memadukan berbagai perspektif, tafsir ini diharapkan dapat memperkuat kebudayaan Islam dan Indonesia serta memberikan kontribusi bagi kemajuan peradaban dunia.
Tafsir at-Tanwir, menurut Haedar, juga harus menjadi bagian dari Risalah Islam Berkemajuan yang telah digagas Muhammadiyah. “Risalah Islam berkemajuan menyatu dengan Manhaj Tarjih dan jadikan Tafsir at-Tanwir itu sebagai jalan strategis, instrumen strategis bagi membangun puncak kebudayaan yang tinggi yang disebut dengan peradaban,” tambahnya.
Dalam kerangka ini, Haedar menekankan pentingnya Muhammadiyah sebagai pelopor dalam membangun peradaban Islam berkemajuan. “Mana mungkin Muhammadiyah dan orang-orang Muhammadiyah, aktivis Muhammadiyah, pimpinan Muhammadiyah, mampu membangun peradaban Islam berkemajuan, manakala spirit, referensi, cara berpikir, orientasi tindakannya, tidak sejalan dengan pemikiran Islam berkemajuan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Haedar menggambarkan peran mufasir Muhammadiyah dalam mewujudkan tafsir ini sebagai tugas yang mulia. Tafsir at-Tanwir, menurutnya, harus menjadi instrumen strategis yang mampu menghadirkan wahyu dalam kehidupan nyata, dengan pendekatan Bayani, Burhani, dan Irfani, yang akan memberi kekuatan bagi Muhammadiyah untuk memajukan peradaban.
“Kami percaya para Mufasir Muhammadiyah dengan perspektif Bayani, Burhani, dan Irfani yang interkoneksi, bahkan multi perspektif, dan dengan cakrawala melihat persoalan dunia, dalam kosmologi Al-Quran yang imperatif, sekaligus juga berwawasan luas, mampu menghadirkan Tafsir At-Tanwir menuju peradaban Islam, peradaban Indonesia, bahkan peradaban semesta yang berkemajuan,” ungkap Haedar.
Haedar juga menekankan bahwa tafsir ini harus mampu membawa misi keadaban dan peradaban yang mencerahkan dunia, sebagaimana yang telah terjadi pada masa lalu dengan lahirnya al-Madinah al-Munawwarah, peradaban Islam yang memberi pencerahan bagi umat manusia.
“Peradaban dan keadaban dengan segala dimensinya sebagaimana Islam dalam berabad-abad lamanya di masa lalu telah menghadirkan al-Madinah al-Munawwarah, peradaban Islam yang cerah mencerahkan semesta sehingga Islam menjadi agama yang kosmopolitan tetapi berpijak di bumi di mana Muhammadiyah Islam itu hadir,” katanya.
Haedar mengakhiri sambutannya dengan harapan agar konferensi ini memberi hasil yang bermanfaat bagi perkembangan tafsir yang dapat memperkuat peradaban Indonesia dan dunia. “Selamat berkonferensi, semoga Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,” tutupnya.