YOGYAKARTA, JAKARTAMU.COM | Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berlandaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Hal ini telah diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
Undang-undang tersebut menetapkan bahwa pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik, termasuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dalam berbagai bentuk—baik tulisan, suara, gambar, maupun kombinasi dari semuanya—melalui media cetak, elektronik, dan platform lainnya.
Pers nasional memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol sosial (Pasal 3). Selain itu, pers berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma agama, etika sosial, serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5).
Dalam pasal 6, Pers juga berperan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong supremasi hukum, serta menghormati keberagaman; mengembangkan opini publik berdasarkan informasi yang akurat dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, serta memberikan saran dalam kepentingan umum; dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si, mengajak insan pers dan institusi media massa untuk merefleksikan kaidah-kaidah normatif dan imperatif ini sebagai acuan dalam menjalankan tugas jurnalistik. Dalam peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh pada 9 Februari 2025, Haedar menegaskan beberapa poin penting yang perlu diperhatikan oleh pers nasional.
Pertama, menjalankan fungsi secara utuh. Haedar berharap pers tidak hanya menjalankan fungsi kontrol sosial, tetapi juga berperan dalam edukasi dan penyampaian informasi yang objektif, adil, serta mencerdaskan bangsa. Kebebasan pers harus tetap menjunjung tinggi kebenaran, kebaikan, dan nilai-nilai luhur, serta menghindari penyebaran hoaks, provokasi, kebencian, dan permusuhan.
”Azas cover both sides harus dipegang teguh dengan menyajikan informasi yang beragam agar tidak bersifat tendensius dan monolitik,” tegas mantan warwatan Suara Muhammadiyah ini.
Kedua, memberikan edukasi yang objektif. Haedar mengingatkan bahwa
pers bertanggung jawab menyajikan informasi berbasis pengetahuan dan membuka ruang bagi masyarakat untuk mendapatkan berbagai perspektif secara demokratis.
“Berikan informasi yang lengkap dan dari berbagai sudut pandang agar masyarakat dapat memilah dan memilih informasi secara objektif, berimbang, dan demokratis,” ujar Haedar.
Ia juga mengingatkan agar pers menghindari pencampuran fakta dan opini, terutama yang bersifat tendensius atau hanya berpihak pada satu sudut pandang.
Ketigas, menjadi pilar demokrasi. Sebagai penjaga demokrasi, pers harus tetap kritis terhadap kebijakan negara sekaligus membangun budaya demokrasi yang moderat, berlandaskan nilai-nilai Pancasila, agama, dan kebudayaan bangsa.
”Demokrasi yang menjadi rujukan pers adalah demokrasi berdasarkan Pasal 4 Pancasila, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Bukan demokrasi liberal yang bebas tanpa keterikatan pada nilai dan sistem kehidupan di Indonesia,” jelas Haedar.
Keempat, menjaga etika dalam media digital dan sosial. Haedar mengiangatkan bahwa media digital dan teknologi kecerdasan buatan (AI) harus digunakan secara etis dan bertanggung jawab, bukan untuk kepentingan yang merugikan masyarakat.
”Hindari penyalahgunaan media digital untuk menyebarkan keresahan, penipuan, atau merusak martabat orang lain. Kembangkan mekanisme self-editing sebelum informasi dipublikasikan,” pesan Haedar.
Kelima, menjaga eksistensi media cetak dan konvensional. Seiring perkembangan pesat media digital, media cetak dan konvensional menghadapi tantangan keberlangsungan. Namun, keberadaan media cetak tetap penting dalam menjaga budaya universal dan relasi sosial.
”Interaksi manusia tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh teknologi digital dan AI. Sebagai insan ciptaan Tuhan yang terbaik, manusia tetap memerlukan komunikasi langsung dalam kehidupan sosial,” ujar Haedar.
Keenam, pers sebagai media kebudayaan
Pers sejatinya merupakan media yang berorientasi pada pengembangan sistem pengetahuan kolektif dalam kehidupan berbangsa dan antarbangsa. Oleh karena itu, pers harus menjaga nilai-nilai luhur tentang kebenaran, kebaikan, dan etika.
**“Pers bukan sekadar alat pragmatis, apalagi untuk kepentingan politik dan ekonomi yang tidak selaras dengan nilai luhur kehidupan. Manusia membutuhkan nilai-nilai luhur yang bersifat ilahiah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan berkemanusiaan secara universal,”** pungkas Haedar.
Dengan refleksi ini, diharapkan pers nasional dapat terus berkembang sebagai kekuatan yang demokratis, beretika, dan berbasis pada nilai-nilai luhur bangsa.