Senin, Februari 24, 2025
No menu items!

Hati-Hati Sadikin, Gara-Gara Sakit Mendadak Jadi Miskin

Must Read

JIKA ada lampu ajaib Aladin, hampir semua orang sakit pasti akan memilih satu permintaan: sembuh. Sebab, bagi mereka yang tengah berjuang melawan penyakit, kesehatan jauh lebih berharga dibanding harta atau jabatan.

Namun realitas di Indonesia menunjukkan bahwa kesehatan adalah barang mahal, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Jatuh sakit bisa berarti jatuh miskin. Ini adalah di negara yang mengklaim punya sistem jaminan kesehatan nasional.

“Suami saya lututnya sudah bengkak. Kata dokter, aturan BPJS sekarang sangat ketat, tidak bisa langsung masuk IGD. Hanya diberi obat pereda nyeri sampai akhirnya tidak bisa berjalan,” kata seorang perempuan paruh baya bermarga Manopo di ICU RS Persahabatan, Jakarta, Kamis (6/2/2025).

Setelah dilarikan ke rumah sakit, suaminya didiagnosis mengalami radang sendi parah dan harus dioperasi. Penanganan yang terlambat membuat kondisinya semakin memburuk, sesuatu yang lazim dialami pasien BPJS, yang umumnya dibawa ketika kondisi sudah kritis.

Masyarakat yang tidak memiliki kemampuan finansial lebih sering kali harus pasrah dengan antrean panjang dan sistem administrasi yang berbelit. Akibatnya, penanganan medis menjadi tidak efektif dan efisien, malah justru semakin membebani.

Bagi mereka yang hanya bergaji UMP, biaya pengobatan di atas Rp10 juta saja sudah cukup membuat ekonomi rumah tangga terguncang. Tidak heran jika banyak yang harus berutang atau bahkan menjual aset untuk bisa mendapatkan perawatan yang layak.

Idealnya, negara seharusnya tidak membiarkan warganya membayar sendiri biaya berobat. Pendanaan kesehatan harus berasal dari pajak penghasilan dan asuransi kesehatan sosial, sehingga masyarakat tidak harus mengeluarkan biaya tambahan ketika sakit. Namun, dalam praktiknya, banyak masyarakat yang tetap harus merogoh kocek sendiri untuk mendapatkan perawatan yang optimal.

Saat ini, BPJS Kesehatan hanya menanggung kondisi gawat darurat yang mengancam nyawa, seperti gangguan pada jalan napas, pernapasan, sirkulasi, dan penurunan kesadaran. Jika dokter IGD menilai kondisi pasien tidak memenuhi kriteria tersebut, maka pasien tidak bisa menggunakan BPJS.

Kebijakan ini menuai kritik, salah satunya dari mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Menurutnya, BPJS seharusnya menjadi penyelenggara jaminan sosial, bukan sekadar layanan asuransi yang membatasi manfaat bagi masyarakat.

Menanggapi persoalan ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sempat menyarankan masyarakat menggunakan asuransi swasta sebagai tambahan. Pernyataan ini justru memperlihatkan kegagalan negara dalam memberikan jaminan kesehatan yang komprehensif bagi warganya.

Cukai Rokok dan Minuman Manis untuk BPJS

Daripada membebani masyarakat dengan biaya asuransi tambahan, solusi lain yang bisa dipertimbangkan adalah optimalisasi cukai rokok dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

Menurut penelitian Universitas Indonesia, menaikkan cukai rokok sebesar Rp50 saja bisa menghasilkan tambahan pendapatan negara hingga Rp9 triliun, jumlah yang cukup besar untuk menopang sistem jaminan kesehatan nasional. Demikian pula dengan penerapan cukai MBDK yang rencananya mulai diterapkan pada semester II 2025.

Cukai MBDK tidak hanya bertujuan menambah pemasukan negara, tetapi juga untuk mengurangi konsumsi gula berlebih yang menjadi penyebab utama penyakit tidak menular seperti diabetes dan obesitas. Dengan demikian, selain menambah anggaran BPJS, kebijakan ini juga bisa membantu menekan angka penyakit yang membebani sistem kesehatan nasional.

Sakit seharusnya tidak menjadi penyebab seseorang jatuh miskin. Jaminan kesehatan bukan sekadar layanan, tetapi hak dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Jika kebijakan kesehatan tidak segera diperbaiki, maka “Sadikin”—sakit mendadak jadi miskin—akan terus menjadi fenomena yang menghantui masyarakat kelas menengah ke bawah di Indonesia.

Istri Syeikh Ibnu Hajar: Antara Zamzam dan Dinar (14)

Batas yang Tak Terlihat Oleh: Sugiyati Suara itu menggema, seolah datang dari seluruh penjuru gua yang gelap. Setiap kata yang...

More Articles Like This