Jumat, Januari 31, 2025
No menu items!

Hukum Alam atau Sunatullah dalam Al-Quran Menurut KH Ali Yafie

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id. dan Wakil Pemimpin Redaksi Majalah FORUM KEADILAN.

JAKARTAMU.COM | Adanya sejumlah ketentuan yang pasti dan berlaku sebagai hukum yang mengatur segala makhluk di alam raya ini, biasanya dalam bahasa ilmu-pengetahuan disebut natuurwet atau hukum alam. Di dalam bahasa al-Qur’an kadangkala disebut sunnatullah.

Salah satu ayatnya mengatakan, “Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat pergantian bagi sunnatullah itu, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemni penyimpangan dari sunnatullah itu. (QS A-Fathir 23)

Dalam terminologi teologis hal semacam itu termasuk dalam kategori qadar dan qadla. Namun istilah ini lebih mendominasi hal-hal yang bersangkut paut dengan perilaku manusia, dan sering kali –secara kurang hati-hati– dianggap identik dengan determinisme.

Ayat yang secara jelas merangkaikan sunnatullah itu dengan qadar, berbunyi …(Allah telah menetapkan yang demikian sebagai sunnatullah pada mereka yang telah berlaku dahulu, dan adalah ketetapan Allah itu suatu qadar yang pasti berlaku. (QS Al-Ahzab : 38)

Penjelasan lebih jauh tentang qadar itu dapat kita simak dari beberapa ayat, di antaranya, “Sesungguhaya Kami menciptakan segala sesuatu dengan qadar.(QS Al-Qamar: 49).

Ulama Fikih Prof Dr AG KH Muhammad Ali Yafie mengatakan kata bi qadar (dengan qadar) di sini ditafsirkan, menurut ukuran. “Isyarat yang ada di balik kalimat ini dapat ditangkap lebih jelas dengan bantuan ilmu fisika yang membahas tentang materi dan unsur,” katanya dalam artikelnya berjudul “Konsep Hukum” pada buku “Kontekstualisasi Doktrin Islam” (Paramadina, 1994)..

Benda-benda yang ada di sekeliling kita, yang merupakan bahan-bahan kebutuhan dalam hidup kita seperti kayu, besi, seng, perak, emas, hewan, tumbuh-tumbuhan, air dan sebagainya, semuanya itu termasuk dalam kategori materi.

Sebahagian besar dari materi-materi yang kita kenal terdiri dari unsur-unsur.

Tergabungnya dua unsur atau lebih melalui pola persenyawaan atau pola percampuran membentuk suatu materi tertentu. Misalnya unsur oksigen bergabung dengan hidrogen membentuk senyawa cair, dan disebut air.

Unsur-unsur yang tergabung dalam suatu senyawa selalu mempunyai proporsi tertentu. Air murni selalu mempunyai proporsi oksigen dan hidrogen yang sudah tertentu dan tetap, demikian pula dengan proporsi nitrogen dan hidrogen dalam amoniak.

Dalam kasus-kasus seperti ini, unsur-unsur telah bergabung membentuk suatu senyawa, mengikuti suatu aturan yang dikenal hakam proporsi yang sudah tertentu.

Menurut KH Ali Yafie, isyarat serupa yang kita peroleh dari informasi ilmu fisika sebagaimana disinggung di atas, dapat pula kita temui dari informasi ilmu kimia yang membahas unsur-unsur itu. Misalnya, unsur Al (aluminium), jumlah proton yang terkandung di dalamnya 13; unsur Cu (tembaga), jumlah protonnya 29; unsur Au (emas), jumlah protonnya 79; unsur Ag (perak), jumlah protonnya 47; unsur Pt (platina), jumlah protonnya 78; unsur Ni (nikel), jumlah protonnya 28; unsur Fe (besi), jumlah protonnya 26; unsur Hg (air raksa), jumlah protonnya 80; dan seterusnya.

Secara sepintas dari dua informasi yang disajikan di atas, kata KH Ali Yafie, memperlihatkan kepada kita adanya kadar ukuran tertentu yang menjadi ketentuan-ketentuan yang pasti yang dapat diamati dalam diri setiap makhluk.

Semuanya ini merupakan bagian dari hukum yang mengatur dan memelihara alam semesta.

Dalam hubungan ini dapat kita hayati ungkapan sebuah ayat yang berbunyi, … “Dan Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan Dia-lah yang menetapkan qadar/ukurannya secara pasti serapi-rapinya.” (QS Al-Furqan : 2)

“Pembahasan teologis dalam bidang qada dan qadar (masalah takdir) kurang menyentuh apa yang kami singgung di atas,” kata KH Ali Yafie.

Padahal ayat-ayat yang berbicara tentang qudrat-iradat Allah/kekuasaan dan keagungan Allah, sebagian besar mengaitkan bermacam-macam fenomena alam yang dimintakan perhatian supaya manusia mengamatinya dan melakukan penalarannya untuk dapat membaca tulisan Ilahi yang tersirat di dalamnya.

Juga untuk menemukan sunnatullah atau hukum-hukum kauniyah yang akan menopang tegaknya hukum-hukum syar’iyyah. Mungkin itulah yang disindir Imam Ghazali dengan ungkapannya:.”.. mereka tidak mampu membaca tulisan Ilahi yang tergurat di atas lembaran-lembaran alam semesta; tulisan tanpa aksara dan bunyi itu pasti tidak dapat diraih dengan mata telanjang, tapi harus dengan mata hati.” (*)

Siswa SMA Muhammadiyah 11 Jakarta Raih Medali Olimpiade Ekonomi

JAKARTAMU.COM | Prestasi membanggakan kembali ditorehkan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 11 Jakarta dalam ajang Olimpiade Muhammadiyah Berprestasi Nasional 2025 di...

More Articles Like This