JAKARTAMU.COM | Persoalan tentang penulisan nama, tanggal lahir, tanggal wafat, serta doa-doa di sisi kuburan sering kali muncul di kalangan umat Islam. Apakah tindakan ini termasuk larangan Rasulullah saw yang harus ditinggalkan atau justru memiliki kelonggaran tertentu?
Salah satu hadis yang sering menjadi rujukan adalah riwayat Jabir bin Abdullah. Ia menuturkan bahwa Nabi Muhammad saw dimakamkan dalam liang lahat, dengan batu nisan diletakkan di atasnya, dan kuburan ditinggikan setinggi satu jengkal dari permukaan tanah. Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Shahih Ibnu Balban (no. 602).
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُلْحِدَ وَنُصِبَ عَلَيْهِ اللَّبِنُ نَصَبًا، وَرُفِعَ قَبْرُهُ مِنَ الأَرْضِ نَحْوًا مِنْ شِبْرٍ
Dari Jabir bin Abdullah (diriwayatkan) bahwa Nabi saw dimakamkan dalam liang lahat, diletakkan batu nisan di atasnya, dan kuburannya ditinggikan dari permukaan tanah setinggi satu jengkal [HR. Ibn Hibban bi shahiihi Ibnu Balban no. 602].
Penjelasan mengenai kata al-labin dalam kamus Al-Munawwir berarti batu bata atau batu merah, sementara dalam kamus Al-Munjid memiliki makna benda keras yang digunakan sebagai penanda. Ini memberikan gambaran bahwa adanya batu sebagai penanda tidak dilarang, selama dilakukan dengan sederhana.
Namun, terdapat larangan tegas dari Rasulullah saw terkait pembangunan bangunan di atas kuburan, penambahan tanah secara berlebihan, pemolesan dengan plester, dan penulisan sesuatu di atasnya. Hal ini tertuang dalam hadis Jabir yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasai dalam Kitab al-Jana’iz (Juz IV: 86).
عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُبْنَى عَلَى اْلقَبْرِ أَوْ يُزَادَ عَلَيْهِ أَوْ يُجَصَّصَ، زَادَ سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى أَوْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ
Dari Jabir (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw melarang dibangun suatu bangunan di atas kubur, atau ditambah tanahnya, atau diplester. Sulaiman ibn Musa menambah: Atau ditulis di atasnya [HR. an-Nasai, Kitab al-Jana’iz, Juz IV: 86].
Namun, mayoritas ulama dalam kitab Minhajul Muslimin berpendapat bahwa memberikan penanda berupa batu nisan diperbolehkan selama tidak disertai dengan tulisan berlebihan atau pujian-pujian. Pendapat ini merujuk pada hadis tentang kematian Utsman bin Mazh’un. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3206), ketika jenazah Utsman hendak dikuburkan, Rasulullah saw memerintahkan untuk meletakkan batu di atas kuburannya. Nabi sendiri kemudian mengangkat batu tersebut dan meletakkannya di kepala makam seraya bersabda,
أَتَعَلَّمُ بِهَا قَبْرَ أَخِى وَأَدْفِنُ إِلَيْهِ مَنْ مَاتَ مِنْ أَهْلِى
“Aku memberi tanda pada kuburan saudaraku dengan batu ini, dan aku kuburkan di dekatnya orang yang wafat dari keluargaku.” Hadis ini memberikan legitimasi bahwa tanda sederhana untuk mengenali makam diperbolehkan.
Dari hadis-hadis dan pandangan ulama tersebut, dapat dipahami bahwa menulis nama, tanggal lahir, dan tanggal wafat pada batu nisan memiliki status yang fleksibel. Kebolehannya lebih sebagai penanda identitas sederhana agar keluarga mudah mengenali makam dan berziarah. Namun, ini harus dibatasi agar tidak menjadi berlebihan atau menyerupai tradisi yang bertentangan dengan prinsip kesederhanaan dalam Islam.
Adapun doa-doa untuk mayit, penting untuk menekankan bahwa maksudnya bukanlah doa-doa tersebut ditulis di batu nisan, melainkan dibaca langsung di sisi makam. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Hasyr ayat 10,
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.”
Ayat di atas menegaskan pentingnya mendoakan orang-orang yang telah meninggal sebagai bentuk kasih sayang dan kebersamaan dalam keimanan.
Doa-doa tersebut bisa berupa permohonan ampunan dan rahmat Allah untuk orang yang telah wafat, baik dari seorang anak untuk orang tuanya, kerabat untuk saudaranya, maupun sesama muslim. Ini adalah amalan yang dianjurkan dan mendatangkan pahala bagi yang mendoakan serta manfaat bagi mayit di alam barzakh.
Dengan demikian, tindakan menulis nama, tanggal lahir, dan tanggal wafat dapat diterima dalam batasan sederhana dan tidak berlebihan. Esensi doa untuk mayit lebih penting diarahkan pada bacaan langsung di sisi kubur, bukan sekadar tulisan di batu nisan. (sumber)