JAKARTAMU.COM | Hukum mengucapkan selamat natal bagi umat Islam kepada umat Kristen kerap menimbulkan polemik di masyarakat. Polemik ini hampir terjadi di setiap tahun. Ada tiga pendapat ulama terkait hukum mengucapkan selama Natal: mengharamkan, membolehkan, serta tidak mutlak membolehkan dan mengharamkan.
Ustaz-ustaz kondang dalam negeri semisal Ustaz Abdul Somad, Ustaz Adi Hidayat, Ustaz Felix, dan Habib Ja’far cenderung pada pendapat pertama: melarang alias mengharamkan.
BACA JUGA: Beda Pendapat Hukum Mengucapkan Selamat Natal bagi Umat Islam
Ustaz Abdul Somad
Ustaz Abdul Somad termasuk yang berpendapat tidak membolehkan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani. Dalam video ceramahnya yang diunggah channel Youtube Mustami’ Media, UAS mengatakan orang yang mengucapkan selamat Hari Natal berarti sudah mengakui tiga hal.
Pertama, mengakui Isa adalah anak Tuhan. Kedua, mengakui Isa lahir pada tanggal 25 Desember. Terakhir, mengakui Isa mati disalib. “Ketiga-tiganya ini dibantah oleh Al-Qur’an,” terangnya.
“Kafirlah orang-orang yang mengatakan Isa trinitas dan anak Tuhan. Tentang Isa lahir 25 Desember juga dibantah,” lanjutnya.
Pada saat Isa kekurangan makanan, kata Ustadz Abdul Somad, Allah memerintahkan Maryam untuk mengguncang pohon kurma. Kurma-kurma mengkal pun berjatuhan. “Kurma mengkal ada di musim panas bulan Juli hingga Agustus,” kata Ustaz Abdul Somad.
UAS menjelaskan, Isa lahir saat kambing-kambing sedang digembalakan di padang rumput. Sedangkan di bulan 12 rumput tidak tumbuh karena tertutup salju.
“Maka 25 Desember bukan kelahiran Isa tapi Hari Raya merayakan Dewa Mitra atau Dewa Matahari yang diambil oleh Kaisar Konstantin dari Konstantinopel,” lanjutnya.
Begitu pula soal Isa yang mati disalib. Ustaz Abdul Somad mengatakan, sosok yang disalib adalah orang yang dibuat menyerupai Isa.
UAS menambahkan, meski mengucapkan selamat Hari natal tidak diperbolehkan, namun bukan berarti membatasi hubungan dengan umat Kristiani. “Saya punya kawan Kristen, dalam hubungan baik, dalam masalah ngasih makanan, masalah beri pakaian, oke,” terangnya.
“Tapi kalau sudah terkait dengan akidah, ‘wa lā ana ‘ābidum mā ‘abattum wa lā antum ‘ābidụna mā a’bud lakum dīnukum wa liya dīn’ (dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah, Untukmu agamamu, dan untukku agamaku),” kata Ustaz Abdul Somad.
BACA JUGA: Buya Hamka, MUI dan Fatwa Perayaan Natal Bersama: Sebenarnya Apa yang Terjadi?
Habib Ja’far
Habib Ja’far sebaliknya. Pada salah satu kesempatan, Habib Ja’far mengaku dirinya cenderung ke arah membolehkan. Hal ini diungkapnya dalam video tausiyah di kanal YouTube Salaam Indonesia yang diupload 23 Desember 2019.
Pertama-tama, Habib Ja’far mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat soal hukum mengucapkan selamat Natal bagi Muslim. Masing-masing memiliki dalilnya sendiri. Nah, Habib Ja’far ini berada di kubu yang membolehkan.
“Namun bagi saya cenderung kepada pendapat bahwa membolehkan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani,” kata Habib Ja’far dikutip dari tayangan YouTube Salaam Indonesia, Selasa (24/12).
Terkait alasannya, Habib Ja’far mengambil contoh dalam surat Maryam dan ditemukan di sana ada ayat mengatakan selamat atas kelahiran Nabiyullah Isa yang merupakan salah satu nabi dalam keyakinan kita.
Kedua, adalah hadis nabi. Habib Ja’far mengutip hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri ketika seorang Yahudi membawa jenazah sahabat Yahudi-nya melewati depan masjid.
“Nabi berhenti ketika khotbah dan maju ke depan masjid, berdiri mengheningkan cipta, menghormati seorang Yahudi yang mati dan digotong pada saat itu,” ucapnya saat menyampaikan kutipan hadis nabi.
Kemudian sahabat bertanya, “Bukankah mereka orang Yahudi?”
Nabi Saw berkata, “Bukankah dia juga manusia? Maka kita harus menghormati dia sebagai sesama manusia.”
Kemudian, Habib Ja’far mengatakan bahwa sebagian ulama, baik di Tanah Air maupun luar negeri banyak yang membolehkan mengucapkan selamat Natal.
“Di luar negeri, misalnya, ulama-ulama Al-Azhar mengucapkan selamat Natal. Habib Ali Al-Jufri juga mengatakan bahwa beliau membolehkan mengucapkan selamat Natal dan akan mengucapkan selamat Natal,” ungkapnya.
Habib Ja’far menambahkan, tujuan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani adalah menjaga hubungan muamalah sesama manusia.
“Karena Allah katakan bahwa kita harus lebih baik dari umat agama lain. Ketika mereka mengucapkan selamat Idul Fitri, maka kita juga harus mengucapkan selamat Natal ketika kita merayakan hari mereka,” imbuhnya.
Pada kesimpulannya, Habib Ja’far memandang bahwa hukum mengucapkan selamat Natal bagi seorang Muslim boleh-boleh saja sebagaimana pendapat sebagian ulama yang membolehkan. Namun, syaratnya adalah kita tidak sampai mengimani Yesus sebagai Tuhan.
BACA JUGA: Ajaran Islam Tidak Menganut Paham Menstrual Taboo, Begini Penjelasannya
Ustaz Felix Siauw
Ustaz Felix Siauw berpendapat cenderung tidak boleh. Larangan mengucapkan selamat Natal, menurutnya, karena dengan mengucap kalimat tersebut umat Islam dinilai telah meyakini ajaran agama lain, dan itu bukanlah salah satu bentuk toleransi yang baik.
Dalam kanal Youtube @Komunitas YukNgaji, ia menjelaskan pada dasarnya, toleransi adalah bagian yang tidak lepas dari Islam, sebab Allah sendiri langsung memberi kita panduan toleransi ini dalam Al Quran, surat Al Kafiruun.
Pada dasarnya Natal adalah hari raya umat Kristiani, di mana pada hari tersebut adalah kelahiran Yesus Kristus atau Isa Al Masih. Di mana dalam ajaran Islam diyakini sebagai Nabi Isa AS .
Menurut Ustaz Felix Siauw, mengucapkan selamat Natal sama saja seperti kita meyakini jika ada tuhan selain Allah SWT. Padahal dalam Surat Al Ikhlas telah dijelaskan jika Allah adalah satu-satunya Tuhan yang Maha Esa.
“Pada intinya, setiap Hari Raya adalah syiar-syiar agama, nah karena itu kita sedang membantu melakukan syiar agama yang kita tidak meyakininya dan bahkan bertentangan dengan apa yang diyakini,” lanjut Ustaz Felix Siauw.
Lantas bagaimana cara Islam menegakkan toleransi? Toleransi dapat diciptakan dengan caranya sendiri dan bukan dengan mengikuti keyakinan orang lain. Tapi toleransi adalah mengetahui jika kita memiliki keyakinan dan orang lain juga punya keyakinan dan kita membiarkan mereka melakukan kegiatan yang mereka yakini.
Sebagai umat Islam juga tidak boleh memaksakan keyakinan kepada orang lain, dilarang juga untuk ikut campur dan mengganggu sedikit pun umat agama lain menjalankan ibadah yang sesuai dengan keyakinannya.
“Apabila ada yang menuduh jika tidak mengucapkan selamat terhadap agama lain adalah tindakan intoleran, tentunya tuduhan itu adalah bentuk tindakan intoleran yang nyata karena memaksakan kehendak seseorang yang beriman untuk meyakini ajaran lain,” ucap ustaz Felix.
Kita muslim, memegang prinsip bahwa Allah itu Tunggal, tidak diperanakkan dan tidak bergantung pada siapa pun. Maka andai ketika kita turut serta mengucapkan perayaan Batal apalagi turut serta berkontribusi di dalamnya, maka jelas sekali itu melanggar prinsip akidah kita.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan jika mengucapkan Natal menurut Ustaz Felix Siauw adalah dilarang karena tidak sesuai dengan akidah, dan mengucapkan selamat sendiri bukanlah bentuk toleransi.
Toleransi dalam Islam adalah dengan cara kita tidak mengganggu, memaki, atau ikut campur di kegiatan-kegiatan keagamaan lain.
BACA JUGA: Hukum Membuat Penanda Kuburan
Ustaz Adi Hidayat
Ustaz Adi Hidayat berpendapat tak jauh berbeda. Pendapatnya ini disampaikan dalam kanal Youtube Adi Hidayat Official. Ia mengaitkan toleransi antarumat beragama ini dengan ayat terakhir Surat Al-Kafirun.
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” ( QS Al Kafirun : 6)
Sehingga, menurut Ustaz Adi Hidayat selayaknya setiap muslim juga harus menghormati kepercayaan atau agama lain tanpa mencaci, mencampuri maupun mengganggu proses ibadah mereka.
Namun Ketika seorang muslim mencampuri agama orang lain, konteksnya sudah berubah. Dalam hal ini Ustaz Adi Hidayat menjelaskan tentang Surah Al Baqarah ayat 256, dan Surah Ali Imran ayat 19.
لَاۤ اِكۡرَاهَ فِى الدِّيۡنِۙ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشۡدُ مِنَ الۡغَىِّۚ فَمَنۡ يَّكۡفُرۡ بِالطَّاغُوۡتِ وَيُؤۡمِنۡۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسۡتَمۡسَكَ بِالۡعُرۡوَةِ الۡوُثۡقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ؕ وَاللّٰهُ سَمِيۡعٌ عَلِيۡمٌ
Artinya : “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah : 256)
اِنَّ الدِّيۡنَ عِنۡدَ اللّٰهِ الۡاِسۡلَامُ ۗ وَمَا اخۡتَلَفَ الَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡكِتٰبَ اِلَّا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَهُمُ الۡعِلۡمُ بَغۡيًا ۢ بَيۡنَهُمۡؕ وَمَنۡ يَّكۡفُرۡ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيۡعُ الۡحِسَابِ
Artinya : “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” ( QS Ali Imran : 19)
Dari kedua surah tersebut Adi Hidayat menjelaskan jika untuk masuk Islam seseorang tidak boleh dipaksa. Bahkan hal ini bisa berdosa jika diamalkan.
Dalam hubungan sosial, umat Islam diwajibkan untuk saling tolong menolong dan berbagai antar sesama umat manusia terlepas dari agama apa yang mereka anut. Namun jika berkaitan dengan ibadah, ini konteksnya sudah berbeda, tutur Ustaz Adi Hidayat.
Terkait Natal sendiri, ini dipahami sebagai ibadah dan umat Kristiani juga memahami hal tersebut sebagai ibadah.
Menurut Ustaz Adi Hidayat, jika sudah terkait dengan ibadah umat beragama lain, umat Islam menggunakan skema “Lakum diinukum wa liya diin” yakni untukmu agamamu, dan untukku agamaku.
Cara toleransi terbaik dalam hal ini menurut Ustaz Adi Hidayat adalah dengan membiarkan mereka melakukan ibadah tanpa mencampurinya, baik dengan perkataan ataupun dengan perbuatan.
Contohnya seperti ikut ke Gereja, menyimak kebaktian, atau mengenakan pakaian khusus yang dipahami sebagai salah satu bentuk ibadah.
Ustaz Adi Hidayat menjelaskan karena Natal merupakan salah satu bentuk ibadah, umat Islam dilarang untuk melibatkan beberapa unsur seperti niat menyertai, unsur lisan menyertai, dan unsur perbuatan yang menyertai.
“Sehingga jika kita hadirkan unsur lisan seperti mengucapkan ‘Selamat Natal sekian sekian sekian’ sementara di Natal itu ada unsur ibadah yang berbeda dalam konsepsi ketuhanan,” tutur Ustaz Adi Hidayat.
“Jadi kalau kita ucapkan ada pengakuan di situ, sementara komitmen lailahailallah adalah tidak menuhankan kecuali hanya Allah saja, jadi kalau ada konsepsi bertentangan dengan lailahailallah kita mesti tolak,” lanjutnya.
Mengingat setiap hari-hari besar tidak ada umat beragama lain yang menuntut untuk diucapkan selamat ketika akan menjalankan ibadah besar mereka. Begitu juga umat Islam, juga tidak pernah menuntut ucapan toleransi dari agama-agama lain.
Sehingga pada dasarnya kita semua sudah melakukan toleransi tanpa harus mengucapkan selamat di hari raya umat agama lain.
Di sisi lain Ustaz Adi Hidayat mengatakan ketika ada pemimpin negara atau daerah harus mengucapkan selamat ke agama lain, maka hal itu dibolehkan. Karena hal tersebut masuk dalam hukum-hukum pengecualian dalam kondisi darurat tertentu yang telah ditelaah oleh para ahli agama.
Asalkan seseorang tersebut melekatkan jabatannya ketika mengucapkan selamat, misalnya “saya Presiden Republik Indonesia mengucapkan selamat dan seterusnya”, demikian Ustaz Adi Hidayat.
BACA JUGA: Hukum Memakai Cadar Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah