Senin, Maret 31, 2025
No menu items!
spot_img

Hukum Menyalurkan Zakat untuk Orang Tua dan Keluarga Sendiri

Must Read

JAKARTAMU.COM | Zakat merupakan salah satu pilar utama dalam Islam yang bertujuan untuk membersihkan harta dan menolong mereka yang membutuhkan. Namun, sering muncul pertanyaan di kalangan umat Muslim: Apakah boleh menyalurkan zakat kepada orang tua, anak, atau keluarga sendiri?

Pertanyaan ini penting karena banyak dari kita memiliki keluarga yang mungkin membutuhkan bantuan finansial, tetapi kita juga ingin memastikan bahwa zakat yang kita keluarkan sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Oleh karena itu, mari kita bahas secara mendalam hukum menyalurkan zakat kepada keluarga, dengan merujuk kepada dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadits, serta pendapat para ulama.

Golongan yang Berhak Menerima Zakat

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan secara jelas dalam Al-Qur’an mengenai siapa saja yang berhak menerima zakat. Dalam QS. At-Taubah ayat 60, Allah berfirman:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk ibnu sabil, sebagai kewajiban dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”
(QS. At-Taubah: 60)

Dari ayat ini, kita mengetahui bahwa zakat harus diberikan kepada salah satu dari delapan golongan yang disebutkan dalam ayat tersebut. Maka, ketika kita ingin memberikan zakat kepada keluarga sendiri, kita harus memastikan bahwa mereka benar-benar termasuk dalam golongan yang berhak menerimanya.

Zakat untuk Orang Tua dan Anak Kandung

Para ulama sepakat bahwa tidak diperbolehkan memberikan zakat kepada orang tua (ayah dan ibu) serta anak sendiri (anak kandung, cucu, dan seterusnya). Hal ini karena nafkah mereka adalah tanggung jawab langsung seorang Muslim. Jika mereka membutuhkan bantuan finansial, kita wajib menafkahi mereka dari harta pribadi, bukan dari zakat.

Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Nawawi rahimahullah yang mengatakan:

“Tidak boleh seseorang memberikan zakatnya kepada orang yang wajib ia nafkahi, seperti ayah, ibu, anak, dan cucu, karena itu adalah kewajibannya secara langsung.”
(Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, 6/228)

Dalil lain yang menguatkan larangan ini adalah hadits yang diriwayatkan dalam Sunan Al-Kubra oleh Imam Al-Baihaqi:

لَا يَجُوزُ لِلرَّجُلِ أَنْ يُعْطِيَ زَكَاتَهُ لِأَبِيهِ وَلَا لِوَلَدِهِ

“Tidak boleh seseorang memberikan zakatnya kepada ayahnya dan tidak pula kepada anaknya.”
(HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra)

Maka, jika orang tua atau anak membutuhkan bantuan, kita tetap wajib membantu mereka tetapi dengan harta pribadi, bukan dari zakat.

Zakat untuk Saudara, Paman, Bibi, dan Kerabat

Berbeda dengan orang tua dan anak, para ulama membolehkan memberikan zakat kepada saudara kandung, paman, bibi, keponakan, dan keluarga besar lainnya jika mereka memenuhi syarat sebagai penerima zakat, misalnya fakir, miskin, atau terlilit hutang.

Dalam hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:

الصَّدَقَةُ عَلَى المِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَهِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ: صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

“Sedekah kepada orang miskin adalah sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat memiliki dua keutamaan: sedekah dan menyambung silaturahmi.”
(HR. Tirmidzi, no. 658)

Dari hadits ini, kita mengetahui bahwa memberikan zakat kepada kerabat yang membutuhkan memiliki dua manfaat:

  1. Pahala zakat itu sendiri
  2. Pahala silaturahmi

Maka, jika kita memiliki saudara atau kerabat yang memenuhi syarat sebagai penerima zakat, lebih utama untuk menyalurkan zakat kepada mereka daripada kepada orang lain.

Apakah Zakat Boleh Diberikan kepada Suami atau Istri?

Dalam Islam, suami memiliki kewajiban untuk menafkahi istrinya. Oleh karena itu, seorang suami tidak boleh memberikan zakat kepada istrinya, karena istri adalah tanggungannya.

Sebaliknya, seorang istri boleh memberikan zakatnya kepada suaminya jika suaminya termasuk dalam golongan penerima zakat, misalnya fakir atau miskin. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, di mana seorang wanita bernama Zainab bertanya kepada Rasulullah ﷺ:

“Ya Rasulullah, apakah boleh aku memberikan zakat kepada suamiku yang fakir?”

Lalu Rasulullah ﷺ menjawab:

“Ya, boleh, dan itu akan menjadi dua pahala bagimu: pahala zakat dan pahala silaturahmi.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Keutamaan Menyalurkan Zakat kepada Kerabat

Memberikan zakat kepada kerabat yang berhak menerima zakat memiliki banyak keutamaan:

  1. Menguatkan tali persaudaraan
  2. Menghilangkan rasa iri di antara anggota keluarga
  3. Membantu mereka keluar dari kesulitan finansial
  4. Mendapatkan pahala ganda (zakat dan silaturahmi)

Kesimpulan

  1. Tidak boleh memberikan zakat kepada orang tua dan anak kandung karena kita wajib menafkahi mereka dari harta pribadi.
  2. Boleh memberikan zakat kepada saudara, paman, bibi, atau kerabat lainnya jika mereka memenuhi syarat sebagai penerima zakat.
  3. Seorang suami tidak boleh memberikan zakat kepada istrinya, tetapi seorang istri boleh memberikan zakat kepada suaminya jika suaminya miskin.
  4. Menyalurkan zakat kepada kerabat lebih utama, karena selain membantu mereka, juga mempererat silaturahmi.

Penutup

Sebagai seorang Muslim, kita harus berhati-hati dalam menyalurkan zakat agar sesuai dengan aturan syariat. Jangan sampai niat kita untuk menunaikan zakat justru menjadi tidak sah karena diberikan kepada orang yang tidak berhak menerimanya.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kita pemahaman yang benar dalam menyalurkan zakat dan menjadikannya sebagai amal yang diterima di sisi-Nya. Aamiin

Kisah Sufi Ibrahim Khawwas: Sifat Murid

JAKARTAMU.COM | Dikisahkan bahwa Ibrahim Khawwas, ketika masih muda, ingin menimba ilmu dari seorang guru. Ia pun mencari seorang...

More Articles Like This