Minggu, Januari 19, 2025
No menu items!

Hukum Musik Menurut Imam Syafi’i dan Sejumlah Ulama Lain

Must Read

JAKARTAMU.COM | Hukum musik menurut Imam Syafi’i adalah merupakan perkara melalaikan yang dibenci, merupakan kebatilan. “Barangsiapa memperbanyaknya maka dia seorang yang bodoh. Persaksiannya ditolak,” ujarnya.

Itu sebabnya, hukum musik menurut jumhur ulama mazhab Syafi’i adalah haram. Namun sebagian ulama Syafi’iyah membolehkan al ghina’ dan ma’azif.

Syamsyuddin Asy Syarbini dalam kitab “Mughnil Muhtaj” menjelaskan Al Ma’azif adalah alat musik. Contohnya adalah ribab, hunuk, syababah (klarinet), dinamakan demikian karena bolong bagian dalamnya.

Hukumnya tidak haram karena ia bisa membuat semangat ketika perjalanan dalam safar.

Hanya saja, Imam An Nawawi mengatakan, yang sahih hukumnya haram. Sebagaimana juga dipilih oleh Al Baghawi dan ini juga merupakan pendapat jumhur (ulama Syafi’i).

Abu Hamid Al Ghazzali dalam Al Wasith juga mengharamkan ma’azif (alat musik) kecuali rebana. “Al ma’azif dan sitar hukumnya haram, karena mereka membuat seseorang ingin minum khamr dan ia merupakan syiar para peminum khamr.

Maka diharamkan menyerupai mereka. Adapun duff (rebana) jika tidak memiliki jalajil, maka halal hukumnya. Pernah dimainkan di rumah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,” ujarnya.

Namun sebagaimana dikatakan Asy Syarbini, jumhur ulama Syafi’iyyah mengharamkan musik. Dan inilah pendapat mu’tamad mazhab Syafi’i. Bahkan celaan terhadap musik datang dengan tegas dari Imam Syafi’i sendiri.

Beliau mengatakan: “Di Irak aku meninggalkan sesuatu yang disebut taghbir, ini merupakan buatan orang-orang zindiq yang membuat orang-orang berpaling dari Al Qur’an,” ujarnya sebagaimana dikutip Al Khallal dalam kitab “Al Amr bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar”.

At Taghbir adalah mengiramakan dan mendayu-dayukan suara serta mengulang-ulang suatu bacaan atau semacamnya. Sebagaimana yang disebutkan Al Laits: mereka menamai perbuatan menyanyikan syair dengan alat musik tharab sebagai taghbir. Mereka menyanyikannya dengan lahn-lahn (irama-irama), mereka memainkan tharab, berjoget dan bergembira”.

Imam Asy Syafi’i sebagaimana dikutip Ibnul Jauzi dalam “Talbisul Iblis” juga mengatakan: “Al ghina’ (nyanyian) merupakan perkara melalaikan yang dibenci, merupakan kebatilan.

Barangsiapa memperbanyaknya maka dia seorang yang bodoh. Persaksiannya ditolak”.

Imam An Nawawi (wafat 676 H), ulama besar madzhab Syafi’i, dalam Raudhatut Thalibin mengatakan bernyanyi dengan alat-alat musik merupakan syiar para peminum khamr. Yaitu alat musik yang dipukul seperti tunbur, banjo, simbal dan alat-alat musik yang lainnya dan juga alat musik dengan senar, semuanya diharamkan menggunakannya dan mendengarkannya”.

Pendapat Ulama

Sementara itu, tak sedikit ulama yang membolehkan musik. Sesungguhnya Ahli Madinah, dengan kehati-hatiannya dan golongan Zhahiriyah dengan keteguhannya dalam memegang zhahir nash serta kaum sufi dengan kekerasan mereka untuk mengambil ‘azimah (semangat), bukan mengambil keringanan-keringanan telah diriwayatkan dari mereka tentang bolehnya lagu-lagu.

Imam Syaukani dalam kitabnya “Nailul Authar” mengatakan Ahlul Madinah berpendapat dan ulama yang sependapat dengan mereka dari kalangan Zhahiriyah serta jamaah dari kaum shufi bahwa menyanyi itu diperbolehkan, meskipun dengan gitar dan biola.

Abu Manshur Al Baghdadi Asy-Syafi’i menceritakan di dalam kitabnya mengenai mendengar lagu, bahwa sesungguhnya Abdullah bin Ja’far berpendapat bahwa menyanyi itu tidak apa-apa, dan beliau memperbolehkan budak-budak wanitanya untuk menyanyi, dan beliau sendiri ikut mendengarkan getaran suaranya, itu di zaman Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib ra.

Ustaz tersebut juga menceritakan hal itu dari Al Qadhi Syuraih, Said bin Musayyab, ‘Atha’ bin Abi Rabah, Az-Zuhri, dan Asy-Sya’bi.

Imam Al Haramain dalam kitabnya “An Nihayah” dan Ibnu Abid Dunya mengatakan, “Telah diikut berita dari ahli sejarah bahwa sesungguhnya Abdullah bin Zubair pernah mempunyai budak-budak wanita yang terlatih untuk bermain gitar, dan sesungguhnya Ibnu Umar pernah ke rumah beliau ternyata di sisinya ada ‘ud (gitar). Ibnu Umar bertanya, “Apa ini wahai sahabat Rasulullah?”

Abdullah bin Zubair mengambilkan untuknya, dan Ibnu Umar merenungkannya, dan berkata, “Apakah ini mizan syami (neraca musik) dari Syam?”

Ibnu Zubair berkata, “Dengan ini akal seseorang bisa dinilai.”

Al Hafidz Abu Muhammad bin Hazm meriwayatkan di dalam risalahnya tentang “mendengarkan nyanyian” dengan sanadnya yang sampai pada Ibnu Sirin, ia berkata: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang ke Madinah dengan membawa budak-budak wanita, maka orang itu singgah di rumah Ibnu Umar.

Di antara budak-budak wanita itu ada yang memukul alat musik, maka datanglah seorang laki-laki menawarnya, maka ia tidak mempedulikan laki-laki itu. Ia berkata, “Pergilah untuk menemui seseorang yang lebih baik bagimu untuk mengadakan jual beli daripada orang ini.”

la berkata, “Siapakah orang itu?” Ibnu Umar berkata, “la adalah Abdullah bin Ja’far.” Maka orang tersebut menawarkan budak-budak wanitanya kepada Abdullah bin Ja’far.

Kemudian Abdullah bin Ja’far memerintahkan salah seorang dari budak itu sambil mengatakan, “Ambillah ‘ud (gitar) ini!,” maka budak itu mengambilnya lalu menyanyi, dan kemudian beliau membelinya, kemudian datang kepada Ibnu Umar ….” hingga akhir kisah. (*)

Aisyiyah Siapkan Draf MoU dengan Kemenko Pangan

JAKARTAMU.COM | Pimpinan Pusat Aisyiyah menyiapkan draf nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) bidang ketahanan pangan dengan pemerintah. Ini merupakan...

More Articles Like This