Sabtu, April 19, 2025
No menu items!

Ingat Kembali: Ilmu Hanya Wasilah, Amal Adalah Tujuannya

Must Read

JAKARTAMU.COM | Di antara petaka ruhani yang paling sering menimpa para penuntut ilmu adalah ketika ilmu hanya berhenti sebagai pengetahuan, bukan menjadi penggerak amal. Padahal, inti dari diturunkannya ilmu adalah agar ia menjadi pelita amal, bukan sekadar koleksi informasi yang mempertebal rasa puas diri. Allah ta‘ala menurunkan wahyu bukan untuk dibanggakan di atas mimbar, bukan untuk menghiasi perdebatan, bukan pula untuk sekadar dikutip dan diulang-ulang, tetapi untuk diamalkan sepenuh hati dalam keseharian. Allah subhānahu wa ta‘ālā berfirman:

﴿إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ، أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ﴾
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dengan membawa kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih dari syirik.” (QS. Az-Zumar: 2–3)

Al-Qur’an diturunkan dengan haq (kebenaran), bukan untuk dipamerkan, tapi untuk menyucikan niat, membenarkan ibadah, dan memperbaiki amal. Amal menjadi tolok ukur utama keberhasilan seorang hamba, bukan banyaknya ilmu yang dimiliki. Perhatikan bagaimana Allah menegaskan balasan akhirat bukan berdasarkan pengetahuan, tapi berdasarkan amal perbuatan:

﴿جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾
“Sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Wāqi‘ah: 24)
Bukan:
﴿جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْلَمُونَ﴾
“Sebagai balasan atas apa yang telah mereka ketahui.”

Ilmu yang tidak membuahkan amal adalah ilusi kesalehan. Bahkan dalam banyak ayat, Allah mencela orang-orang yang pandai berkata, tetapi kosong dari pelaksanaan. Allah menegur keras Bani Israil dalam firman-Nya:

﴿أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ﴾
“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan diri kamu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab? Tidakkah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah: 44)

Begitu pula, Allah menegur kaum mukminin yang tak selaras antara kata dan perbuatan:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ، كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ﴾
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Sangatlah besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaf: 2–3)

Menuntut ilmu itu mulia, tapi yang membuatnya bernilai adalah bila ilmu itu melahirkan ketundukan, ibadah, dan perubahan hidup. Ilmu adalah peta, sedangkan amal adalah perjalanan. Apa gunanya peta yang indah kalau kita tak pernah melangkah? Apa faedahnya menguasai banyak dalil jika tidak membawa kita lebih takut pada Allah, lebih rendah hati di hadapan manusia, dan lebih rajin dalam amal saleh?

Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah—seorang ulama besar yang dulunya perampok dan kemudian menjadi waliyullah karena keikhlasan dan amalnya—pernah berkata dengan tajam:

لاَ يَزَالُ العَالِمُ جَاهِلاً بِمَا عَلِمَ حَتَّى يَعْمَلَ بِهِ، فَإِذَا عَمِلَ بِهِ كَانَ عَالِمًا
“Seorang yang berilmu itu sejatinya masih jahil terhadap apa yang ia ketahui sampai ia mengamalkannya. Ketika ia mulai mengamalkan ilmunya, barulah ia layak disebut alim (orang berilmu).” (‘Awa’iqut Thalab, hlm. 6)

Betapa banyak kita jumpai orang yang telah bertahun-tahun menuntut ilmu syar’i, menghadiri kajian, membaca buku-buku tebal, tetapi amalannya masih stagnan—shalat fardunya masih bolong, akhlaknya terhadap orang tua masih kasar, lisannya terhadap sesama masih menyakitkan, bahkan semangat mencari pujian manusia masih lebih besar daripada mencari ridha Allah.

Inilah bentuk kegagalan ruhani yang tak boleh diremehkan. Jangan sampai ilmu yang seharusnya membimbing ke surga justru menjadi hujjah yang menyeret ke neraka. Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“إن أشد الناس عذابا يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه”
“Sesungguhnya orang yang paling keras azabnya di hari kiamat adalah seorang alim yang ilmunya tidak bermanfaat baginya.” (HR. Ad-Dailami)

Sungguh, yang dibutuhkan bukan sekadar hafalan dalil, tapi kerendahan hati untuk melaksanakan tuntunan. Bukan sekadar banyaknya catatan, tapi keberanian untuk memulai perubahan. Dan bukan sekadar logika yang tajam, tapi jiwa yang takut pada hisab.

Semoga Allah ta‘ala menjadikan kita penuntut ilmu yang ikhlas dan jujur. Yang selalu mengaitkan setiap ilmu dengan amal, dan menjadikan setiap amal sebagai sarana mendekat kepada-Nya. Semoga kita dilindungi dari ujian merasa cukup hanya dengan mengetahui, tanpa menjalani. Semoga setiap tambahan ilmu membawa tambahan iman dan amal.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ عِلْمَنَا حُجَّةً لَنَا، وَلَا تَجْعَلْهُ حُجَّةً عَلَيْنَا
“Ya Allah, jadikanlah ilmu kami sebagai hujjah yang membela kami (di akhirat), dan jangan Engkau jadikan ia sebagai hujjah yang memberatkan kami.”

Dugaan Kekerasan terhadap Pemain Oriental Circus Indonesia, Kemenkumham Turun Tangan

JAKARTAMU.COM | Sejumlah mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) mengungkapkan pengalaman pahit mereka selama bekerja di sirkus tersebut, termasuk...
spot_img

More Articles Like This