JAKARTAMU.COM | Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Budi Setiawan, mengapungkan kembali istilah “Turki Muda” terhadap tokoh-tokoh tertentu Muhammadiyah. Hal ini ia sampaikan dalam pengajian rutin Malam Selasa.
Budi Setiawan menjelaskan tentang pengaruh tokoh-tokoh ‘Turki Muda’ dalam sejarah gerakan Muhammadiyah. Ia mengingatkan pentingnya menghargai peran tokoh-tokoh ‘Turki Muda’ dalam Muhammadiyah, yang dikenal sebagai pembawa semangat modernisasi dan pembaruan Islam.
Di antara tokoh Muhammadiyah berjuluk ‘Turki Muda’ adalah Kiai Fakhrudin, Kiai Sudja, Kiai Bagus Hadikusumo, Kiai Hadjid, serta terkadang juga Kiai Mukhtar.
Istilah ‘Turki Muda’, kata Budi, bukan hanya sekadar label, melainkan mengandung sejarah dan nilai filosofis yang erat kaitannya dengan perkembangan Muhammadiyah.
Hal ini merujuk pada masa sekitar 1915, saat gerakan Turki Muda di Turki turut memengaruhi semangat modernisme dan pembaruan Islam di Indonesia.
Gerakan Jön Türkler atau Turki Muda ini merupakan kelompok oposisi luas di akhir Kekaisaran Ottoman. Keberhasilan mereka mencapai puncaknya ketika Mustafa Kemal Ataturk berhasil meruntuhkan kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1926, yang turut memengaruhi pemikiran Islam progresif di Indonesia.
Mustafa Kemal Ataturk, sosok kontroversial dengan kebijakan dearabisasi di Turki, menurut Budi, pernah menjadi inspirasi bagi kalangan pembaruan Islam di Indonesia, termasuk Muhammadiyah.
Ia menjelaskan bahwa sebelum kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menyebarkan pandangan negatif tentang Ataturk, sosoknya masih dipandang sebagai tokoh pembaruan yang berani melakukan transformasi besar di dunia Islam.
Bahkan, dalam beberapa buku Muhammadiyah, pengaruh Mustafa Kemal terhadap gagasan modernisasi Muhammadiyah kerap disebutkan. “Namun, cerita-cerita keliru seperti bahwa makam Mustafa Kemal berbau busuk adalah sekadar hoaks. Faktanya, bangsa Turki tetap menghormati jasa-jasa beliau,” tambah Budi sebagaimana dikutip laman resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Senin (4/11).
Mengulas lebih jauh, Budi menuturkan bahwa pengaruh Turki Muda terasa hingga di kalangan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang mengenakan fez atau tarbus merah ala Turki, simbol kebanggaan modernitas pada masa itu.
“Dulu, memakai tarbus Turki adalah simbol orang modern. Kiai Dahlan dan beberapa tokoh lain, seperti Kiai Fakhrudin, Kiai Sudja, Kiai Bagus Hadikusumo, dan Kiai Hadjid, dengan bangga mengenakannya,” terang Budi.