JAKARTAMU.COM | Islam semakin kuat ketika di Asia Kecil orang-orang Turki membentuk suatu gerakan nasionalisme Turki. Hasil dari munculnya gerakan ini adalah berdirinya suatu pemerintahan Turki baru atas dasar gerakan Turki Muda.
Seiring dengan munculnya gerakan Turki baru ini, di wilayah koloni Hindia Belanda, berdiri Sarekat Islam dan munculnya sebuah pergerakan Islam lain yang lebih terorganisir.
Sejumlah organisasi keagamaan telah didirikan pada dekade kedua abad XX ini telah menyebarkan pengaruhnya ke segala penjuru secara langsung dan cepat.
Melalui organisasi ini muncul koran dan/atau majalah yang sekaligus merupakan terompet organisasi. Dampak dari munculnya koran dan majalah milik organisasi ini memiliki peranan yang sangat besar dalam mempengaruhi pergerakan organisasi yang lebih besar.
BACA JUGA: Kisah Perjuangan KH Ahmad Dahlan Membendung Zending Kristen
Hal ini terbukti tatkala para tokoh Sarekat Islam kembali mengungkapkan aspek agama pada organisasi ini dan pada prinsipnya menuntut pengusiran orang-orang komunis dari pengikut Sarekat Islam dengan dalih tidak adanya unsur keagamaan pada Marxisme.
Bercermin dari gerakan Turki Muda, gerakan yang bersifat keagamaan maju dengan pesatnya, disertai dengan munculnya pandangan-pandangan modern tentang Islam.
Prof. Dr. Djoko Marihandono dalam buku “KH Ahmad Dahlan (1868 – 1923)” bab “Muhammadiyah di Era Kolonial: Antara Pro dan Kontra” menyebut Muhammadiyah memainkan peranan penting dalam perkembangan Islam modern di Yogyakarta.
Hal ini tampak jelas dengan didirikannya sekolah keagamaan pertama yang dikelola olah Muhammadiyah.
BACA JUGA: KH Ahmad Dahlan Mengubah Kauman: Kisah Berdirinya Masjid-Masjid Perempuan
Sejak awal KH Ahmad Dahlan menjadi penasihat Sarekat Islam Yogyakarta dan melalui tindakannya yang tegas dan terarah, idenya muncul pada rapat-rapat Sarekat Islam di Pakualaman dan juga di kalangan para utusan Centraal Sarekat Islam yang dibentuk pada rapat-rapat tersebut.
Kiai Haji Dahlan tampil sebagai sosok dengan pandangan agamanya yang modern, suatu pandangan yang dapat dijumpai juga di kalangan pengikut Turki Muda.
Dia mampu bertahan karena didorong oleh semangatnya yang terus menerus konsisten yang diterima juga oleh tokoh gerakan rakyat yang menggunakan Islam sebagai sarana terdepan dalam propagandanya.
Orang-orang yang berpandangan modern ini memahami benar bahwa tidak mungkin ada kehidupan bersama sekarang ini tanpa pandangan bebas terhadap aturan-aturan yang dimaksudkan. Tidak mungkin agama bisa bertahan apabila cara memandangnya terlalu sempit.
Djoko Marihandono mengingatkan bahwa ajaran Kristen, hukum Kanonik Gereja, juga menerapkan kondisi modern dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.
BACA JUGA: Membaca Pengajaran KH Ahmad Dahlan: Menolak Mistik Sufi
Kiai Ahmad Dahlan menganut ajaran agama Islam modern, memiliki kepribadian yang sangat damai, yang berbeda dengan umat Islam yang memandang setiap non-Muslim sebagai lawan.
Dari pandangan terakhir ini bisa dilihat sejumlah contoh dan tipe dari orang Batavia yang tampil sebagai haji, yang melewatkan malam-malamnya dalam pertemuan agama dibandingkan dengan seorang Islam yang tidak saleh.
Orang yang tidak saleh itu akan dicap sama dengan hewan berkaki empat.
Djoko Marihandono mengatakan sikap radikal ini pada umat Islam begitu besar seperti halnya terjadi pada banyak orang Kristen. Mereka jarang saling berkomunikasi.
“Kenyataan tentang dominasi atas suatu bangsa yang mayoritas Islam oleh kelompok Kristen minoritas memunculkan permasalahan tersendiri yang diungkapkan dengan kebencian yang naïf sebagai akibat kondisi tersebut,” katanya.
Sudah dapat diduga bahwa pembentukan suatu bangsa dengan umat Islam, Kristen dan Budha yang bisa hidup saling berdampingan dihambat oleh kenyataan adanya pengikut yang besar dari agama tertentu.
BACA JUGA: KH Ahmad Dahlan: Semua Karya yang Baik, Tanpa Komitmen Kepada Ajaran Islam Akan Sia-Sia
Oleh karena itu untuk masa depan, yang penting adalah arah Muhammadiyah yang damai dan memberikan hak kepada pemeluk agama lain dan tidak terlalu menonjolkan Islam.
Islam versi Kiai Dahlan adalah agama yang dianut di suatu negara yang dihuni oleh banyak non-Muslim tanpa memberikan dorongan atau kekhawatiran pada minoritas.
Pertumbuhan organisasinya sangat dihargai dan bantuan bagi organisasinya oleh orang-orang bumi putera yang mengharapkan adanya bangsa yang terstruktur dengan rapi menjadi faktor utama untuk mencapai keinginan mereka.
Muhammadiyah berjalan dengan tenang tanpa mengganggu kondisi keamanan yang saat itu telah terjamin, mempunyai sarana yang diatur dengan baik, meskipun pada saat itu tampaknya kasnya tidak terlalu besar dan orang menanti terpenuhinya janji yang disampaikan pada setiap rapat tahunan untuk kembali mendapatkan sarana yang lebih banyak.
Pada akhir Maret 1923 kongres diadakan. Saat itu disesalkan bahwa KH Ahmad Dahlan, setelah sakit lama, menghadap kepada Tuhannya dan organisasi itu kehilangan sosok pimpinannya.
Rapat Tahunan Pertama Muhammadiyah
Tatkala diselenggarakan rapat tahunan pertama Muhammadiyah, ribuan orang hadir dalam rapat itu tampak Dr. Schrieke duduk di meja pengurus, sementara lima puluhan anggota wanita organisasi ini mengikutinya dari belakang ruangan.
BACA JUGA: Kisah Sri Sultan Hamengkubuwono IX Mematikan Lampu ketika KH Ahmad Dahlan Bertamu
Tampak tiga orang utusan dari Sumatera yang tampil dengan baju khas mereka. Tampak pula tokoh organisasi yang mewakili cabang Yogyakarta, Kepanjen, Solo, Surabaya, Wonogiri, Srandakan dan Blora.
Ikut hadir dalam rapat pertama ini adalah para pejabat dari PPPB dan CMKP, Jong Java cabang Yogya, pengurus pusat PGB, para pejabat PU, SI Yogyakarta, pengurus pusat serikat sekolah guru dan sebagainya.
KH Ahmad Dahlan membuka rapat dengan sebuah kotbah dan kata sambutan, di mana dia menguraikan tentang Islam dan arti penting Muhammadiyah dalam dunia Islam.
Ia mengingatkan pada kisah Adam dan Hawa, pada konflik persaudaraan, dan menjelaskan bahwa tujuan Muhammadiyah adalah untuk menyelesaikan semua sengketa dan membuat semua kelompok Islam saling bergandengan tangan.
Ahmad Dahlan menganggap perang Eropa sebagai contoh pelecehan agama, dan ia mengharapkan hal itu tidak terjadi di Jawa, sehingga Jawa tetap selamat.
Dari aktivitas organisasi ini pada 1921, Komisaris Djojo Soegito melaporkan bahwa rencana yang telah dipikirkan sebagian telah dilaksanakan, yaitu pendirian sebuah sekolah guru Islam, pemberian bantuan kepada fakir miskin dan anak yatim, pelaksanaan pekerjaan umum menurut model Barat.
Setelah itu seorang anggota panitia rapat tahunan menyampaikan bahwa kali ini tidak ada ‘hidangan yang diedarkan karena kekurangan uang kas”. Sebagai gantinya, telah disediakan sebuah buffet, para peserta dapat membeli makanan di sana.
BACA JUGA: Kristen Muhammadiyah Sudah Terjadi sejak KH Ahmad Dahlan
Laporan tahunan dari sekretaris M. Koesni selama 1921 menyebutkan bahwa cabang perpustakaan menerima sumbangan buku-buku berbahasa Arab dan Jawa, cabang propaganda menjangkau seluruh Hindia dan Mekkah, cabang fakir miskin mendirikan sebuah rumah pelayanan, ada empat sekolah dan sebuah sekolah guru yang akan dibentuk, cabang dana menerima lebih dari f 6000 dari para donatur, cabang perumahan mendirikan kantor dan langgar, cabang haji mendesak pemerintah dan pihak lain yang terkait agar mengambil langkah-langkah untuk menekan biaya perjalanan.
Pada sore hari pertama sebelum rapat dimulai, diadakan demonstrasi kepanduan dan sepakbola bagi para peserta rapat.
Pada petang harinya, dilakukan pemilihan pengurus yang baru. Hasil dari pemilihan pengurus adalah sebagai berikut: – H.A. Dahlan sebagai ketua; – Moh. Koesni sebagai sekretaris; – R. Ng. Djojo Soegito, K. Fachrodin, M. Mochtar, R.M. Prawirowiworo, M. Abdullah, M. Amadbadar, M. Singgih, R. Darmosewojo dan R. Brahim sebagai anggota pengurus.
Setelah pemilihan pengurus selesai, Djojo Soegito memberikan ceramah tentang sekolah guru bumi putera, yang saat itu bentuknya masih sangat primitif.
BACA JUGA: Perjuangan KH Ahmad Dahlan di Bidang Pendidikan: Dituduh Muktazilah Dianggap Murtad
Ruang kelas perlu diperluas, diharapkan ada bantuan dari orang-orang Islam yang mapan. Mereka akan dimintai dukungan moral atau bahkan keuangan.
Kemudian H. Djoelani berbicara tentang kebutuhan seorang dokter. Seorang siswa Muhammadiyah dikirim ke Tasikmalaya untuk dididik menjadi seorang mantri perawat, akan tetapi kondisinya kurang memadai.
Rapat memutuskan dengan menyanggupi pemberian bantuan untuk menyediakan seorang dokter sendiri.
Laporan berikutnya disampaikan oleh bendahara. Ia menguraikan sejarah cabang keuangan, dimulai dari sebuah organisasi yang sangat kecil yang saling membantu, kemudian cabang itu tumbuh menjadi cabang yang kuat. Cabang itulah yang kini bernama Takwimudin.
Apakah Islam memerlukan pembaharuan?
Pada rapat tahunan organisasi Muhammadiyah ini, telah dijelaskan hal yang sangat menarik. Suatu permasalahan penting yang saat itu makin banyak dipertanyakan orang adalah apakah Islam memerlukan pembaharuan.
BACA JUGA: Tujuan Pendidikan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan: Jadilah Kiai yang Maju
Pertanyaan penting tersebut bisa dianggap sebagai gejala kerohanian yang menarik dalam kehidupan keagamaan di Jawa. Ada suatu kelompok yang menyatakan bahwa “Islam modern tidak lagi bisa dianggap sebagai Islam”, suatu pandangan yang memberikan alasan dan menimbulkan polemik di dunia karena begitu banyak perbedaan pandangan baik Hindia Belanda maupun di tempat lain.
Diharapkan umat tidak memandang Islam modern sebagai suatu ajaran, seperti telah dijelaskan pada penganut aliran ultra-modern.
Sebaliknya ditegaskan bahwa Islam modern bertumpu pada dasar keagamaan dengan unsur-unsurnya yang berkembang. Ajaran agama dalam praktiknya harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri sesuai dengan perubahan zaman, seperti yang ditunjukkan oleh banyak contoh dalam sejarah.
Hal ini juga terjadi dengan agama Islam?
Tahun-tahun terakhir ini menunjukkan bahwa Islam telah memasuki suatu periode yang menunjukkan modernisme Islam yang sebelumnya tidak pernah diduga. Suatu gejala yang sering disebut orang sebagai kebangkitan Asia, menunjukkan bahwa para pemimpin rakyat berdiri di luar gerakan Islam.
Juga di bidang agama beberapa kali muncul tanda-tanda emansipasi, semakin lama semakin jelas di berbagai tempat, yang berlangsung hingga saat itu.
BACA JUGA: KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Tidak Alergi terhadap Politik
Mereka ini tidak saling melakukan kontak, yang membuktikan bagaimana gerakan Islam modern telah menjadi pertanda zaman.
Perbedaan prinsip antara kelompok Islam ortodoks dan modern telah terjadi. Kelompok Islam ortodoks ternyata telah kehilangan kontak langsung dengan Al Qur’an.
Islam Ortodoks telah melantunkan ayat-ayatnya namun tidak memahami maknanya. Apa yang digunakan sebagai pedoman adalah kitab-kitab hukum yang berdasarkan pada Qur’an dan contoh Nabi.
Sampai tahun 200 kalender Islam, ajaran Islam bertumpu pada kitab hukum ini, di mana sejumlah sekolah menentukan arahnya, seperti aliran Syafii yang diikuti di wilayah Hindia Belanda ini.
Dua kitab hukum dikenal oleh aliran Syafii yang kembali menarik banyak komentar. Namun belakangan ini tidak banyak lagi perbedaan dengan dasar hukum yang disebutkan dalam kitab itu.
Atas dasar kitab hukum ini berbagai pemikiran dan kebiasaan baru berkembang, misalnya ada penghormatan kepada tempat-tempat suci yang kini dimasukkan sebagai bagian dari ajaran Islam.
Dahulu pesta kelahiran Nabi tidak dirayakan. Kebiasaan itu sekarang disahkan dan dipertahankan. Kini zaman sudah memasuki pada Islam modern.
Tipe dari modernisme adalah bahwa mereka bukannya tanpa mau mempertahankan penerimaan kondisi perbudakan lama sebagai kebiasaan yang ada, melainkan akan menyelidikinya, hampir sama dengan Protestanisme yang melakukan penelitian atas Injil.
Ini diterapkan dalam berbagai hal dari kehidupan sehari-hari. Suatu contoh, pada 1910, dari kondisi ini kebangkitan agama biasanya berlangsung bersamaan dengan kebangkitan sosial dan ekonomi yang di Sumatra Barat menjadi suatu persoalan.
Dalam bersembahyang harus dikatakan apa “tujuan”nya, yang merupakan perumusan dari apa yang dilakukan oleh ummat. Masalah ini banyak dihembuskan.
Aliran Syafii menganggap perlu untuk mempertajam tujuan itu. Kelompok modernis menyelidiki bahwa Nabi tidak pernah melakukannya.
Apabila orang ingin mencapai tujuan ini, pendukungnya menyatakan, mereka harus mempertajam pikirannya. Namun kelompok modernis melakukan pendekatan.
Bila Nabi tidak melakukannya ummat juga tidak perlu melakukannya. Banyak brosur disebarkan yang memuat tentang persoalan ini di mana kelompok modern tetap berpegang pada pandangan itu.
Suatu contoh lain yang diketahui sebagai tindakan yang diberkati adalah membacakan sejarah kelahiran dan kehidupan nabi-nabi pada peringatan kelahiran Nabi Muhamad.
Apabila dalam kisah kelahiran ini diungkapkan: selamat datang, ada kebiasaan para hadirin berdiri sebagai tanda penghormatan kepada Nabi.
Kaum modernis menemukan bahwa Nabi tidak pernah menghendaki bila orang berdiri di depannya. Karena itu mereka tidak akan berdiri apabila hanya untuk menyebut nama Nabi.
Juga mengenai sejarah Maulud yang berulang kali muncul dalam sejarah Islam, banyak diperdebatkan. Pada abad XIX muncul konflik di kalangan orang-orang Arab yang tinggal di Jawa. Mereka mempertanyakan apakah mereka itu keturunan Sayid atau bukan Sayid.
Selanjutnya kelompok modern tidak mau melakukan penghormatan di tempat-tempat suci. Jadi Islam modernis tidak mau berdoa di makam suci. Mereka juga menolak persaudaraan mistik ummat Islam yang ada di beberapa tempat.