JAKARTAMU.COM | Dalam situasi yang semakin memprihatinkan, dua warga Palestina, termasuk seorang anak berusia lima tahun, tewas dalam serangan Israel di Gaza, meskipun gencatan senjata telah disepakati. Serangan ini terjadi saat ribuan warga Palestina berusaha kembali ke rumah mereka di bagian utara Gaza.
Nadia Mohammed al-Amoudi, anak malang berusia lima tahun, menjadi korban setelah tentara Israel menggempur sebuah kereta kuda di al-Jisr, dekat kamp pengungsi Nuseirat. Dalam insiden tersebut, tiga orang lainnya juga mengalami luka-luka. Selain itu, tembakan dari pasukan Israel melukai seorang nelayan di pesisir, dan serangan drone juga melukai seorang warga sipil lainnya di dalam Gaza.
Serangan berlangsung ketika ribuan warga Palestina mulai kembali ke utara Gaza. Kepulangan warga Palestina terjadi setelah pembukaan Koridor Netzarim oleh pasukan Israel, setelah sempat tertunda penundaan selama dua hari. Menurut Kantor Media Pemerintah Gaza, lebih dari 300.000 orang yang terpaksa mengungsi telah melintasi perbatasan dari selatan ke utara.
“Selamat datang di Gaza,” menjadi tulisan yang terpampang di sebuah spanduk baru yang digantung di atas jalan setapak di depan gedung yang runtuh di Kota Gaza.
Lamees al-Iwady, seorang perempuan berusia 22 tahun, mengungkapkan perasaannya setelah kembali ke Kota Gaza setelah beberapa kali mengungsi. “Ini adalah hari terbahagia dalam hidup saya. Saya merasa jiwa dan kehidupan saya kembali. Kami akan membangun rumah kami kembali, meskipun dengan tanah dan pasir,” ungkapnya dengan semangat.
Antrean Panjang dan Ketidakpastian
Laporan Al Jazeera oleh Hani Mahmoud dari Jalan Salah al-Din di Gaza menunjukkan bahwa orang-orang terus berdatangan ke utara selama dua hari berturut-turut. Mereka harus menunggu dalam antrean yang sangat panjang selama berjam-jam, meskipun mereka tahu kehancuran yang menanti di depan mata.
“Orang-orang yang telah kembali ke utara telah memberi tahu anggota keluarga dan kenalan mereka di sini bahwa mereka kembali ke suatu tempat yang hancur lebur. Tidak ada yang tersisa di sana, tidak ada kebutuhan dasar untuk bertahan hidup,” lapor Mahmoud.
Namun, semangat juang warga Palestina tetap terlihat. Seorang pria yang kembali ke utara menegaskan tekadnya untuk membangun kembali rumahnya, “Saya kembali ke rumah, saya tahu rumah saya telah rata dengan tanah. Saya berduka atas orang-orang yang saya cintai yang hilang, tetapi kami memberi tahu seluruh dunia: Kami tetap teguh di tanah air kami.”
Seorang warga Palestina lainnya menambahkan, “Saya telah menunggu dalam antrean panjang ini sejak pagi buta. Kami semua di sini mencoba mendapatkan roti, kami menunggu berjam-jam. Saya berharap lembaga bantuan mendirikan lebih banyak posko pembagian roti, dengan begitu tidak banyak orang yang menunggu, hanya untuk mendapatkan sepotong roti.”
Kembalinya warga Palestina ke utara Gaza membawa mereka pada kenyataan pahit dari kerusakan akibat lebih dari satu tahun perang. Menurut Pemerintah Gaza, dibutuhkan 135.000 tenda dan karavan untuk menampung keluarga-keluarga yang kembali.
Di tengah kehancuran dan kesulitan, semangat untuk membangun kembali tetap membara di hati masyarakat Gaza. Dunia internasional kembali dihadapkan pada tanggung jawab moral untuk membantu warga Palestina membangun kembali kehidupan mereka.
Sumber : Al-Jazeera