Minggu, Februari 23, 2025
No menu items!

Istri Syeikh Ibnu Hajar: Antara Zamzam dan Dinar (10)

Must Read

Racun dan Karomah

Oleh: Sugiyati

Syeikh Ibnu Hajar masih berdiri di tepi sumur Zamzam, surat yang baru dibaca tergenggam erat di tangannya. Nama Imam Al-Zahir yang tertulis di sana bagaikan petir yang menyambar dalam benaknya. Tidak ada jalan mundur sekarang, ia tahu, langkah ini telah membawa dirinya ke pusat dari segala perhitungan dan pengkhianatan yang selama ini ia coba hindari.

Istri Ar-Ramli memandanginya dengan senyuman yang teramat sinis. “Kau pikir bisa keluar dari ini dengan mudah, Syeikh?” katanya, suaranya penuh dengan ejekan. “Semua ini bukan hanya tentang dirimu. Ini tentang kekuasaan yang lebih besar, dan kau sudah masuk ke dalamnya lebih dalam daripada yang bisa kau bayangkan.”

Syeikh memalingkan wajahnya, tatapannya tajam seperti pedang. “Kau terlalu percaya diri, Istri Ar-Ramli. Jangan terlalu yakin, karena setiap permainan ada yang bisa mengubah takdirnya.”

Namun, tanpa diduga, sebuah suara halus datang dari belakang mereka. “Benar, Syeikh.”

Syeikh terkejut. Dengan cepat ia berbalik, dan di sana, berdiri sosok yang selama ini ia anggap hilang—seorang murid yang telah lama pergi, seorang murid yang ia anggap telah meninggal: Santri Azzam.

“Santri Azzam…?” Syeikh bergumam, matanya membelalak tak percaya.

Santri Azzam, yang kini terlihat lebih matang dan berbeda, berjalan mendekat. Ia tersenyum tipis, namun ada sesuatu yang aneh dalam tatapannya. “Aku tidak mati, Syeikh,” jawabnya dengan suara yang tenang. “Aku hanya sedang menjalankan tugas yang lebih besar, jauh di luar yang kau bayangkan.”

“Apakah ini semua rencanamu?” tanya Syeikh, suaranya penuh amarah. “Apakah kau bagian dari persekongkolan ini?”

Santri Azzam mengangguk pelan. “Aku diutus untuk membantu mengatur segala sesuatu yang terjadi, Syeikh. Semua ini bagian dari sebuah rencana yang lebih besar.”

Syeikh merasa hatinya hancur. Tidak hanya dirinya yang dikhianati, tapi juga seluruh keyakinannya selama ini—apa yang ia percayai sebagai jalan kebenaran, kini mulai terbelah.

Tapi sebelum ia bisa melontarkan kata-kata lain, tiba-tiba tubuhnya terasa lemas. Pandangannya mulai kabur, dan kesadarannya mulai memudar. Syeikh berusaha untuk tetap berdiri, namun tubuhnya terasa berat, seolah dunia ini sedang berputar sangat cepat.

“Apa yang kau lakukan pada saya?” tanya Syeikh dengan suara serak.

Santri Azzam tersenyum dingin, lalu menunjukkan segelas air yang ia pegang. “Racun ini tidak mematikan, Syeikh,” jawabnya pelan. “Tapi cukup untuk membuatmu kehilangan ingatan.”

Syeikh merasa tenggorokannya mengering, napasnya semakin terengah-engah. Ia mencoba untuk berbicara, tetapi kata-kata itu tidak keluar. Semua mulai gelap.

Namun, di saat itulah, sesuatu yang luar biasa terjadi. Dalam kegelapan yang menyelimuti dirinya, Syeikh merasakan sebuah cahaya lembut. Cahaya itu datang bukan dari dunia ini, melainkan dari dalam dirinya. Cahaya itu bagaikan sinar matahari yang memancar dari dalam sumur Zamzam, membawa ketenangan dan kekuatan yang tak terlukiskan.

Syeikh merasakan tubuhnya bangkit, seolah segala kelemahan yang melanda telah hilang begitu saja. Ia mengangkat wajahnya, dan di hadapannya kini berdiri sosok yang berbeda—seorang pria dengan pakaian putih bersih yang memancarkan cahaya.

“Aku tidak pernah meninggalkanmu, Syeikh,” suara itu terdengar begitu familiar, begitu dalam. “Ketika dunia ini mencoba untuk menggoyahkanmu, ingatlah bahwa karomah itu ada di dalam dirimu, dan hanya engkau yang bisa memilih untuk membangkitkannya.”

Syeikh terhenyak, hatinya dipenuhi ketenangan yang luar biasa. Ia tahu, meskipun racun itu telah mengalir dalam tubuhnya, karomah yang ia miliki lebih kuat dari apapun yang dapat dilakukan oleh musuh-musuhnya.

Santri Azzam yang berdiri di hadapannya, dengan senyuman sinisnya, tampak tak menyadari perubahan yang terjadi pada Syeikh. Ia hanya melihat dengan penuh kepercayaan bahwa racun itu akan menghancurkan Syeikh.

Namun, Syeikh membuka matanya, dan dengan suara yang penuh kekuatan, ia berkata, “Kekuatan yang kau kirimkan padaku tidak akan pernah bisa mengalahkan kekuatan yang ada di dalam diri seorang hamba yang benar-benar bertawakal kepada Allah.”

Tiba-tiba, tubuh Syeikh bersinar dengan cahaya yang begitu terang, mengusir kegelapan yang mengelilinginya. Santri Azzam terkejut, matanya terbelalak. “Apa yang terjadi?” ia berteriak, namun Syeikh tidak menjawab. Ia tahu, karomahnya kini kembali pulih sepenuhnya.

Syeikh mengambil langkah maju, dan dengan satu gerakan cepat, ia meraih gelas berisi racun yang diberikan kepadanya, melemparkannya jauh ke dalam sumur Zamzam. “Ini adalah ujian yang harus aku hadapi,” ucapnya dengan suara penuh wibawa. “Namun, dengan bantuan-Nya, aku akan melaluinya.”

Santri Azzam mundur, wajahnya memucat. “Kau… kau tak akan bisa menghindari takdirmu, Syeikh,” katanya, suaranya kini penuh ketakutan.

Namun, Syeikh tidak menggubrisnya. “Aku sudah mengetahui takdirku, Azzam. Dan takdir itu bukan milikmu untuk diatur.”

Dengan kata-kata itu, Syeikh melangkah maju, meninggalkan santri yang kini hanya berdiri terdiam, tanpa daya.

(Bersambung ke Seri 11 – Perjalanan Baru)

Kisah Sr. Colleta: Biarawati Katolik Lulus PPG di UMS, Merajut Harmoni dalam Dunia Pendidikan

JAKARTAMU.COM | Kisah Sr. M. Colleta AK, S.Pd., Gr., seorang biarawati Katolik yang berhasil menyelesaikan Pendidikan Profesi Guru (PPG)...

More Articles Like This