Jumat, April 18, 2025
No menu items!

Istri Syeikh Ibnu Hajar: Antara Zamzam dan Dinar (18)

Must Read

Pilihannya Terlambat

Oleh: Sugiyati

Ketegangan di udara semakin pekat, seiring pintu yang kini terkunci rapat di belakang mereka. Ruangan itu terasa semakin sempit, meskipun harta berlimpah memenuhi setiap sudut. Suara-suara gemerincing emas dan perhiasan seakan bersenandung, melodi yang memanggil-manggil jiwa mereka untuk terjerat lebih dalam. Namun, di tengah kilauan itu, hati mereka berdua terasa berat, dihimpit oleh keputusan yang semakin mendekat.

Syeikh memandang istrinya dengan tatapan penuh keprihatinan. “Istriku… ini adalah ujian yang sangat berat. Tapi kita tak bisa memilih dunia ini. Dunia ini hanya akan menyesatkan kita.”

Istrinya, yang sejak tadi terdiam, perlahan-lahan menoleh padanya. Ada kecemasan yang tampak di matanya, tetapi juga ada keraguan yang dalam. “Syeikh… aku hampir tidak bisa menghindar dari godaan ini. Semua ini begitu indah, dan aku merasa seperti terlepas dari segala beban.”

Syeikh menggenggam tangannya dengan lembut. “Jangan biarkan dunia ini membutakanmu, istriku. Semua ini adalah jebakan. Apa yang kita butuhkan bukanlah harta atau kemewahan, tapi kedamaian dan ketenangan yang hanya bisa kita temukan dengan iman.”

Namun, semakin dalam mereka tenggelam dalam perdebatan batin ini, semakin keras suara itu bergema di sekeliling mereka. “Apa lagi yang kalian tunggu? Semua ini milik kalian! Tidak ada yang bisa menghalangi kalian. Ambillah, dan kalian akan mendapatkan segala yang kalian inginkan.”

Istrinya mulai terhimpit oleh suara itu. Hatinya bergejolak, seolah-olah dua kekuatan yang saling bertentangan sedang berperang dalam dirinya. Di satu sisi, ia mendengar kata-kata suaminya yang penuh kebijaksanaan, namun di sisi lain, dunia ini, dengan segala pesonanya, memanggilnya untuk mengambil semua yang ada.

Syeikh merasakan kegelisahan itu, dan ia semakin khawatir. “Jangan ragu, istriku. Ingatlah siapa kita, apa yang telah kita jalani bersama. Dunia ini hanyalah fana. Tidak ada yang abadi, kecuali iman kita.”

Namun, saat ia berbicara, cahaya di ruangan itu semakin terang, seolah-olah memberi jalan bagi istrinya untuk mengambil salah satu dari harta yang berkilauan itu. Dan dalam sekejap, istri Syeikh, yang terpesona oleh kecantikan dunia ini, melangkah maju. Tangan terulur, ia menggenggam sebuah kalung berlian yang bersinar terang, seakan dunia itu merengkuhnya kembali dalam pelukannya.

Syeikh berdiri dengan gemetar, matanya penuh dengan kecemasan. “Istriku! Jangan lakukan itu!”

Tapi sudah terlambat. Ketika tangan istrinya menyentuh kalung itu, ruangan yang semula indah dan penuh cahaya tiba-tiba berubah. Harta yang berkilauan menjadi gelap, seolah-olah tertelan oleh jurang hitam yang tak terlihat. Cahaya yang semula menyinari mereka kini berubah menjadi bayangan-bayangan gelap yang menghantui setiap sudut ruangan.

Suara itu kembali terdengar, lebih dalam dan mengancam. “Kalian telah memilih. Sekarang, kalian akan merasakan konsekuensinya.”

Istri Syeikh terkejut, melepaskan kalung itu dan mundur beberapa langkah. “Apa yang terjadi? Syeikh… apa yang telah aku lakukan?”

Syeikh menarik istrinya ke dalam pelukannya, mencoba melindunginya dari bayang-bayang gelap yang mulai mengelilingi mereka. “Kita harus keluar dari sini, istriku. Jangan biarkan dunia ini menelan kita.”

Tetapi, seiring mereka berlari menuju pintu yang kini kembali tertutup, suara itu semakin memekakkan telinga, menggema di seluruh ruangan. “Tidak ada yang bisa melarikan diri. Kalian telah memilih, dan sekarang kalian harus membayar harga dari pilihan itu.”

Syeikh dan istrinya berhenti sejenak, terengah-engah, merasa terperangkap dalam dunia yang tiba-tiba berubah menjadi neraka yang nyata. Bayang-bayang hitam itu semakin mendekat, menutupi setiap harapan yang masih ada di hati mereka. Namun, dalam keputusasaan itu, Syeikh mengingat sesuatu yang sangat penting—sumur Zamzam.

Dengan suara tegas, Syeikh berkata, “Istriku, ingatlah sumur Zamzam. Hanya di sana kita bisa menemukan jalan keluar. Tidak ada yang bisa mengalahkan kekuatan air suci itu.”

Tanpa ragu, keduanya berbalik arah dan berlari menuju pintu yang sebelumnya mereka lewati. Namun, pintu itu kini terhalang oleh kekuatan yang lebih besar, seperti dinding tak terlihat yang membatasi mereka. Istri Syeikh merasakan keputusasaan yang semakin mendalam. “Syeikh… apakah kita bisa keluar dari sini?”

Syeikh menggenggam tangannya lebih erat, mencoba memberi kekuatan. “Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Percayalah, kita akan keluar dari sini.”

Dengan tekad yang semakin kuat, mereka berdua mencoba mencari jalan lain, meyakini bahwa hanya dengan kesabaran dan iman, mereka bisa mengatasi segala rintangan yang ada. Namun, semakin mereka berjuang untuk keluar, semakin mereka merasa ada yang menarik mereka kembali ke dalam ruangan itu—sebuah kekuatan yang hampir tak teratasi.

Apakah mereka akan berhasil keluar dari jebakan ini? Dan apakah mereka akan dapat mengatasi godaan dunia yang begitu besar?

(Bersambung ke Seri 19 – Akhir yang Tak Terduga)

Jusuf Kalla Sentil Hilirisasi Nikel ala Jokowi: Itu Kesalahan Fatal, Dosa!

JAKARTA, JAKARTAMU.COM | Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla akhirnya angkat bicara soal hilirisasi nikel yang selama ini dijual sebagai...
spot_img

More Articles Like This