Selasa, Maret 4, 2025
No menu items!

Istri Syeikh Ibnu Hajar: Antara Zamzam dan Dinar (19)

Must Read

Akhir yang Tak Terduga

Oleh: Sugiyati

Setiap langkah yang mereka ambil terasa semakin berat. Ruangan yang semula tampak indah dan penuh gemerlap kini terperangkap dalam kegelapan, dipenuhi bayang-bayang yang tak terjelaskan. Syeikh Ibnu Hajar menggenggam erat tangan istrinya, tetapi semakin kuat ia menariknya, semakin besar perasaan bahwa mereka semakin tersesat dalam labirin yang tak terlihat.

“Istriku, kita harus percaya pada Allah,” kata Syeikh dengan suara yang lembut, meski wajahnya menampilkan kerisauan yang dalam. “Sumur Zamzam adalah jalan kita. Percayalah, hanya dengan iman kita bisa keluar dari sini.”

Istrinya, yang mulai merasakan kehampaan di dalam hatinya, hanya bisa mengangguk. Tetapi, di balik matanya, ada keraguan yang membayang. “Tapi, Syeikh, apakah kita masih bisa kembali setelah semua yang terjadi?” katanya dengan suara yang serak, penuh keputusasaan.

Syeikh menatap istrinya dalam-dalam. “Kita harus kembali, istriku. Tidak ada jalan lain selain kembali ke jalan yang benar. Allah Maha Pengampun, dan hanya Dia yang bisa memberi kita petunjuk.”

Mereka berdua berhenti sejenak di tengah ruangan gelap, merasakan beratnya perjalanan ini. Bayang-bayang semakin mendekat, seolah ingin menelan mereka. Suara itu kembali, lebih keras dari sebelumnya. “Tidak ada jalan keluar dari sini. Pilihan kalian sudah dibuat, dan harga dari pilihan itu harus dibayar.”

Syeikh menutup mata sejenak, berdoa dalam hatinya. Dalam kesunyian itu, ia merasakan sebuah bisikan lembut di dalam hatinya—sebuah petunjuk yang datang dari kedalaman jiwa. Ia membuka matanya dan menatap istrinya dengan penuh keyakinan. “Istriku, aku tahu jalan keluar kita. Ikutlah aku.”

Tanpa ragu, mereka berdua mulai berjalan menuju dinding yang seolah tak bisa ditembus. Namun, saat langkah pertama mereka menginjak tanah, sesuatu yang luar biasa terjadi. Dinding itu mulai retak, dan dengan setiap langkah yang mereka ambil, kegelapan itu mulai terpecah.

Istrinya menatap Syeikh dengan mata yang terbuka lebar. “Apa yang terjadi? Apa yang kita lakukan?” tanyanya, suaranya bergetar karena takjub.

Syeikh menjawab dengan tenang, “Ini adalah karomah Allah, istriku. Ketika kita memutuskan untuk kembali pada-Nya, Allah akan memberi jalan keluar.”

Tiba-tiba, dari balik dinding yang hancur itu, muncul sebuah cahaya yang begitu terang. Cahaya itu menyinari seluruh ruangan, mengusir segala kegelapan dan bayang-bayang yang menyelimuti mereka. Istri Syeikh terperangah, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Mari, kita keluar,” kata Syeikh dengan suara yang mantap.

Mereka berdua berjalan melalui cahaya itu, meninggalkan dunia yang semula tampak indah namun memenjarakan mereka. Setiap langkah mereka terasa lebih ringan, dan mereka merasakan kedamaian yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Akhirnya, mereka tiba di luar ruangan, di sebuah tempat yang terasa penuh ketenangan.

Istrinya terengah-engah, seakan baru saja terlahir kembali. “Syeikh, apakah kita benar-benar bebas sekarang?”

Syeikh tersenyum, mengangguk. “Kita bebas, istriku. Tetapi kita harus belajar dari semua ini. Tuhan telah memberi kita kesempatan untuk kembali ke jalan-Nya. Kita harus tetap rendah hati, dan tidak terjebak dalam godaan duniawi.”

Namun, meskipun mereka berada di tempat yang penuh ketenangan, ada bayangan yang terus mengikuti mereka—sebuah kenangan yang tak mudah hilang. Mereka tahu bahwa dunia ini masih penuh dengan godaan, dan mereka harus menjaga diri agar tidak terjerumus lagi.

Istri Syeikh menatap Syeikh dengan mata yang penuh penyesalan. “Syeikh, aku terlalu tamak… terlalu tergoda oleh kemewahan. Aku hampir kehilangan diriku.”

Syeikh menggenggam tangannya dengan lembut. “Jangan menyesali masa lalu, istriku. Yang penting adalah kita belajar dari kesalahan kita dan terus berusaha menjadi lebih baik.”

Namun, meskipun kata-kata itu memberikan kedamaian, mereka berdua tahu bahwa mereka tidak akan pernah melupakan pengalaman ini. Mereka telah melalui cobaan yang begitu besar, dan meskipun mereka telah selamat, perjalanan mereka baru saja dimulai.

Dengan penuh keyakinan, mereka melangkah maju, siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang. Mereka tahu bahwa di depan mereka masih banyak ujian yang harus dihadapi, tetapi dengan iman dan kepercayaan pada Allah, mereka yakin dapat menghadapinya.

Saat langkah mereka semakin jauh, mereka tiba di sebuah sumur yang sangat dalam, yang airnya sangat jernih. Istri Syeikh menatap sumur itu dengan tatapan penuh arti. “Sumur Zamzam… apakah ini tempat kita menemukan kedamaian sejati?”

Syeikh menatap sumur itu dengan senyum penuh kebijaksanaan. “Ini adalah tempat kita menemukan jalan pulang. Kita telah melewati banyak ujian, tetapi hanya dengan kembali kepada Allah, kita dapat menemukan kedamaian sejati.”

Istri Syeikh menundukkan kepala, merasa damai. “Terima kasih, Syeikh. Aku telah menemukan jalan yang benar.”

Syeikh merangkul istrinya dengan penuh kasih sayang, dan mereka berdua berdiri di tepi sumur, memandang ke dalamnya dengan harapan. Semua yang mereka alami telah membawa mereka ke titik ini—ke sebuah tempat yang penuh ketenangan, dan dengan iman yang tak tergoyahkan, mereka siap untuk melanjutkan perjalanan hidup mereka bersama, apapun yang terjadi.

(Bersambung ke Seri 20 – Akhir Perjalanan)

Mendikti Brian Minta Dosen Perkuat Riset untuk Keluar dari Middle Income Trap

JAKARTAMU.COM | Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto menekankan pentingnya riset dan inovasi kepada para dosen....

More Articles Like This