Selasa, Maret 4, 2025
No menu items!

Istri Syeikh Ibnu Hajar: Antara Zamzam dan Dinar (20)

Must Read

Akhir Perjalanan

Oleh: Sugiyati

Perjalanan mereka telah membawa mereka ke titik yang penuh makna. Di tepi sumur Zamzam, Syeikh Ibnu Hajar berdiri dengan tenang, tatapannya menyatu dengan keheningan malam. Cahaya rembulan yang lembut menciptakan bayangan panjang di atas tanah yang masih basah, menyentuh hati yang lelah, namun penuh dengan pengharapan.

Istri Syeikh berdiri di sampingnya, menggenggam erat tangan suaminya. Meskipun perjalanan mereka penuh dengan cobaan, kebingungannya mulai mereda. Di hadapan sumur yang suci ini, ia merasakan kedamaian yang belum pernah ia temui sebelumnya. “Syeikh,” ucapnya perlahan, “apakah kita benar-benar akan meninggalkan semuanya? Semua yang kita perjuangkan, semua yang telah terjadi?”

Syeikh menatap sumur itu dengan tatapan penuh kebijaksanaan. “Kita tidak meninggalkan apa pun, istriku. Semua yang terjadi adalah bagian dari perjalanan kita menuju kedamaian sejati. Harta duniawi dan segala kemewahan itu hanyalah ilusi, yang pada akhirnya akan menjerat kita jika kita tak berhati-hati.”

Istri Syeikh menundukkan kepala, menyadari bahwa dalam perjalanan panjang ini, ia telah belajar banyak tentang diri sendiri dan dunia yang telah ia tinggalkan. “Aku telah belajar banyak, Syeikh,” katanya dengan suara yang berat, penuh penyesalan. “Aku terlalu tergoda oleh harta, oleh dunia. Aku hampir kehilangan diriku.”

Syeikh memegang dagunya dengan lembut, mengangkat wajah istrinya agar menatapnya. “Tidak ada kata terlambat untuk kembali, istriku. Kita semua diuji dalam hidup ini, dan tak ada yang lebih penting selain kembali kepada-Nya dengan penuh kesadaran.”

Di saat itu, terdengar suara gemerisik lembut dari arah sumur. Seperti suara bisikan yang datang dari kedalaman jiwa. Istri Syeikh menoleh, terkejut melihat sebuah timba yang terangkat sendiri dari dalam sumur. Dinar emas yang dahulu pernah mereka temui, kini berkilau kembali dalam sinar rembulan. Air dari sumur itu mengalir dengan tenang, membasahi tanah di sekelilingnya.

Syeikh menatap timba yang muncul tanpa ia sentuh, dan tatapannya berubah serius. “Dinar itu kembali, istriku,” katanya pelan. “Namun, kali ini bukan untuk kita. Dinar ini adalah ujian terakhir.”

Istri Syeikh terdiam. Hatinya berdebar. Dalam ketenangan sumur Zamzam, semua pilihan dan godaan dunia terwakili oleh timba yang berisi dinar itu. Apakah ia akan tergoda sekali lagi, ataukah ia akan melewati ujian terakhir ini dengan hati yang bersih?

“Ini adalah waktu untuk memilih,” kata Syeikh, suaranya menggema di udara malam. “Apa yang akan kau pilih, istriku? Harta dunia atau kedamaian sejati?”

Istri Syeikh menggenggam tangan suaminya dengan kuat. “Aku memilih kedamaian, Syeikh. Aku memilih kembali kepada-Nya.”

Dengan penuh keyakinan, ia melepaskan timba itu, membiarkannya tenggelam ke dalam kedalaman sumur yang suci. Dinar emas itu hilang, bersama dengan semua godaan yang pernah menyelimuti hatinya.

Syeikh tersenyum, penuh kebanggaan pada istrinya. “Itulah pilihan yang benar, istriku. Semuanya akan menjadi lebih baik. Allah selalu memberikan jalan bagi mereka yang tulus.”

Namun, di saat itu, kabut tipis mulai menggelayuti mereka. Sebuah cahaya terang muncul di kejauhan, mendekat dengan lembut, dan di hadapan mereka berdiri seorang pria berpakaian putih yang tampak begitu mulia. “Syeikh Ibnu Hajar, Istri yang setia,” suara pria itu terdengar jelas dan penuh ketenangan. “Kalian telah memilih jalan yang benar.”

Pria itu mendekat dan menatap mereka dengan senyum penuh kasih. “Kalian telah melalui banyak ujian, dan sekarang waktunya untuk beristirahat. Kalian telah kembali kepada jalan yang benar, dan kedamaian itu akan selalu menemani kalian.”

Syeikh dan istrinya menundukkan kepala, merasa lega dan damai. “Siapakah Anda?” tanya Syeikh dengan penuh rasa ingin tahu.

Pria itu tersenyum. “Aku adalah malaikat yang diutus untuk menyambut kalian. Allah telah menerima taubat kalian, dan kini saatnya untuk kalian melangkah menuju kehidupan yang baru, penuh dengan rahmat-Nya.”

Dengan itu, pria itu menghilang, meninggalkan mereka berdua dalam ketenangan yang sempurna. Hawa di sekitar mereka terasa sangat sejuk dan damai. Semua keraguan, semua rasa bersalah, dan semua beban yang pernah ada telah terangkat.

Syeikh Ibnu Hajar menggenggam tangan istrinya sekali lagi. “Kita telah sampai di akhir perjalanan kita, istriku,” katanya dengan lembut. “Namun, ini bukan akhir dari hidup kita. Ini adalah awal dari perjalanan baru yang lebih suci, lebih tenang, dan lebih dekat dengan Allah.”

Istrinya menatap suaminya dengan penuh cinta dan rasa syukur. “Terima kasih, Syeikh. Karena kau, aku bisa menemukan jalan kembali.”

Mereka berdiri bersama, menyaksikan sumur Zamzam yang kini tampak lebih suci, lebih bersinar. Tidak ada lagi godaan duniawi, hanya ada kedamaian dan ketenangan yang mengalir melalui hati mereka. Mereka telah memilih jalan yang benar, dan dengan itu, mereka siap melanjutkan hidup, bersama Allah yang Maha Pengasih.

Akhir Perjalanan.

Libur Idulfitri Sekolah Ditambah Seminggu

JAKARTAMU.COM | Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengungkapkan perubahan jadwal pembelajaran selama Ramadan, termasuk perubahan libur...

More Articles Like This