Rabu, Februari 5, 2025
No menu items!

Jauhi Israf, Habiskan Air Minummu!

Must Read

COBA perhatikan setiap kali sebuah acara besar selesai. Kampanye, hajatan pernikahan, tablig akbar, reuni, seminar, bahkan pengajian, petugas kebersihan selalu membereskan sisa-sisa botol atau gelas air minum kemasan yang masih terisi. Tak jarang, sisa air itu bukan hanya seperempat, melainkan setengah botol atau gelas.

Sadar atau tidak, Kebiasaan yang tampaknya sepele ini sebenarnya pemborosan yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Banyak orang mengambil sebotol atau segelas air untuk meminum hanya seteguk, lalu meninggalkan sisanya begitu saja. Apakah ada yang mau meminum air bekas tersebut? Jawabannya tentu tidak. Akhirnya, air layak minum itu terbuang percuma.

Padahal, di belahan dunia lain, banyak orang harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk mendapatkan setetes air bersih. Sebuah ironi yang seharusnya menyadarkan kita agar lebih bijak dalam menggunakan sumber daya.

Larangan Bersikap Boros dalam Islam

Dalam Islam, perilaku boros atau israf merupakan sesuatu yang dikecam. Al-Qur’an menegaskan larangan ini dalam firman-Nya:

۞ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Hadis Nabi pun menegaskan bahwa sikap berlebihan dalam konsumsi merupakan tindakan yang tidak dianjurkan:

عن أنس بن مالك رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من الإسراف أن تأكل ما اشتهيت

“Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Salah satu ciri berlebihan (al-israf) adalah ketika seseorang makan setiap yang ia inginkan.” (HR. Ibnu Majah No. 3345)

Maka, ketika kita menyia-nyiakan air minum, sadarilah bahwa kita bukan hanya sedang membuang sesuatu yang berharga, tetapi juga melakukan perbuatan yang tidak disukai Allah.

Sebagai tuan rumah, terutama dalam acara besar yang mengundang tamu-tamu penting, sudah menjadi kebiasaan untuk menyediakan makanan dan minuman dalam jumlah cukup. Namun, di sisi lain, sebagai tamu yang memiliki kesadaran moral, kita harus menghargai apa yang telah disediakan.

Jika kita tidak benar-benar haus, lebih baik menahan diri hingga tiba di rumah. Namun, jika kita memang ingin minum, habiskanlah airnya. Jika masih ada makanan atau minuman yang belum disentuh, bawalah pulang untuk keluarga. Dengan begitu, kita tidak ikut andil dalam perbuatan israf.

Allah bisa saja mencabut nikmat air bersih dari kita akibat kebiasaan boros ini. Banjir, kekeringan, dan berkurangnya sumber daya alam bisa menjadi bentuk peringatan atas perbuatan kita.

Di negara-negara Barat yang dikenal sekuler, banyak acara besar yang justru lebih disiplin dalam mengelola konsumsi air dan makanan. Dalam pertemuan-pertemuan aktivis lingkungan, misalnya, tidak ada snack box dan air mineral dalam kemasan yang diberikan kepada tamu. Sebagai gantinya, disediakan air dalam galon dan peserta diharapkan membawa tumbler sendiri. Hasilnya? Tidak ada air sisa yang terbuang sia-sia.

Sikap hemat air juga dicontohkan dalam sejarah Islam melalui kisah Sumur Raumah. Pada masa Rasulullah SAW, ketika Madinah mengalami paceklik dan sumber air mengering, hanya ada satu sumur milik seorang Yahudi yang airnya tetap mengalir. Namun, air tersebut dijual dengan harga tinggi, membuat umat Islam kesulitan.

Mendengar keluhan ini, Rasulullah berkata:

“Wahai sahabatku, siapa saja di antara kalian yang sanggup membeli sumur ini dan mewakafkannya untuk umat, maka ia akan mendapatkan surga.”

Mendengar sabda tersebut, Utsman bin Affan segera bertindak. Ia berusaha membeli sumur itu, namun pemiliknya enggan menjual. Akhirnya, Utsman berhasil membeli separuh hak penggunaan sumur tersebut dengan harga mahal, sehingga umat Islam bisa mengakses air secara gratis. Melihat penghasilannya menurun, pemilik sumur akhirnya menyerahkan sisa kepemilikannya kepada Utsman dengan harga lebih tinggi. Sumur Raumah pun akhirnya menjadi wakaf untuk masyarakat hingga hari ini.

Kisah ini mengajarkan kita bahwa air adalah sumber kehidupan yang harus dikelola dengan bijak. Jika dulu Utsman bin Affan rela mengorbankan hartanya demi umat, mengapa kita masih menyia-nyiakan air yang sudah tersedia dengan mudah?

Tak Semua Orang Mudah Mendapat Air

Air adalah anugerah yang tidak semua orang bisa nikmati dengan mudah. Di Jakarta Timur, misalnya, ratusan orang setiap hari antre untuk mendapatkan air minum gratis di depan Sekretariat Nasuha Care. Sebagian dari mereka adalah kaum duafa yang mengandalkan bantuan ini untuk menghemat pengeluaran mereka. Mereka rela menunggu berjam-jam hanya demi mendapatkan beberapa galon air.

Sementara itu, kita yang dengan mudah mendapatkan air bersih, seringkali mengabaikannya. Membuang sisa air minum begitu saja tanpa rasa bersalah. Padahal, tindakan sederhana seperti menghabiskan air yang kita ambil bisa menjadi langkah kecil untuk menghargai nikmat Allah dan menghindari perbuatan boros.

Mulai sekarang, mari biasakan diri untuk tidak menyisakan air minum. Jika sudah mengambil, habiskan. Jika tidak terlalu haus, cukup minum secukupnya. Karena setiap tetes air yang kita sia-siakan bisa jadi sangat berarti bagi mereka yang membutuhkannya.

Habiskan air minummu, karena itu bukan sekadar kebiasaan, melainkan bentuk rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah. (*)

CERPEN: Jeda di Kebun Apel

DI antara rimbunnya pepohonan apel, seorang pria tua duduk di bawah salah satu pohon yang berbuah lebat. Di tangannya,...

More Articles Like This