JAKARTAMU.COM | Tri Julia Wulandari, mahasiswa Strata 1 asal Indonesia di Erciyes University, Turki, baru saja menorehkan prestasi di kancah internasional. Dia meraih Penghargaan Tübitak 2209-A di Ankara Turkiye pada Rabu 9 April 2025 yang diberikan langsung oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto.
Penghargaan bergengsi dari Pemerintah Turki ini merupakan pengakuan atas penelitian inovatif Julia di bidang Environmental Engineering, khususnya dalam isu pengolahan dan manajemen air. Mahasiswa Strata 1 di Erciyes University menunjukkan dedikasi luar biasa dengan mengerjakan seluruh proses penelitian secara mandiri. Menteri Brian memuji pencapaian Julia sebagai cermin betapa luar biasanya potensi anak muda Indonesia di kancah global.
Prestasi Julia itu bukan saja mengharumkan nama Indonesia, tetapi juga Muhammadiyah. Senan Julia adalah ketua Majelis Lingkungan Hidup PCIM Turki sekaligus ketua Lazismu Turki. Tak ada keraguan, dia adalah kader tulen Muhammadiyah.
Fauzan Anwar Sandiah dalam salah satu edisi Suara Muhammadiyah tahun 2023 memaparkan apa yang disebut dengan kader. Menurut dia, orang-orang yang disebut “kader” ada yang merupakan murid yang berguru pada pimpinan Muhammadiyah secara langsung, misalnya mengikuti pengajian-pengajian dan kegiatan-kegiatan KH. Ahmad Dahlan. Ada pula yang merupakan lulusan sekolah Muhammadiyah yang kemudian dengan khusus menerima tugas mengembangkan AUM.
Dalam waktu yang cukup panjang, kehadiran seorang “kader” dimungkinkan oleh proses yang berlangsung alamiah di Persyarikatan. Maka, para kader ini mendapatkan bekal pengetahuan ideologi Muhammadiyah melalui keterlibatan aktifnya dalam berbagai kegiatan Persyarikatan. Karena pada waktu itu jumlah anggota Muhammadiyah dalam tahap berkembang, sebagian besar pimpinan di Persyarikatan mencurahkan waktu untuk memastikan dirinya telah mempersiapkan calon penerus dan pelaksana kiprah dakwah. Inilah kemudian muncul frasa kader Muhammadiyah sebagai “anak panah” yang diharapkan melesat dan cepat untuk menjawab tantangan zaman yang terbentang.
Istilah kader kemudian menjadi semakin kompleks dan terkategorisasi. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pada awalnya istilah kader digunakan secara longgar untuk merujuk pada “anggota muda” atau para murid/santri pimpinan atau Kyai di Muhammadiyah. Maka dengan semakin meluasnya strategi dan gerakan dakwah di Persyarikatan, istilah kader pun ikut mengalami dinamika.
Misalnya dalam keputusan Muktamar ke-32 tahun 1953, muncul istilah “kader tingkat atas” dan “kader tingkat menengah”. Kemudian, dalam Keputusan Muktamar ke-35 tahun 1962, istilah kader dibagi menjadi dua, yakni “kader yang bergerak di segala lapangan terkait dengan keagamaan dan umum” dan “kader khusus” yang merujuk pada kader yang tergabung dalam Hizbul Wathan, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul; ‘Aisyiyah, “lapangan da’wah”, “lapangan ekonomi”, “lapangan sosial”.
Muktamar ke-45 tahun 2005 menghasilkan rumusan Kompetensi Kader meliputi: (1) kompetensi akademis dan intelektual; (2) kompetensi keberagaman; (3) kompetensi keberagaman; dan (4) kompetensi sosial-kemanusiaan. Empat kompetensi ini diulas dalam bunga rampai materi kultum berjudul Siapakah Kader Muhammadiyah itu? (2017).