Oleh: Fathorrahman Fadli dan Dimas Huda
JAKARTAMU.COM | Banyak pihak berharap Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau disebut BPI Danantara bisa menjadi malaikat penyelamat ekonomi. Optimisme ini tampaknya berlebihan. Indonesia sudah ada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), juga ada Indonesia Investment Authority atau INA. Mereka bisa berfungsi sebagai Danantara. Nyatanya, ya, begitu-begitu saja.
Ekonom Konstitusi, Deviyan Cori, berpendapat Danantara akan mengalami nasib seperti Kementerian BUMN, selama tata kelolanya masih belum profesional. Apalagi Kementerian BUMN selama 10 tahunan dipegang Erick Tohir setiap tahun selalu menyedot APBN hingga ratusan triliun melalui Penyertaan Modal Negara (PMN).
“Saya lihat tren Penyertaan Modal Negara itu naik terus selama Erick memimpin, lalu di mana kesuksesan yang sering dia klaim,” tegas Deviyan Cori.
Deviyan menyajikan data PMN yang diperoleh dari dana APBN selama 2005 hingga 2023. Menurut Ekonom yang lama bekerja di Bappennas itu, selama ini total nilai investasi pemerintah dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) periode 2005-2019 (termasuk SBY) tercatat Rp233 triliun. Terdiri dari tunai Rp215,7 triliun dan non-tunai Rp17,3 triliun.
Pada tahun 2020 sebesar Rp44,05 triliun. Dana PMN sebesar itu digunakan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional Rp24,07 triliun secara tunai dan non-tunai Rp4,03 triliun.
Sejak itu tahun 2021 jumlah PMN menanjak hingga mencapai Rp33,9 triliun. “Tahun 2022 naik fantastis menjadi Rp133,73 triliun, ” jelas ekonom yang menyebutnya ekonom Konstitusi itu. Maksudnya, Ekonom yang berusaha berpikir dan bertindak atas nama konstitusi negara.
PMN juga tetap dicairkan senilai Rp50,3 triliun (Rp42,8 triliun tunai untuk 5 unit BUMN, dan pembiayaan investasi sebesar Rp4,5 triliun dan Rp3 triliun non tunai). Sedangkan pada 2024 PMN senilai Rp47,2 triliun.
Dalam catatan pembukuan keuangan, sejak 2019-2023 secara kumulatif, katanya, Presiden Joko Widodo telah menyalurkan Rp225,3 triliun kepada 21 unit BUMN, terbesar untuk pembiayaan infrastruktur, era Menteri BUMN Erick Tohir.
Pendapatan
Toh, Erikc Thohir tetap membanggakan kinerja BUMN tampak ciamik sepanjang 3 tahun terakhir. Ia mengungkap pendapatan BUMN meningkat dari Rp1.930 triliun menjadi Rp2.933 triliun pada 2023. Laba bersih keseluruhan meningkat dari Rp13 triliun pada 2020 naik menjadi Rp327 triliun pada 2023.
Selain itu, aset yang dimiliki Kementerian BUMN juga naik dari Rp8.312 triliun pada 2020 menjadi Rp10.402 triliun pada 2023. Sedangkan total dividen yang dibagikan BUMN ke negara pada 5 tahun terakhir sebesar Rp279,7 triliun.
Setoran dividen BUMN ke kas negara yang mencatatkan rekor baru senilai Rp86,38 triliun sepanjang 2024, diproyeksikan menjadi salah satu sinyal positif bagi kinerja saham pelat merah pada tahun ini.
Berdasarkan laporan APBN Kita periode Desember 2024, realisasi dividen yang masuk dalam pos kekayaan negara dipisahkan (KND) tersebut naik 5,93% secara tahunan atau mencerminkan 100,62% dari target pemerintah.
Kementerian Keuangan atau Kemenkeu juga melaporkan bahwa perekonomian nasional yang pulih pada 2023 telah mendatangkan profit signifikan bagi BUMN, khususnya di sektor perbankan.
Alhasil, kontributor utama pendapatan KND berasal dari pembayaran dividen himpunan bank milik negara (Himbara) untuk tahun buku 2023 dengan nilai Rp49,59 triliun. Angka itu tumbuh 21,43% dibandingkan 2023 senilai Rp40,84 triliun.
Transformasi
Erick mengatakan sebagai bagian dari transformasi, Kementerian BUMN akan terus mendorong prinsip tata kelola perusahaan sebagaimana telah dilakukan di perusahaan pelat sektor perkebunan, infrastruktur, dan pertambangan.
Di sisi lain, Kementerian BUMN masih menyisakan pekerjaan rumah (PR). Beberapa di antaranya terkait restrukturisasi keuangan perusahaan pelat merah, seperti PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS), dan Holding BUMN Farmasi.
Merujuk dokumen Progress Transformasi BUMN, restrukturisasi ketiga perusahaan pelat merah ini ditargetkan rampung pada kuartal III/2024. Namun, dalam perkembangan terbaru, proses penyehatan Waskita masih terganjal oleh restu pemegang Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap IV Tahun 2019 dengan nilai utang sebesar Rp1,36 triliun.
Obligasi itu merupakan satu-satunya utang yang belum dapat direstrukturisasi oleh Kementerian BUMN dan perseroan. Padahal, secara keseluruhan, Waskita telah merampungkan restrukturisasi 3 seri dari 4 obligasi senilai Rp3 triliun.
Dari sisi kinerja keuangan, Waskita juga mencatatkan rugi bersih sebesar Rp3 triliun hingga kuartal III/2024 akibat beban keuangan yang meningkat.
Sementara itu, terkait Krakatau Steel, Kementerian BUMN telah merestui program Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang meliputi skema restrukturisasi lanjutan dalam penyelesaian utang senilai US$1,4 miliar.
Pada 5 September 2024, usulan restrukturisasi lanjutan yang direstui pemegang saham merupakan langkah pembaruan dari perjanjian kredit restrukturisasi yang diteken pada 30 September 2019.
Perjanjian yang melibatkan perseroan dan 10 kreditur itu, sebelumnya telah menyepakati perjanjian restrukturisasi dengan nilai outstanding US$1,94 miliar.
Sementara itu, perihal BUMN Farmasi, Kementerian BUMN telah membentuk satuan tugas guna mempercepat penyehatan entitas Grup Bio Farma sejak Oktober 2023. Tim ini dipimpin langsung oleh Erick Thohir dan Kartika Wirjoatmodjo.
Erick Thohir mengatakan proses restrukturisasi BUMN Karya dan Farmasi masih terus berlanjut, dan kemungkinan besar tidak akan rampung dalam waktu dekat. Menurutnya, dari 88 Proyek Strategis yang menjadi tanggung jawab Kementerian BUMN, sebanyak 84 proyek seharusnya selesai. Namun, restrukturisasi BUMN dan divestasi PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) belum terealisasi.
Target Deviden
Merujuk Peraturan Presiden (Perpres) No. 201/2024 tentang Rincian APBN 2025, realisasi pendapatan dari dividen perusahaan pelat merah dipatok sebesar Rp90 triliun. Nilai itu naik sekitar 4,85% dari target 2024 yakni Rp85,84 triliun.
Erick Thohir mengaku optimistis bahwa target setoran dividen ke kas negara senilai Rp90 triliun dapat tercapai pada 2025. Ia menuturkan bahwa kebijakan dividen perusahaan pelat merah akan sesuai dengan target yang ditetapkan pemerintah. Dia meyakini hal itu dapat diraih, mengingat realisasi tahun lalu sudah mendekati target 2025.
“Kami tetap sesuai dengan target. Tahun kemarin tercapai, tahun ini, kalau kami lihat dari tutup buku kemarin, angkanya seharusnya bisa tercapai juga. Kita tunggu saja,” ujarnya.
Erick sebelumnya memandang bahwa kenaikan target dividen menjadi suntikan positif bagi pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang berencana meningkatkan pemasukan negara dari berbagai sektor.
Dia pun meyakini bahwa performa setoran dividen akan semakin baik seiring dengan upaya transformasi yang terus dilakukan perusahaan pelat merah.
***
CATATAN
Apa itu Penyertaan Modal Negara?
Penyertaan Modal Negara (PMN) ke BUMN adalah proses pemisahan aset negara menjadi modal di perusahaan BUMN. PMN dapat berupa tunai atau hak negara yang dinilai dengan uang.
PMN ke BUMN bertujuan untuk: Memperkuat peran BUMN sebagai pelaku pembangunan, Mendukung program prioritas nasional, Meningkatkan leverage BUMN, Memberikan kontribusi keuntungan ke negara, Memberikan kontribusi kepada pembangunan nasional. Contoh program prioritas nasional yang didukung oleh BUMN melalui PMN adalah: Pembangunan infrastruktur dan konektivitas, Pembangunan maritim, Industri pertahanan dan keamanan, Kemandirian ekonomi nasional. PMN dapat dilakukan kepada BUMN, BUMS, perusahaan asing, ataupun perusahaan milik lembaga internasional.