Rabu, Maret 19, 2025
No menu items!
spot_img

Ketimpangan Hukum dan Kebijakan: Mengapa Rakyat Kecil Selalu Jadi Korban?

spot_img
Must Read

JAKARTAMU.COM | Kebijakan publik seharusnya lahir dari niat baik untuk menciptakan ketertiban dan kesejahteraan. Namun, dalam praktiknya, banyak kebijakan justru semakin memperdalam ketimpangan sosial. Salah satu contoh terbaru adalah kebijakan penghapusan data kendaraan yang mati pajak selama dua tahun serta penyitaan kendaraan yang menimbulkan perdebatan tajam di kalangan masyarakat.

Di satu sisi, aturan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan pajak kendaraan serta mengurangi jumlah kendaraan yang tidak terdaftar secara resmi. Namun, di sisi lain, kebijakan ini berpotensi memberatkan rakyat kecil yang mungkin mengalami kesulitan ekonomi sehingga tidak dapat membayar pajak tepat waktu. Pertanyaannya, apakah negara sudah cukup adil dalam menegakkan aturan ini?

Jika kebijakan ini benar-benar diterapkan pada tahun 2025, kritik yang muncul di tengah masyarakat semakin menguat: mengapa penyitaan kendaraan rakyat kecil begitu agresif, sementara penegakan hukum terhadap para koruptor yang merugikan negara justru terasa lamban? Harta hasil korupsi seharusnya lebih diprioritaskan untuk disita dan dikembalikan kepada rakyat, bukan justru kendaraan rakyat kecil yang belum membayar pajak.

Ketidakadilan dalam Penerapan Kebijakan

Fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru. Ketidakadilan sering kali bukan hanya tentang hukum yang berat sebelah, tetapi juga tentang bagaimana aturan dibuat dan diterapkan dengan cara yang lebih menekan rakyat kecil dibandingkan kelompok elite. Negara, dengan segala instrumen hukumnya, kerap kali lebih cepat dan tegas dalam menindak masyarakat biasa daripada para pelaku kejahatan kelas kakap yang jelas-jelas merugikan publik dalam skala besar.

Ketika seorang pedagang kaki lima diusir paksa dari tempatnya mencari nafkah karena dianggap mengganggu ketertiban umum, para pemilik modal besar justru mendapat insentif dan kemudahan untuk membangun proyek-proyek raksasa yang menggusur pemukiman rakyat tanpa ganti rugi yang layak. Ketika seorang buruh atau petani berjuang menuntut hak mereka, suara mereka sering kali diredam atau bahkan dihadapi dengan kekerasan.

Di sektor hukum, kita melihat bagaimana hukum lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Seorang warga yang telat membayar pajak atau melanggar aturan lalu lintas bisa langsung dikenai denda besar atau penyitaan aset, tetapi para pengemplang pajak miliaran rupiah tetap bisa berkelit dengan berbagai celah hukum. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi sering kali berlarut-larut, dengan vonis yang ringan atau bahkan pengampunan, sementara rakyat kecil yang mencuri karena terpaksa bisa langsung dihukum berat.

Ketimpangan ini semakin kentara ketika kita berbicara tentang akses terhadap keadilan dan sumber daya. Pendidikan dan layanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak dasar warga negara, sering kali menjadi barang mahal yang hanya bisa dinikmati segelintir orang. Sementara itu, di berbagai pelosok negeri, masih ada anak-anak yang harus berjalan berkilo-kilometer untuk bisa sekolah dan pasien yang kehilangan nyawa karena tidak mampu membayar biaya rumah sakit.

Kebijakan yang Tidak Berpihak pada Rakyat

Dalam ekonomi, rakyat kecil dihadapkan pada sistem yang membuat mereka semakin sulit untuk bertahan. Kebijakan yang tidak berpihak pada petani dan nelayan, harga bahan pokok yang terus melonjak, serta beban pajak yang tidak seimbang semakin menekan kehidupan mereka. Di sisi lain, para pemodal besar justru mendapatkan berbagai insentif, kemudahan perizinan, dan perlindungan hukum yang membuat mereka semakin kuat dalam menguasai ekonomi nasional.

Kebijakan penghapusan data kendaraan dan penyitaan kendaraan yang mati pajak selama dua tahun adalah salah satu contoh nyata dari bagaimana regulasi lebih menekan rakyat kecil dibandingkan elite. Jika pemerintah ingin menerapkan aturan ini, transparansi dan keadilan harus menjadi prioritas utama agar kebijakan ini tidak justru menjadi alat pemiskinan struktural bagi rakyat kecil. Pemerintah perlu memastikan bahwa ada mekanisme yang memberikan solusi bagi masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi. Apakah ada alternatif pembayaran pajak yang lebih fleksibel? Apakah ada sistem keringanan pajak bagi kelompok masyarakat tertentu?

Ketidakadilan ini bukan hanya terjadi karena lemahnya kebijakan atau penegakan hukum, tetapi juga karena adanya ketimpangan dalam akses terhadap kekuasaan. Rakyat kecil tidak memiliki suara yang cukup untuk mengubah keadaan, sementara kelompok elite dengan segala jaringannya mampu melindungi kepentingan mereka dengan berbagai cara.

Oleh karena itu, jika ingin berbicara tentang keadilan, pertanyaannya bukan sekadar apakah hukum ditegakkan, tetapi juga untuk siapa hukum itu ditegakkan. Keadilan yang sejati hanya bisa terwujud ketika negara berdiri di atas prinsip keberpihakan kepada rakyat, memastikan bahwa hukum, kebijakan, dan sumber daya benar-benar digunakan untuk kesejahteraan bersama, bukan hanya untuk kepentingan segelintir orang yang sudah lebih dulu berkuasa. (Dwi Taufan Hidayat)

spot_img

Revisi UU TNI: Ancaman bagi Demokrasi dan Profesionalisme Militer

JAKARTAMU.COM | Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang sedang dibahas menimbulkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap demokrasi dan...

More Articles Like This