Oleh: Joko Sumpeno, Jurnalis Senior Jakartamu.com
FOKUS Muhammadiyah pada awal berdirinya 18 November 1912/8 Dzulhijjah 1330, memang dibuktikan dengan gerakan dakwah, pendidikan dan pelayanan kemanusiaan. Pendiri dan penggeraknya, KH Ahmad Dahlan, seorang kiai yang progresif jika dibaca dalam perspektif di awal abad XX.
Misalnya, pendirian sekolah HIS met Qur’an oleh KH Ahmad Dahlan yang bersistem klasikal dengan mengadopsi metode pemerintah kolonial Hindia Belanda, tentu disindir sebagai Kristen alus: Meniru Barat yang selanjutnya jelas didakwa sebagai bagian dari yang kafir itu. Belum lagi masalah pembebasan dari Mazhab yang mengundang reaksi tajam.
Namun, beriringan dengan kehadiran Syarikat Islam (SI) yang mulai meluas dari sekadar organisasi sosial ekonomi (16 Oktober 1905 – Serikat Dagang Islam) menjadi gerakan politik dan pindah dari Surakarta ke Surabaya (10 September 1912), Muhammadiyah membacanya sebagai teman seiring dalam gerakan amar makruf nahi munkar yang kelak terang benderang dalam pergulatan politik (1913-1923).
Bukan saja sebagai sinyal bahwa KH Ahmad Dahlan tidak alergi terhadap gerakan politik, melainkan lebih jauh lagi ketika masa H Fahroedin memimpin Muhammadiyah: Melawan infiltrasi komunisme di dalam tubuh SI yang berhadapan dengan politik kolonial Hindia Belanda.
Kemunculan KH Ahmad Dahlan dalam politik, semula ditunjukkan pada Kongres SI pada 29 Maret 1913 di Surakarta yang memilih KH Ahmad Dahlan (Ketua Muhammadiyah Yogjakarta) menjadi salah satu komisaris SI bersama H. Hisyam Zaini ( pedagang batik Kauman Solo ) R. Tjokrosudarmo (Jurutulis Kantor Notaris di Surabaya ) dan R. Gunawan (Redaktur Pancaran Warta Batavia).
Kiai yang boleh disebut visioner ini, beberapa tahun kemudian pada Kongres SI di Jogjakarta (1915, 1916 dan 1917) berturut-turut menjadi penasihat nomor urut satu. Kala itu, SI melaksanakan kongresnya tiap tahun.
KH Ahmad Dahlan, juga anggota Budi Oetomo (B0). Ia pernah menyediakan rumahnya sebagai salah satu tempat Kongres BO di Jogja pada 1913. Dikenal bergaul dekat dengan tokoh BO, Dokter Sutomo, tokoh perhimpunan Sosial Demokrat Semaun (kelak Ketua PKI), Pastor Van Lith. Percaturan sosial politik tampak digelutinya dengan semangat kemajuan.
Langkah kiai yang revolusioner pada zamannya ini, diikuti oleh terutama H. Fahroedin: Aktivis serba bisa yang merintis Suara Muhammadiyah.
Tiga tahun setelah kelahiran Perserikatan Komunis Hindia Belanda di Semarang pada 23 Mei 1920 – sebagai penjelmaan dari ISDV Perhimpunan Sosial Demokrat Hindia Belanda yang disemai oleh Snevliet – KH Ahmad Dahlan (1868 -1923) wafat.
Ketika kemunduran SI kian nyata (1920-1923), KH Ahmad Dahlan khususnya para muridnya antara lain Haji Fahroedin, bukan saja menyaksikan; namun lebih jauh terlibat dalam pergulatan SI yang pecah menjadi SI Merah kemudian menjadi Sarekat Rakyat pro komunisme melawan SI Putih yang menyandarkan pada Islam.
Bersama Suryopranoto dan Haji Agus Salim, H. Fahroedin murid KH Ahmad Dahlan di pihak SI Putih berbasis di Jogjakarta berhadapan melawan SI Merah yang dipimpin oleh Semaun, Alimin, Darsono bermarkas di Semarang. Sepanjang 1919 hingga 2023, perseteruan ideologis dan garis perjuangan kedua faksi itu, kian sengit.
“Dakwaan SI adalah pelindung kapitalisme yang antara lain dialamatkan kepada Muhammadiyah yang dibully sebagai MD (Mata Duitan) oleh propagandis PKI”
Di tengah aksi pemogokan buruh pabrik gula di Surakarta dan Jogjakarta yang gagal (Agustus 1920) pimpinan Suryopranoto dan Haji Fahroedin menyusul aksi buruh pegadaian di tangan Haji Agus Salim dan penangkapan HOS Tjokroaminoto (akhir 1921, dibebaskan pada Agustus 1922, karena kasus SI Afdeling Garut ), SI/ H Agus Salim, Suryopranoto dan H Fahroedin mulai ketat bersaing dengan Sarekat Rakyat/SI Merah/PKI Semaun – Alimin -Darsono.
MD, Mata Duitan
Dakwaan SI adalah pelindung kapitalisme yang antara lain dialamatkan kepada Muhammadiyah yang dibully sebagai MD (Mata Duitan) oleh propagandis PKI seperti KH Misbach/Ahmad Dasuki ditangkis oleh HOS Tjokroaminoto bahwa SI tidak memusuhi kapitalis yang tidak berdosa. Di sinilah lahir pandangan Tjokroaminoto, bahwa SI ingin menegakkan Sosialisme Islam.
Pada semester pertama 2023, trio H Agus Salim, Tjokroaminoto dan H Fahroedin mulai memindahkan Kantor Central Syarikat Islam (CSI) dari Surabaya ke Jogjakarta sebagai antisipasi penangkapan HOS Tjokroaminoto oleh Polisi Rahasia Kolonial Belabda dengan tuduhan terlibat aksi SI di Afdeling Garut.
Tampak, Muhammadiyah melindungi SI yang mulai digerilya politik oleh PKI. Dana dan aktivitas SI merosot dalam tiga tahun setelah PKI berdiri (23 Maret 1920). Itu karena perpecahan internal, berfokus pada rupa gerakan dan gencarnya ideologi komunis di tengah penindasan kaum buruh dan tani, khususnya di perkebunan tebu, tembakau dan kaum buruh kereta api serta pegadaian.
Di awal abad XX, mulailah komunis lawan Islam yang dibawakan SI dan Muhammadiyah tak dapat dipungkiri sebagai gerakan politik yang sadar melibatkan para tokoh Muhammadiyah kala itu untuk tidak tinggal diam. (*)