Senin, Maret 24, 2025
No menu items!
spot_img

KH AR Fachruddin: Pemimpin Bersahaja yang Menjaga Kemurnian Dakwah di Tengah Tekanan Asas Tunggal

spot_img
Must Read

JAKARTAMU.COM | KH. Abdur Rozak Fachruddin, yang akrab disapa Pak AR, lahir pada 14 Februari 1916 di Desa Cilangkap, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Beliau menempuh pendidikan di pesantren dan aktif dalam organisasi Muhammadiyah sejak usia muda.

Pada tahun 1968, Pak AR terpilih sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, posisi yang diembannya hingga tahun 1990, menjadikannya pemimpin terlama dalam sejarah organisasi tersebut.

Kepemimpinan Pak AR dikenal dengan kesederhanaan dan keikhlasannya. Beliau hidup bersahaja, menolak menerima imbalan untuk kegiatan dakwah, dan tidak pernah memiliki rumah pribadi hingga akhir hayatnya. Sikapnya yang ramah dan humoris membuatnya diterima di berbagai kalangan, baik di pedesaan maupun di perkotaan.

Pada era Orde Baru, pemerintah Indonesia menetapkan Pancasila sebagai asas tunggal bagi semua organisasi, termasuk organisasi keagamaan. Kebijakan ini menimbulkan dilema bagi Muhammadiyah yang berasaskan Islam.

Pak AR, dengan kebijaksanaannya, mampu menjelaskan bahwa Muhammadiyah dapat menerima Pancasila sebagai asas dalam bernegara, bermasyarakat, dan berpolitik, tanpa mengorbankan prinsip-prinsip keislaman yang dianut. Pendekatan ini menunjukkan kemampuan Pak AR dalam menavigasi tekanan politik tanpa mengorbankan identitas organisasi.

Hubungan dekat Pak AR dengan Presiden Soeharto menjadi aspek penting dalam menjaga stabilitas Muhammadiyah di tengah tekanan politik. Meskipun Soeharto dikenal sulit didekati, Pak AR berhasil menjalin komunikasi yang baik, bahkan dalam beberapa kesempatan menyarankan agar Soeharto mempertimbangkan pengunduran diri tanpa menimbulkan ketegangan. Kedekatan ini tidak membuatnya segan untuk menyampaikan kritik konstruktif demi kebaikan umat dan bangsa.

Keikhlasan dan kesederhanaan Pak AR tercermin dalam gaya hidupnya yang jauh dari kemewahan. Beliau lebih memilih tinggal di rumah sederhana dan menghindari fasilitas mewah, meskipun posisinya memungkinkan untuk itu. Sikap ini menegaskan komitmennya terhadap nilai-nilai Islam dan menjadi teladan bagi banyak orang.

Pak AR wafat pada 17 Maret 1995 setelah dirawat di Rumah Sakit Islam Jakarta. Sebagai penghormatan, Presiden Soeharto memerintahkan penggunaan pesawat Hercules khusus untuk membawa jenazahnya ke Yogyakarta. Beliau dimakamkan di Pemakaman Umum Karang Kajeng, berdekatan dengan pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan. Warisan kepemimpinannya yang penuh keikhlasan, kesederhanaan, dan kebijaksanaan tetap dikenang dan menjadi inspirasi bagi generasi penerus. (Dwi Taufan Hidayat)

spot_img

CERPEN: Senja di Ujung Harapan

Oleh | Dwi Taufan Hidayat Hujan yang mengguyur sejak sore masih menyisakan gerimis tipis. Mbah Niti duduk di ambang pintu...

More Articles Like This