SETELAH kehancuran Daulah Fatimiyah di Mesir digantikan Daulah Ayyubiyah. Kala itu, Nuruddin Zanki (Penguasa Syam dan Aleppo) mendesak Salahuddin Al-Ayyubi untuk mengakhiri kekuasaan Daulah Fatimiyah di Mesir yang Syiah itu.
“Nurudin juga memerintahkan Salahuddin Al-Ayyubi mengusir tentara Salib,” tulis Dr. H. Syamruddin Nasution. M.Ag dalam bukunya berjudul “Sejarah Peradaban Islam” (Yayasan Pusaka Riau, 2013).
Usaha merekrut budak-budak untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pemerintahan di bidang Militer sudah menjadi tradisi saat itu terutama bagi daulah-daulah yang pernah berkuasa di Mesir sebelum Daulah Ayyubiyah maupun Daulah Ayyubiyah sendiri.
Hal itu dapat diketahui dari apa yang dilakukan oleh Daulah Tulun (254-292 H / 868-905 M), Daulah Ikhsit (323-358 H / 935-969 M), Daulah Fatimiyah (909-1171 M) dan Daulah Ayyubiyah. Mereka mendatangkan budak-budak ke Mesir untuk diangkat menjadi tentara pemerintahan.
Dalam perkembangan selanjutnya, para budak itu bukan hanya berpengaruh dalam tubuh militer tapi juga dalam pemerintahan pada umumnya.
Daulah Mamalik di Mesir muncul pada saat dunia Islam mengalami desentralisasi dan desintegrasi politik. Wilayah kekuasaannya meliputi Mesir, Hijaz, Yaman dan daerah sungai Furat.
Kaum Mamalik ini berhasil membersihkan sisa-sisa tentara Salib dari Mesir dan Suriah serta membendung desakan gerombolan-gerombolan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulaqu Khan dan Timur Lenk.
Kaum Mamalik yang memerintah di Mesir mereka dibedakan menjadi dua suku. Pertama Mamalik Bahri (648- 792 H / 1250-1390 M), kedua Mamalik Burji (784-922 H / 1382- 1517 M).
Mamalik Bahri adalah budak-budak Turki yang didatangkan Malik Al-Saleh ke Mesir dalam jumlah besar setelah ia berhasil menduduki jabatan Sultan (1240-1249).
Di Mesir mereka ditempatkan di barak-barak militer dekat sungai Nil, itulah sebabnya mereka disebut dengan Mamalik Bahri artinya budak laut.
Adapun Mamalik Burji adalah budak-budak yang didatangkan dari Syirkas (Turki) oleh Sultan Qalawun (1279-1290) karena ia curiga terhadap beberapa tokoh militer dari Mamalik Bahri yang dianggapnya dapat mengancam kelangsungan kekuasaannya.
Mereka ditempatkan di menara-menara benteng (Burji). Itulah sebabnya mereka disebut dengan Mamalik Burji.
Baik Mamalik Bahri maupun Mamalik Burji sama-sama berasal dari Turki tetapi suku mereka yang berbeda.
Pembentukan Pemerintahan
Untuk mempertahankan kekuasaan Daulah Ayyubiyah Sultan Malik Al-Saleh memberikan kebebasan dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada kaum Mamalik Bahri untuk mencapai prestasi dan kedudukan tinggi dalam jabatan militer Daulah Ayyubiyah.
Oleh karena itu, Mamalik Bahri mempergunakan kesempatan tersebut untuk menyusun suatu kekuatan sehingga mereka menjadi kelompok militer yang terorganisir.
Hal tersebut dilakukan untuk menyaingi kekuatan militer asal suku Kurdi yang sudah ada sebelumnya yang dibentuk oleh Sultan Malik Al-Kamil.
Ketika Malik Al-Saleh berusaha hendak merebut kekuasaan dari Sultan Malik AlKamil, dia dibantu tentara dari budak-budak Turki, sebaliknya Sultan Malik Al-Kamil didukung oleh tentara asal Kurdi. Tetapi kemenangan tetap berada di tangan Sultan Malik Al-Saleh.
Setelah Sultan Malik Al-Saleh meninggal (1249), ia digantikan oleh Turansyah. Tetapi Turansyah tidak menyukai kaum Mamalik al-Bahri sehingga ia membentuk pasukan militer sendiri. Maka kaum Mamalik Bahri pun tidak menyukainya karena mengabaikan peran mereka.
Oleh karena itu, pada tahun 1250 M Mamalik Bahri di bawah pimpinan Baybar dan Izuddin Aibak melakukan kudeta terhadap Daulah Ayyubiyah sehingga Turansyah terbunuh.
Baik Malik Al-Saleh maupun Turansyah tidak mempunyai anak laki-laki yang ada hanya seorang bekas budak wanita yang bernama “Syajar Ad-Duur” yang sudah dimerdekakan dan dinikahi oleh Sultan Malik Al-Saleh.
Ketika mereka hendak membaiatnya menjadi Sultan, kaum Muslimin menolaknya karena bertentangan dengan tradisi. Bahkan Khalifah Abbasiyah ketika itu berkata dengan nada mengejek, “Kalau rakyat Mesir tidak mempunyai anak laki-laki untuk menjadi raja maka beritahu segera supaya kami dapat mengirimkan anak laki-laki yang akan menjadi raja”
Untuk mengatasi hal tersebut Izuddin Aibak menikahi “Syajar Ad-Duur”.
Dengan demikian, Izuddin diangkat menjadi Sultan Daulah Mamalik di Mesir menggantikan Daulah Ayyubiyah sebelumnya.