Jumat, Desember 27, 2024
No menu items!

Kisah Dakwah Ali bin Abi Thalib di Medan Perang

Di dalam agama Allah tidak ada perkelahian atau permusuhan antara kamu dan aku. Kita bersaudara. Perang yang sebenarnya adalah antara kebenaran dan kekurangan kebijakanmu.

Must Read

JAKARTAMU.COM | Dalam buku berjudul “Tasawuf Mendamaikan Dunia” karya Bawa Muhayyaddin dikisahkan, suatu hari ketika Ali bin Abu Thalib sedang berada dalam pertempuran, pedang musuhnya patah dan orangnya terjatuh.

Ali berdiri di atas musuhnya itu, meletakkan pedangnya ke arah dada orang itu. Beliau berkata, “Jika pedangmu berada di tanganmu, maka aku akan lanjutkan pertempuran ini, tetapi karena pedangmu patah, maka aku tidak boleh menyerangmu.”

“Kalau aku punya pedang saat ini, aku akan memutuskan tangan-tanganmu dan kaki-kakimu,” orang itu berteriak balik.

“Baiklah kalau begitu,” jawab Sayidina Ali, dan dia menyerahkan pedangnya ke tangan orang itu.

“Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya orang itu kebingungan. “Bukankah saya ini musuhmu?”

Ali memandang tepat di matanya dan berkata, “Kamu bersumpah kalau memiliki sebuah pedang di tanganmu, maka kamu akan membunuhku. Sekarang kamu telah memiliki pedangku, karena itu majulah dan seranglah aku”. Tetapi orang itu tidak mampu. “Itulah kebodohanmu dan kesombongan berkata-kata,” jelas Ali.

“Di dalam agama Allah tidak ada perkelahian atau permusuhan antara kamu dan aku. Kita bersaudara. Perang yang sebenarnya adalah antara kebenaran dan kekurangan kebijakanmu. Yaitu antara kebenaran dan dusta. Engkau dan aku sedang menyaksikan pertempuran itu. Engkau adalah saudaraku. Jika aku menyakitimu dalam keadaan seperti ini, maka aku harus mempertanggungjawabkannya pada hari kiamat. Allah akan mempertanyakan hal ini kepadaku.”

“Inikah cara Islam?” Orang itu bertanya.

“Ya,” jawab Ali, “Ini adalah firman Allah, yang Mahakuasa, dan Sang Unik.”

Dengan segera, orang itu bersujud di kaki Ali dan memohon, “Ajarkan aku syahadat.”

Dan Ali pun mengajarkannya, “Tiada tuhan melainkan Allah. Tiada yang ada selain Engkau, ya Allah.”

Hal yang sama terjadi pada pertempuran berikutnya. Ali menjatuhkan lawannya, meletakkan kakinya di atas dada orang itu dan menempelkan pedangnya ke leher orang itu. Tetapi sekali lagi dia tidak membunuh orang itu.

“Mengapa kamu tidak membunuh aku?” Orang itu berteriak dengan marah. “Aku adalah musuhmu. Mengapa kamu hanya berdiri saja?” Dan dia meludahi muka Sayyidina Ali.

Mulanya Sayidina Ali menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat kakinya dari dada orang itu dan menarik pedangnya. “Aku bukan musuhmu”, Ali menjawab. “Musuh yang sebenarnya adalah sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah saudaraku, tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau meludahi aku, aku menjadi marah dan keangkuhan datang kepadaku. Jika aku membunuhmu dalam keadaan seperti itu, maka aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh. Aku akan menjadi seperti semua orang yang kulawan. Perbuatan buruk itu akan terekam atas namaku. Itulah sebabnya aku tidak
membunuhmu.”

“Kalau begitu tidak ada pertempuran antara kau dan aku?” orang itu bertanya.

“Tidak. Pertempuran adalah antara kearifan dan kesombongan. Antara kebenaran dan kepalsuan”. ‘Ali menjelaskan kepadanya. “Meskipun engkau telah meludahiku, dan mendesakku untuk membunuhmu, aku tak boleh.”

“Dari mana datangnya ketentuan semacam itu?”

“Itulah ketentuan Allah. Itulah Islam.”

Dengan segera orang itu tersungkur di kaki Sayyidina Ali dan dia juga diajari dua kalimat syahadat.

Menag Nasaruddin Sebut Biaya Haji 2025 Lebih Murah

JAKARTAMU.COM | Menteri Agama Nasaruddin Umar menjanjikan biaya ibadah haji bakal lebih murah. Meski murah, jamaah tidak akan merasakan...

More Articles Like This