Selasa, April 15, 2025
No menu items!

Kisah Jurnalis Gaza Menyaksikan Rekan Terbakar Bom Israel

Must Read

DI malam yang sunyi pada hari Minggu lalu, Abed Shaat, fotografer lepas berusia 33 tahun itu, akhirnya bisa beristirahat setelah seharian meliput serangan udara Israel di Gaza. Ia tertidur lelah di dalam tenda bersama rekan-rekan jurnalis lain, tepat di depan Rumah Sakit Nasser, Khan Younis, Gaza selatan — sebuah tempat yang selama berbulan-bulan menjadi titik kumpul jurnalis karena dianggap lebih aman.

Namun, malam itu berubah menjadi mimpi buruk. “Saya terbangun karena suara ledakan besar di dekat situ,” kata Shaat. “Saya dan rekan-rekan langsung keluar dari tenda. Saya membawa ponsel untuk merekam.”

Ledakan itu menghantam tenda jurnalis dari stasiun TV Palestine Today yang berdiri tak jauh dari tempatnya. “Saya merasa ngeri – menyerang jurnalis seperti ini!” lanjutnya.

Ketika Shaat mendekat, ia menyaksikan pemandangan yang akan selamanya tertanam dalam ingatannya. Salah satu rekannya terbakar hidup-hidup di tengah kobaran api.

“Saya mulai mengambil gambar dari kejauhan, tetapi saat saya semakin dekat, saya melihat salah satu rekan saya terbakar,” kisahnya dengan suara gemetar. Ia mencoba menarik korban dari api, namun usahanya sia-sia.

Baca juga: 15 Poin Fatwa Jihad Ulama Dunia Melawan Israel

“Celananya robek di tangan saya. Saya mencoba dari sudut lain, tetapi saya tidak bisa. Api semakin membesar, saya terjatuh, saya tidak tahan lagi… lalu saya pingsan.”

Serangan itu menewaskan reporter Palestine Today Hilmi al-Faqaawi dan seorang pria bernama Yousef al-Khazindar. Beberapa jurnalis lain terluka, termasuk Hassan Eslaih, jurnalis dengan pengikut besar di media sosial, yang oleh militer Israel dituduh sebagai anggota Hamas yang menyamar sebagai jurnalis.

Tentara Israel mengklaim serangan itu bertujuan menangkap Eslaih dan menyatakan telah “mengambil langkah-langkah untuk mengurangi kemungkinan melukai warga sipil”. Namun, mereka tak menjelaskan alasan mengebom tenda yang penuh jurnalis yang sedang tidur.

Menurut Serikat Jurnalis Palestina, sejak Oktober 2023 lebih dari 200 jurnalis dan pekerja media telah terbunuh oleh serangan Israel, menjadikan konflik ini sebagai yang paling mematikan bagi jurnalis dalam sejarah modern.

Tenda yang diserang itu berada di luar salah satu rumah sakit terbesar di Gaza selatan, tempat para jurnalis mencari listrik, sinyal internet, dan rasa aman yang relatif stabil. “Kami tinggal, tidur, dan bekerja di sana. Kami lebih sering bertemu satu sama lain daripada keluarga kami sendiri,” kata Shaat. “Yang menghubungkan kami … lebih dari sekadar pekerjaan.”

Lembaga pengawas kebebasan pers Samir Kassir Foundation menilai serangan terhadap jurnalis sebagai bagian dari pola sistematis. “Tidak ada yang baru dalam kejahatan pendudukan Israel terhadap jurnalis,” kata juru bicaranya, Jad Shahrour. “Ini adalah kejahatan perang menurut hukum internasional, dan tidak ada yang membenarkannya.”

Baca juga: Korban Tewas Agresi Israel di Gaza Mencapai 50.810 Jiwa

Beberapa jurnalis terkenal lainnya seperti Hossam Shabat dan Hamza Dahdouh — putra kepala biro Al Jazeera di Gaza — juga tewas dalam serangan udara yang ditargetkan. Israel mengklaim mereka bagian dari kelompok bersenjata, meski tanpa memberikan bukti.

Sejak 7 Oktober 2023, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 50.700 orang di Gaza, mayoritas perempuan dan anak-anak — kelompok yang seharusnya dilindungi menurut hukum internasional.

Organisasi Reporters Without Borders menyatakan tengah menyelidiki serangan hari Senin itu. “Wartawan di Gaza berjalan dengan target di punggung mereka,” kata pernyataan resmi organisasi tersebut kepada Al Jazeera.

Shaat kini menderita luka bakar ringan di kedua tangan. Ia tidak bisa memegang kamera, alat kerja yang selama ini menjadi matanya di medan konflik. Tapi yang paling sulit, katanya, adalah luka di dalam dirinya.

“Saya merasa lumpuh total. … Untuk siapa kita melakukan ini? Apakah ada yang peduli? Apakah ada yang lebih mengerikan daripada pemandangan ini yang dapat menggerakkan orang?”

Ia menatap kosong ke kejauhan saat berkata, “Kami masih belum tahu giliran siapa selanjutnya.” (*)

Sumber: Al Jazeera

Menggali Potensi Wakaf Uang untuk Mewujudkan Keadilan Sosial

Oleh Achmad Fauzi | Anggota BWI DKI Jakarta, Anggota LPCRPM PP Muhammadiyah WAKAF merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak...
spot_img

More Articles Like This