JAKARTAMU.COM | Meninggalnya Rasulullah SAW membuat kondisi umat Islam terbelah. Sebagian di antara mereka keluar dari Islam. Sebagian lagi tetap mengaku sebagai muslim akan tetapi menolak membayar zakat. Bukan hanya itu. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW bermuncullah nabi-nabi palsu.
Kondisi ini jelas saja membuat Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq harus mengambil keputusan tegas terhadap orang-orang seperti itu.
Kala itu muncul nabi palsu bernama Tulaihah bin Khuwailid al-Asadi. Ia menjadi sangat kuat karena didukung banyak kabilah yang memerangi Madinah.
Muhammad Husain Haekal dalam buku yang diterjemahkan Ali Audah berjudul “Abu Bakr As-Siddiq – Yang Lembut Hati” (Litera AntarNusa, 1987) menyebut kabilah-kabilah Tayyi’, Gatafan, Sulaim dan penduduk pedalaman yang berdekatan, yang terletak di sebelah timur dan barat laut Madinah, juga ikut bergabung.
Mereka mengatakan: “Kami lebih menyukai nabi dari kedua sekutu ini – maksudnya Asad dan Gatafan – daripada nabi dari Quraisy. Muhammad sudah mati, sedang Tulaihah masih hidup.”
Mereka tahu risiko akan sikap seperti itu. Khalifah Abu Bakar tentu akan memerangi mereka. Akan tetapi mereka tetap mengikuti Tulaihah, dengan memberontak kepada kekuasaan Medinah, mempertahankan kebebasannya dan menolak menunaikan zakat, yang mereka anggap sebagai upeti yang dibayar seorang pengikut kepada yang diikutinya.
Ketika itu Tulaihah tinggal di Samira’, kemudian pindah ke Buzakhah yang dikiranya lebih baik dan lebih kuat sebagai tempat berperang.
Mendakwakan Diri Nabi
Sesudah Rasulullah wafat Tulaihah tidak lagi mendakwakan diri nabi. Ia melakukannya pada saat-saat terakhir dalam hidupnya. Sama halnya dengan Aswad al-Ansi dan Musailimah.
Seperti kedua rekannya, Aswad dan Musailimah yang juga mendakwakan diri nabi, ia juga tidak mengajak masyarakat Arab kembali kepada penyembahan berhala. Paganisma itu oleh Nabi Muhammad sudah dikikis habis dari negeri Arab.
Ajakan tauhid sudah meluas ke seluruh Semenanjung itu dan sudah meresap begitu kuat dalam hati sehingga setiap orang merasa malu jika masih berpikir tentang berhala dan menganggapnya sebagai impian kosong saja.
Akan tetapi mereka yang menganggap diri nabi itu mendakwakan bahwa mereka juga menerima wahyu seperti yang diterima Muhammad, dan malaikat datang kepada mereka dari langit seperti yang juga datang kepada Muhammad.
Di antara mereka ada pula yang berusaha meniru-niru Qur’an, yang menurut khayalnya juga diwahyukan kepadanya.
Dugaan Tulaihah Menerima Wahyu
Di antara yang disebutkan oleh sumber-sumber tentang Tulaihah yang mendakwakan diri menerima wahyu itu kata-katanya ini (dalam bentuk sajak):
“Demi burung dara dan burung tekukur, demi burung pemangsa yang kelaparan, yang sudah diburu sebelummu beberapa tahun, raja kita pasti mengalahkan Irak dan Syam.”
Kita sudah sering membaca mantra-mantra para dukun zaman jahiliah, dan semua itu masih kita ingat, bahwa Quraisy memerangi Nabi Muhammad karena dia dikatakan seorang dukun dan bahwa yang diwahyukan kepadanya itu semacam mantra ini.
Orang yang pernah hidup sezaman dengan Nabi sudah tahu benar, bahwa propaganda yang ditujukan yang maksudnya kepada Qur’an itu omong kosong.
Di samping itu, buat semua orang Arab jelas sekali sudah, bahwa Qur’an adalah mukjizat Nabi Muhammad, yang tidak mungkin – baik manusia ataupun jin – akan mampu membuat serupa itu sekalipun mereka masing-masing saling tolong-menolong.
Tulaihah hendak mengubah praktik salat. Ia antara lain tak dapat menerima adanya ketentuan rukuk dan sujud dalam salat, dan katanya bahwa Allah tidak menyuruh orang menyurukkan mukanya ke debu atau membungkukkan punggung dalam salat.