JAKARTAMU.COM | Nabi palsu itu bernama Tulaihah bin Khuwailid al-Asadi. Ia didukung kabilah-kabilah Tayyi’, Gatafan, Sulaim dan penduduk pedalaman yang berdekatan, yang terletak di sebelah timur dan barat laut Madinah.
Muhammad Husain Haekal dalam buku yang diterjemahkan Ali Audah berjudul “Abu Bakr As-Siddiq – Yang Lembut Hati” (Pustaka Litera AntarNusa, 1987) mengatakan di era Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Tulaihah melakukan perlawanan.
Ia didampingi Uyainah bin Hisn yang memimpin 700 orang dari Fazarah. Dia sangat membenci Abu Bakar dan ingin sekali melumpuhkan kekuasaan Muslimin.
Dalam Perang Ahzab, di era Rasulullah SAW, Uyainah memimpin pasukan Fazarah. Ketika itu ia termasuk salah satu dari tiga kavaleri yang berusaha hendak menyerang Madinah setelah ada persetujuan antara Fazarah dengan Quraizah, dan dia juga yang hendak menyerbu Madinah tak lama setelah pihak Ahzab jatuh.
Kala itu, Rasulullah dapat menahan serangan mereka dan Uyainah lari dan dikejar pasukan muslim dalam ekspedisi Zu Qarad.
Sekalipun kemudian ia masuk Islam, tetapi masuk Islamnya karena menyerah kalah kepada kekuatan yang sudah tak dapat dilawan. Namun setelah Rasulullah wafat, ia tidak senang dengan kekuasaan Abu Bakar.
Sudah banyak tokoh meninggalkan Tulaihah, namun ia tidak mundur dari “kenabiannya”. Dia menyadari bila mundur Uyainah akan berbalik melawannya dan semua mereka yang di sekitarnya akan memberontak dan nyawanya terancam. Biarlah dia bertahan, dan dia akan menunggu Khalid bin Walid dan pasukannya datang. Sesudah itu biarlah terjadi apa yang akan terjadi.
Gerakan Khalid bin Walid
Tiba saatnya sudah Khalid harus bergerak menghadapi golongan murtad itu. Ia mengirim Ukkasyah bin Mihsan dan Sabit bin Agram al-Ansari sebagai perintis jalan.
Keduanya termasuk pemuka dan pahlawan Arab yang berani. Mereka bertemu dengan Hibal saudara Tulaihah, lalu membunuhnya. Mendengar saudaranya dibunuh, Tulaihah dan Salamah, saudaranya yang seorang lagi, keluar memeriksa dan mencari berita lebih lanjut.
Salamah tidak menunda lagi ketika melihat Sabit, lalu membunuhnya. Ukkasyah bertahan sendiri pun akhirnya terbunuh.
Khalid datang dengan beberapa orang. Mereka sangat terharu menyaksikan saudaranya dibunuh. Kata mereka: “Dua orang pemimpin dan pahlawan Muslim!”
Melihat kesedihan sahabat-sahabatnya itu Khalid mengambil sikap untuk tidak menghadapkan mereka kepada musuh sebelum hati mereka tenang kembali. Karena itu ia mengajak mereka berbelok ke Tayyi’.
Ia meminta Adi memberikan siapa saja anak buahnya yang dapat dikerahkan. Pihak Muslimin melihat jumlah pasukannya makin banyak dan dengan itu kekuatannya pun akan berlipat ganda. Mereka senang hati berangkat perang. Khalid memimpin mereka ke Buzakhah untuk menghancurkan Tulaihah tanpa menenggang-nenggang dan maju-mundur lagi.
Tayyi’ Memerangi Qais
Kabilah-kabilah Qais dan Banu Asad sudah siap berperang di sekeliling Tulaihah. Orang-orang Tayyi’ yang bergabung dengan pasukan Khalid berkata: “Kita minta kepada Khalid, cukup menghadapi Qais saja, sebab Banu Asad masih termasuk sekutu kami.”
Akan tetapi Khalid menjawab: “Qais tidak lebih lemah dari keduanya. Yang mana dari mereka yang kamu sukai serbulah.”
Adi berkata: “Kalau keluargaku terdekat meninggalkan agama ini, pasti kuhadapi mereka. Akan mundurkah aku menghadapi Banu Asad karena persekutuannya itu! Tidak, tidak akan kulakukan!”
Khalid berkata: “Memerangi keduanya juga suatu jihad. Janganlah kau tentang pendapat kawan-kawanmu itu. Teruskan menghadapi salah satunya, dan pimpinlah mereka menghadapi lawan yang lebih kuat untuk diperangi. Dengan begitu Tayyi’ akan menghadapi Qais, dan Muslimin yang lain menghadapi Banu Asad.”
Ketika itu yang akan memimpin pertempuran ialah Uyainah bin Hisn di pihak Tulaihah, sementara Tulaihah sendiri tinggal dalam sebuah rumah dari bulu berselubung kain guna membuat ramalan buat mereka.
Setelah terjadi pertempuran sengit dan Uyainah melihat kekuatan Khalid dan Muslimin, ia kembali kepada Tulaihah menanyakan: ‘Sudahkah Jibril datang?’
‘Belum,’ jawab Tulaihah.
Uyainah kembali dan terus bertempur lagi. Begitu melihat pertempuran itu berkobar luar biasa, ia kembali lagi kepada Tulaihah menanyakan: “Bagaimana? Jibril sudah datang?”
Tulaihah menjawab: “Belum juga.”
“Sampai kapan? Sudah cukup lama kita menunggu!'” kata Uyainah.
Ketika ia kembali lagi ke medan pertempuran, pasukan berkuda Khalid sudah hampir mengepungnya dan mengepung anak buahnya. Ketika kembali lagi kepada Tulaihah dalam ketakutan ia mengulangi lagi pertanyaannya: “Sudah datangkah Jibril?”
“Ya, sudah.”
“Apa katanya?”
Tulaihah menjawab: “Dia berkata kepadaku: ‘Kau punya pasukan unta seperti pasukannya dan sebuah cerita yang tak terlupakan.'”
Tidak tahan mendengar igauan itu Uyainah berteriak mengatakan: “Allah sudah tahu bahwa akan terjadi suatu cerita yang tak terlupakan!”
Kemudian ia berseru kepada golongannya: “Hai Banu Fazarah, mari kita tinggalkan dia. Dia pembohong!”
Mereka pun pergi berlarian. Ketika itu ada sebuah rombongan lewat, mereka berseru kepada Tulaihah: “Apa yang kauperintahkan kepada kami?!”
Waktu itu Tulaihah sedang menyiapkan kudanya dan seekor unta untuk istrinya, Nawar. Begitu melihat orang banyak mendatanginya dan memanggil-manggilnya, langsung ia menaiki kudanya dan membawa serta istrinya.
Dengan demikian ia dan istrinya menyelamatkan diri, sambil berkata: “Barang siapa di antara kamu dapat berbuat seperti aku dan dapat menyelamatkan diri dan keluarganya, lakukanlah!”
Hancurnya Tulaihah Lari ke Syam dan Kembali kepada Islam
Perlawanan nabi palsu itu akhirnya berakhir. Bahkan sekaligus usahanya mengaku-aku nabi juga berakhir. Dia lari ke Syam dan mereka yang dulu mengatakan nabi kini mendustakannya.
Kemudian ia mengambil tempat di Kalb dan menetap di sana. Kemudian ia kembali ke pangkuan Islam setelah diketahuinya bahwa kabilah-kabilah yang dulu menjadi pengikutnya telah kembali kepada agama yang benar itu.
Setelah itu ia melakukan umrah ke Makkah semasa Khalifah Abu Bakar itu juga.
Suatu ketika ia menyusuri pinggiran kota Madinah, ada orang yang menyampaikan kepada Abu Bakar tentang tempatnya itu, tetapi Abu Bakar mengatakan: “Akan kuapakan dia? Biarkan dia bebas. Allah sudah memberinya petunjuk kembali kepada Islam.”
Membaiat Umar bin Khattab
Di era Umar bin Khattab menjadi Khalifah, Tulaihah datang dan ikut membaiatnya. Tetapi Umar masih menegurnya: “Kau sudah membunuh Ukkasyah dan Sabit! Aku samasekali tidak menyukaimu!”
“Amirulmukminin,” kata Tulaihah, “Anda jangan risau karena dua orang yang sudah mendapat kehormatan dari Allah melalui tanganku ini, tetapi Allah tidak memberiku yang demikian melalui tangan mereka.”
Umar menerima pembaiatannya itu. Kemudian katanya menanyakan: “Benar-benar penipuan. Sekarang apa lagi yang masih tinggal dari kedukunanmu itu?”
“Sekali atau dua kali hembusan saja lagi.”
Kemudian ia kembali ke golongannya dan tinggal bersama mereka. Tetapi akhirnya tiba saatnya, ia juga ikut bertempur mati-matian bersama Muslimin yang lain dalam melawan Irak.