Kamis, Desember 12, 2024
No menu items!

Kisah Sri Sultan Hamengkubuwono IX Mematikan Lampu ketika KH Ahmad Dahlan Bertamu

Must Read
Miftah H. Yusufpati
Miftah H. Yusufpati
Sebelumnya sebagai Redaktur Pelaksana SINDOWeekly (2010-2019). Mulai meniti karir di dunia jurnalistik sejak 1987 di Harian Ekonomi Neraca (1987-1998). Pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah DewanRakyat (2004), Wakil Pemimpin Harian ProAksi (2005), Pemimpin Redaksi LiraNews (2018-2024). Kini selain di Jakartamu.com sebagai Wartawan Senior di SINDOnews.com dan Pemimpin Umum Forum News Network, fnn.co.Id.

SUATU saat, Gerebeg Hari Raya yang menjadi tradisi Kraton Yogyakarta menurut penanggalan Jawa jatuh satu hari sesudah Hari Raya menurut hisab dan rukyat.

Kiai Ahmad Dahlan yang seorang Khatib Masjid Besar Kauman, meminta menghadap Raja Jogja, ketika itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX, guna menyampaikan usulan tentang perlunya memajukan acara Grebeg tersebut.

Di tengah malam dengan diantar Kanjeng Kiai Penghulu, Kiai Dahlan diterima Sang Raja dalam sebuah ruangan tanpa diterangi lampu.

Sang Raja mendengar penjelasan Kiai Ahmad Dahlan. Setelah Kiai Dahlan selesai menguraikan gagasannya, Raja Jogja itu bersabda bahwa acara Grebeg tetap dilaksanakan sesuai tradisi Jawa dan Kiai Ahmad Dahlan dipersilahkan menyelenggarakan Salat Hari Raya sehari lebih dahulu sesuai ajaran Islam.

Selesai bersabda, lampu di ruangan di mana Raja sedang menerima Kiai Dahlan menghadap itu pun dinyalakan. Betapa terkejut Kiai Dahlan, karena Sang Raja didampingi para pangeran dan pejabat kerajaan lainnya.

Melihat gelagat keterkejutan Kiai Dahlan itu, Sang Raja kembali bersabda bahwa pemadaman lampu itu sengaja dilakukan agar Kiai Dahlan tidak merasa kikuk ketika menyampaikan pandangan dan usulannya kepada Raja.

Salat Hari Raya pun berlangsung sehari lebih awal dan Gerebeg berlangsung sehari sesudah Hari Raya.

“Sikap Kiai Dahlan tersebut di atas bersumber dari pandangannnya tentang Islam dan pemahamannya atas Al-Qur’an,” tulis Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan dalam buku “KH Ahmad Dahlan (1868-1923)” bab “Kiai Ahmad Dahlan Mengganti Jimat, Dukun, dan Yang Keramat Dengan Ilmu Pengetahuan Basis Pencerahan Umat Bagi Pemihakan Terhadap Si Ma’un”.

Buku ini diterbitkan Museum Kebangkitan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015. Abdul Munir Mulkan adalah Guru Besar tetap UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Guru Besar Emiritus Universitas Muhammadiyah Surakarta..

Menurutnya, gagasan dasar Kiai Dahlan tampak mendasari seluruh inovasi kreatif bersumber pada tafsir pragmatis dan fungsionalnya atas berbagai ayat dalam kitab suci Al-Qur’an.

Kiai Ahmad Dahlan memandang bahwa tafsir atas ayat-ayat Al-Qur’an merupakan pengetahuan yang kompatibel terhadap seluruh temuan iptek dan pengalaman hidup manusia dari beragam bangsa dan pemeluk agama.

Seluruh gagasan dan kerja Kiai Ahmad Dahlan tercurah untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana kebenaran pemahaman atas ayat-ayat Al-Qur’an itu berfungsi bagi pemecahan berbagai problem kehidupan umat manusia.

Melalui jalan demikian itulah menurut pendapatnya, ajaran Islam akan benar-benar berfungsi bagi kebaikan hidup seluruh umat manusia dan keselamatan hidup di dunia dan akhirat.

Abdul Munir Mlkhan mengatakan gagasan tentang kebenaran dan kebaikan sebagai tafsir Al-Qur’an dalam hubungan dengan pengalaman universal kemanusiaan (global dan lokal) tampak mewarnai sikap hidup dan luas hubungan sosialnya.

Cikal-bakal Kelahiran Departemen Agama

Kiai Ahmad Dahlan adalah salah seorang pejabat di lingkungan kerajaan Yogyakarta Hadiningrat yang secara khusus membidangi persoalan keagamaan (Islam) dalam lembaga Kepenghuluan (Jw: Kapengulon).

Lembaga yang hingga saat ini tetap bertahan itulah yang pada saat kemerdekaan menjadi cikal-bakal kelahiran Departemen Agama.

Jabatan di lembaga kepenghuluan tersebut diterima Kiai Ahmad Dahlan secara turun-temurun dari kakek dan buyutnya yang hingga saat ini dipegang anak-keturunan Kiai Ahmad Dahlan yang seluruhnya merupakan pengurus teras Muhammadiyah.

Hubungan harmonis Kiai Ahmad Dahlan dengan pusat kekuasaan dari Kerajaan Yogyakarta cukup unik, terutama ketika kerajaan Jawa itu dipandang masyarakat sebagai pusat tradisi Kejawen yang penuh mistik.

Konflik keras justru lahir antara komunitas Kauman dan elite ulama senior dengan Kiai Ahmad Dahlan, sehingga bangunan musala yang didirikannya pernah dirobohkan dan Kiai Dahlan pernah diusir dari kampung itu.

Sementara Kiai Dahlan tidak pernah berhenti melancarkan kritik atas praktik takhayul, gugon-tuhon (jimat dan kesaktian mistik) dan perdukunan, tak sekali pun ada berita tentang konflik antara Kiai Dahlan dan penguasa Kraton.

Hanya dalam perkembangannya, hubungan Muhammadiyah dan Kerajaan Yogyakarta tampak kurang berlangsung harmonis seperti selama masa kepemimpinan Kiai Ahmad Dahlan.

Kecenderungan demikian boleh jadi, kata Abdul Munir Mukhan, berkaitan dengan penempatan tradisi kraton sebagai pusat mistik Kejawen, terutama selama masa Perang Kemerdekaan tidak lama sesudah Perang Diponegoro.

Tafsir Ajaran Islam

Gejala disharmoni tersebut menjadi semakin mengeras saat pemerintah kolonial menguasai kerajaan dan gerakan Islam menjadi pusat komando bagi perlawanan terhadap kolonialisme.

Dalam suasana demikian Pujangga Kerajaan (Yogyakarta dan Surakarta) terus menulis berbagai karya yang tidak bisa diberi arti lain kecuali tafsir ajaran Islam dalam struktur kesadaran budaya Jawa.

Sekurangnya terdapat dua kitab yang menjelaskan tafsir Jawa atas ajaran Islam, yaitu: Serat Warno-Warni dan Serat Kalatida yang terkenal dan sarat ajaran etikamoral Sufi itu. Seorang pangeran di masa lalu harus menjalani suatu fase pendidikan yaitu belajar di Pondok Pesantren terkemuka.

Perubahan hubungan Islam (versi Muhammadiyah) dan tradisi Jawa yang berpusat di Kraton seperti itu berkaitan dengan semakin menguatnya ortodoksi fikih (hukum legal syariah) dalam perjalanan Muhammadiyah sesudah pendirinya wafat pada 1923.

Aktivis Lingkungan Muhammadiyah Terima Planet Award

JAKARTAMU.COM | Hening Parlan, aktivis lingkungan Muhammadiyah menerima "Planet Award" dari Kedutaan Besar Inggris. Penghargaan kepada individu ini diberikan...

More Articles Like This