KISAH Khalifah Umar bin Khattab dan Uskup Sophronius serah terima Yerusalem terjadi pada 638 M. Kala itu, sesudah Umar menyelesaikan perjanjian Palestina, Abu Ubaidah dan Khalid serta yang datang bersama mereka dari utara Syam, kembali ke tempat pekerjaan masing-masing.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul “Al-Faruq Umar” yang diterjemahkan Ali Audah menjadi “Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu” (PT Pustaka Litera AntarNusa, 2000) menceritakan setelah itu ia akan pergi Baitulmukadas ditemani oleh Amr bin As dan Syurahbil bin Hasanah.
Akan tetapi ternyata kaki kudanya belum sembuh. Sebagai gantinya dibawakan seekor kuda beban. Tetapi waktu berjalan kuda itu bertingkah dan gentanya bergemerincing. Yang demikian ini tidak disukai oleh Umar. Ia turun dan menampar muka kuda itu dengan mantelnya sambil berkata: “Jelek sekali tingkah lakumu yang begitu angkuh!”
Ia memang tak pernah menunggang kuda beban, baik sebelum atau sesudah itu. Sementara kudanya diistirahatkan, ia masih tinggal selama beberapa hari lagi. Sesudah itu dinaikinya lagi dalam perjalanannya memasuki kota Baitulmukadas.
Ia disambut oleh Uskup Agung Sophronius dan pembesar-pembesar kota. Ia sangat ramah terhadap mereka dan akrab. Kata- katanya dalam pembicaraan itu sangat memikat hati mereka. Segala yang diberikan kepada mereka berupa jaminan keamanan untuk diri mereka, keyakinan dan rumah-rumah ibadah mereka, memang mencerminkan kejujuran di wajahnya.
Haekal menuturkan kecintaan orang ini pada kebenaran dan keadilan yang mereka lihat jauh sekali jika dibandingkan dengan masa Kaisar dulu, yang bertangan besi dan serba menindas. Selesai pertemuan sore itu mereka pulang untuk kemudian bertemu lagi keesokan harinya.
Sesudah tinggal seorang diri, Khalifah Umar bin Khattab melakukan salat tanda bersyukur kepada Allah atas segala karunia yang telah diberikan kepadanya.
Karunia mana yang lebih besar daripada menjadi seorang pembebas kota Masjidilaqsa dan sebagai pengganti Rasulullah dalam melakukan salat di tempat itu!
Allah telah memberi karunia kepada hamba dan Rasul-Nya dengan melakukan perjalanan malam dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah diberi berkah di sekitarnya untuk memperlihatkan kepadanya tanda-tanda kebesaran-Nya.
Sesudah Rasulullah SAW tiba di Baitulmukadas, ia melaksanakan salat di reruntuhan Kuil Sulaiman, mengimami Nabi Ibrahim, Nabi Isa dan Nabi Musa.
Sejak selesainya mukjizat ini dengan izin Allah Rasulullah tak pernah lagi pergi ke Palestina dan tidak pula datang ke Masjidilaqsa. Kemudian beliau digantikan oleh Abu Bakar, yang juga belum ditakdirkan Allah berkunjung ke sana.
Nasib baik rupanya telah diberikan kepada Umar. Baitulmukadas telah membukakan pintunya buat dia. Ia mendapat sambutan sebagai orang yang beruntung, yang dicintai karena keadilannya, karena toleransinya serta kecenderungannya hendak memelihara jangan sampai ada orang yang dipaksa karena keyakinan agamanya.
Baitulmukadas ini yang kemudian menjadi kiblat kaum Muslimin yang pertama, dan bagi umat Nasrani sebagai makam Almasih sedang bagi Yahudi sebagai tanah yang dijanjikan. Adakah karunia yang lebih besar dari ini yang membuat Khalifah Umar bersyukur kepada Tuhan? Kalau ia bangun malam sepanjang itu ia salat. Ia melakukan itu sebagai bagian yang sudah menjadi kewajibannya. Dan sesudah semua ini, sungguh Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Pengasih. (QS 16:110).