Oleh Prima Mari Kristanto | Akuntan Publik
PENGGUNAAN dana zakat untuk program sosial seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) kini menjadi topik hangat yang memancing diskusi berbagai pihak. Salah satu tanggapan datang dari Ketua Umum PP Muhammadiyah, Profesor Haedar Nashir, yang menegaskan pentingnya diskusi mendalam dengan lembaga pengelola zakat, infak, dan sedekah.
Menurut beliau, selama program ini selaras dengan kepentingan bangsa dan negara, usulan tersebut bisa dipertimbangkan, namun perlu diperhatikan aspek manajemen dan pencapaian targetnya.Sebab zakat memiliki dimensi syar’i yang mengatur siapa saja yang berhak menerima. Oleh karena itu, pemanfaatannya untuk tujuan di luar ketentuan ini membutuhkan kehati-hatian.
Pengalaman penulis sebagai akuntan publik menunjukkan bahwa banyak Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah aktif menjalankan program serupa. Sebagai contoh, beberapa LAZ menyediakan katering harian untuk lansia. Lembaga Amil Zakat Infaq Shodaqoh Muhammadiyah atau Lazismu, memanfaatkan daging kurban dalam bentuk olahan seperti kornet, bakso, dan sosis.
Upaya ini menjadi bukti nyata bahwa zakat sudah digunakan untuk mendukung program ketahanan pangan bagi kaum duafa. Dengan kata lain, lembaga dan badan amil zakat tersebut secara aktif membantu negara menjalankan program-program jaring pengamanan sosial pada kelompok tertentu yang tidak terjangkau program pemerintah.
Kedermawanan masyarakat Indonesia yang diakui dunia – menurut World Giving Index (WGI) selama tujuh tahun berturut-turut – menunjukkan potensi besar zakat, infak, dan sedekah dalam mendukung kesejahteraan masyarakat.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mencanangkan program MBG sebagai inisiatif yang bertujuan untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi dengan fokus pada anak-anak atau kelompok rentan lainnya.
Program yang merupakan bagian dari pelayanan IFSR (Indonesia Food Security Review) ini bekerja sama dengan pihak United NationWorld Food Programme dan menjadi bagian dari School Meals Coalition yang bertujuan untuk mengatasi masalah kelaparan, kurang gizi, dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Makanan yang disediakan dalam program ini mengikuti standar gizi yang ditetapkan, termasuk kebutuhan akan protein, vitamin, mineral, dan energi yang mencukupi. Program MBG ditujukan untuk pelajar di sekolah-sekolah atau anak-anak dalam komunitas yang mungkin tidak memiliki akses memadai terhadap makanan bergizi.
Program ini diharapkan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan kelompok yang dilayani, serta membantu menciptakan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mereka. Tentu program mulia ini perlu mendapat dukungan, terutama dari umat Islam karena menjadi bagian dari pengamalan Surah Al Balad (Negara).
Pada terjamah ayat 11 sampai 14 tertulis: ”Maka, tidakkah sebaiknya dia menempuh jalan (kebajikan) yang mendaki dan sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu? melepaskan perbudakan atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan (kepada) anak yatim yang memiliki hubungan kekerabatan atau orang miskin yang sangat membutuhkan.”
Negara, sebagaimana amanat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bertugas memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Program MBG merupakan salah satu implementasinya. Negara dengan kekuatan sumber daya manusia dan segala kewenangan yang dimiliki diharapkan mampu menjangkau target lebih besar dan luas dari pada gerakan ormas dan perorangan atau individu.
Zakat, infak, sedekah yang dikumpulkan berdasarkan perintah agama tidak memiliki daya paksa sebagaimana pajak, retribusi, cukai dan bermacam sumber penerimaan negara lainnya.
Keberadaan ormas Islam yang menjadi motor gerakan umat Islam dalam pengumpulan dana zakat, infak, sedekah, juga wakaf, sejauh ini telah menjadi mitra strategis negara dalam pemberdayaan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Usulan anggota DPD RI untuk memanfaatkan dana zakat bagi program MBG sebenarnya tidak keliru. Namun, mengingat zakat telah memiliki alokasi khusus bagi kaum dhuafa, usulan ini memerlukan kajian lebih mendalam. Sebaliknya, alternatif yang lebih realistis adalah mengalokasikan dana APBN kepada lembaga amil zakat agar mereka bisa menjadi mitra strategis dalam pelaksanaan program MBG.
Selama ini, lembaga-lembaga zakat telah menunjukkan militansi dalam membantu masyarakat melalui audit laporan keuangan dan syariah yang profesional. Dengan dukungan dana APBN, mereka dapat memperluas jangkauan dan memberikan dampak yang lebih besar. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat sinergi antara pemerintah dan lembaga zakat, tetapi juga memastikan dana umat digunakan dengan amanah dan transparan. (*)