JAKARTAMU.COM | Sebelum meletus Perang Badar orang-orang Yahudi di Madinah kerap membuat ulah. Mereka mengejek Rasulullah dan umat Islam. Tak jarang kaum Muslimah menderita pelecehan.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul “Sejarah Hidup Muhammad” menceritakan suatu ketika ada seorang perempuan Arab datang ke pasar Yahudi Banu Qainuqa’ dengan membawa perhiasan. Ia sedang duduk menghadapi tukang emas. Mereka berusaha supaya ia memperlihatkan mukanya. Tapi wanita itu menolak.
Tiba-tiba datang seorang Yahudi dengan diam-diam dari belakang. Disematkannya ujung baju wanita itu dengan sebatang penyemat ke punggungnya, dan bila wanita itu berdiri, maka tampaklah auratnya.
Mereka ramai-ramai menertawakannya. Wanita itu menjerit-jerit. Waktu itu juga seorang laki-laki Muslim langsung menerkam tukang emas tersebut. Terjadilah perkelahian yang menewaskan seorang Yahudi. Selanjutnya, orang-orang Yahudi yang lain datang ramai-ramai menangkap dan mengikat laki-laki Muslim itu lalu mereka bunuh juga.
Saat itu keluarga Muslim ini minta bantuan kaum Muslimin dalam menghadapi pihak Yahudi, yang selanjutnya sampai timbul bencana besar antara mereka dengan pihak Yahudi Banu Qainuqa’.
Kemudian Nabi Muhammad minta kepada mereka ini supaya jangan lagi mengganggu kaum Muslimin dan supaya tetap memelihara perjanjian perdamaian dan ko-eksistensi yang sudah ada. Kalau tidak mereka akan mengalami nasib seperti Quraisy. Akan tetapi peringatan ini oleh mereka diremehkan. Malah mereka menjawab:
“Muhammad, jangan kau tertipu karena kau sudah berhadapan dengan suatu golongan yang tidak punya pengetahuan berperang sehingga engkau mendapat kesempatan mengalahkan mereka. Tetapi kalau sudah kami yang memerangi kau, niscaya akan kau ketahui, bahwa kami inilah orangnya.”
Jika sudah begitu, maka tak ada jalan lain kecuali harus memerangi mereka juga. Kalau tidak, kaum Muslimin dan kedudukan mereka di Madinah akan runtuh, dan selanjutnya akan menjadi bahan cerita pihak Quraisy, sesudah pihak Quraisy sebelum itu menjadi bahan cerita orang-orang Arab.
Kaum Muslimin saat itu bertindak dan mengepung orang-orang Yahudi Banu Qainuqa’ berturut-turut selama 15 hari di tempat mereka sendiri. Tak ada orang yang dapat keluar dari mereka itu, juga tak ada orang yang dapat masuk membawakan makanan.
Tak ada jalan lain lagi mereka harus tunduk kepada undang-undang Nabi Muhammad, menyerah kepada ketentuannya. Lalu mereka menyerah. Sesudah bermusyawarah dengan pemuka-pemuka Muslimin, Nabi Muhammad menetapkan akan membunuh mereka itu semua.
Akan tetapi lalu datang Abdullah bin Ubay bin Salul – orang yang bersekutu baik dengan Yahudi maupun dengan Muslimin.
“Muhammad,” katanya. “Hendaklah berlaku baik terhadap pengikut-pengikutku.”
Nabi tidak segera menjawab. Lalu diulangnya lagi permintaannya. Tetapi Nabi menolak. Orang itu memasukkan tangannya ke saku baju besi Nabi Muhammad. Nabi Muhammad berubah air mukanya.
Lalu kata Nabi: “Lepaskan!” Beliau marah. Kemarahannya itu tampak terbayang di wajahnya. Kemudian diulanginya lagi dengan nada suara yang masih membayangkan kemarahan. “Lepaskan! Celaka kau!”
“Tidak akan kulepaskan sebelum kau bersikap baik terhadap pengikut-pengikutku. Empat ratus orang tanpa baju besi dan tiga ratus orang dengan baju besi telah merintangi aku melakukan perang habis-habisan, dan kau babat mereka dalam satu hari! Sungguh aku khawatir akan timbul bencana.”
Sampai pada waktu itu Abdullah bin Ubay adalah orang yang masih mempunyai kekuasaan atas orang-orang musyrik dari kalangan Aus dan Khazraj, meskipun kekuasaan ini, dengan adanya kekuatan kaum Muslimin telah menjadi lemah.
Melihat desakan orang itu yang demikian rupa, Nabi kembali menjadi tenang. Apalagi setelah ‘Ubada bin’sh-Shamit datang kepadanya bicara seperti pembicaraan Ibn Ubayy.
Ketika itu ia berpendapat akan memberikan belas kasihannya kepada Abdullah bin Ubayy, dan kepada orang-orang musyrik pengikut-pengikut Yahudi supaya dengan budi kebaikannya dan rasa kasihannya itu mereka akan merasa berhutang budi kepadanya. Akan tetapi, sebagai akibat perbuatan mereka sendiri Banu Qainuqa’ harus mengosongkan kota Medinah.
Abdullah bin Ubay ingin bicara sekali lagi dengan Nabi Muhammad mengenai keadaan mereka yang masih ingin menetap di sana itu. Akan tetapi salah seorang dari kalangan Islam berhasil mencegah adanya pertemuan Ibn Ubay dengan Nabi Muhammad.
Mereka lalu bertengkar sehingga kepala Abdullah kena pukul. Ketika itu Banu Qainuqa’ berkata: “Kami bersumpah tidak lagi akan tinggal di kota ini sesudah kepala Ibn Ubay dipukul sedang kami tidak dapat membelanya.”
Dengan demikian, setelah mereka tunduk dan menyerah hendak meninggalkan Madinah, ‘Ubada membawa mereka itu ke Wadi’l-Qura dengan meninggalkan perlengkapan senjata dan alat-alat tukang emas yang mereka pergunakan.
Di tempat ini lama mereka tinggal, dan dari sini barang-barang mereka semua mereka bawa. Mereka menuju ke arah utara sampai di Adhri’at di perbatasan Syam.
Di tempat inilah mereka menetap. Atau mungkin juga mereka tertarik ingin ke sebelah utara lagi ke Tanah yang Dijanjikan (Palestina) yang selalu menjadi idaman orang-orang Yahudi. (*)