Rabu, Maret 26, 2025
No menu items!
spot_img

Korupsi, Pajak, dan Kepercayaan yang Hancur

spot_img
Must Read

JAKARTAMU.COM | Defisit penerimaan pajak bukan sekadar angka di laporan keuangan negara. Ia adalah bukti bahwa kepercayaan rakyat terhadap pemerintah makin terkikis. Pajak yang seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan, malah lebih sering jadi ladang bancakan para pejabat serakah. Rakyat kecil dipaksa membayar pajak dari keringat mereka yang sudah habis diperas kehidupan, sementara di sisi lain, miliaran hingga triliunan rupiah menguap begitu saja ke rekening pribadi para tikus berdasi.

Makin hari, makin banyak rakyat yang sadar bahwa pajak yang mereka bayar justru lebih banyak menyejahterakan koruptor ketimbang membangun negara. Bukannya dipakai untuk memperbaiki jalan, sekolah, atau rumah sakit, uang pajak justru masuk ke kantong pribadi pejabat yang gemar hidup mewah. Mobil-mobil impor, rumah bak istana, liburan ke luar negeri, hingga pesta pora di hotel berbintang—semuanya dibiayai oleh uang rakyat.

Dan ironisnya, ketika skandal demi skandal terungkap, hukuman yang diberikan tak pernah sebanding dengan kejahatan mereka. Ditangkap, dihukum beberapa tahun, lalu keluar penjara dan tetap bisa menikmati hasil jarahan mereka. Bahkan tak sedikit yang masih bisa berbisnis atau kembali ke lingkaran kekuasaan. Sementara rakyat yang lelah berjuang mencari nafkah tetap harus patuh membayar pajak dengan ancaman sanksi jika telat atau tidak melapor.

Seharusnya, hukuman bagi koruptor tak sekadar pemenjaraan simbolis. Hartanya harus disita habis-habisan, dimiskinkan total, dan kalau perlu, dibuang ke laut tanpa sisa. Tapi yakinlah, bahkan buaya pun takkan mau menelan bangkai koruptor. Bangkai haram seperti itu lebih busuk daripada daging busuk mana pun di dunia.

Rakyat makin geram, tapi mereka juga tahu bahwa sistem masih dikuasai oleh orang-orang yang sama. Orang-orang yang pura-pura memperjuangkan rakyat saat kampanye, tapi begitu berkuasa malah sibuk mengamankan kepentingan mereka sendiri. Hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.

Jadi, kalau penerimaan pajak terus defisit, jangan buru-buru menyalahkan rakyat. Jangan heran kalau makin banyak yang enggan membayar pajak karena merasa hanya memberi makan para tikus rakus di puncak kekuasaan. Sebab, kepercayaan adalah sesuatu yang mahal, dan sekali hilang, butuh lebih dari sekadar janji manis untuk mengembalikannya.

Dan sampai hukum benar-benar ditegakkan dengan keadilan yang nyata, rakyat hanya bisa menonton dengan rasa muak sambil berkata:

“Weekk, weekk, weekk!”

Dwi Taufan Hidayat

spot_img

KHOTBAH IDULFITRI: Meraih Kemenangan dengan Berbakti kepada Orang Tua

KhOtbah Pertama اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Marilah kita senantiasa...

More Articles Like This