JAKARTAMU.COM | Peraih Anugerah ‘Mahakarya Penulis Buku Konstitusi’ dari Museum Rekor Indonesia (MURI) tahun 2023, Prof. Jimly Asshiddiqie menyebut bahwa hingga hari ini, dinamika demokrasi di Indonesia mengalami problem kemerosotan indeks kualitas; Sekali pun secara kuantitas, seperti kegiatan pemilihan presiden pemilihnya itu sangat tinggi.
Jimly Asshiddigie menyampaikan itu saat acara Kick Off atau Peluncuran Jimly Awards, berlangsung di Aston Kartika Grogol, Jakarta, pada Kamis (17/4/2025). “Jika pendekatannya kuantitas pada pemilihan presiden, itu ada juga yang menyebut: Demokrasi Indonesia, ‘the third largest democracy in the world, in terms of quantity’ atau terbesar ketiga di dunia, dalam hal kuantitas,” ungkapnya.

Pada ukuran kuantitas, menurut Jimly, belumlah dapat disimpulkan sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia; Pasalnya, pada indeks kualitas demokrasinya masih belum sebanding lurus, sekali pun kuantitas partisipasi pemilihnya sangat tinggi.
Ketua Mahkamah Konstitusi RI periode 2003-2008 itu menjelaskan, ada 10 presiden dengan pemilih terbanyak di seluruh dunia. “Kita batasi, lima presiden saja dengan pemilih terbanyak di dunia dalam sejarah. Ada tiga dari lima itu, Indonesia,” paparnya.
Suara terbanyak pemilih di dunia, untuk pemilihan seorang kepala negara adalah pada Prabowo Subianto dengan. “Nomor 1, Prabowo Subianto, dipilih terbanyak sepanjang sejarah, yaitu 97 juta pemilih. Ini pada pemilu tahun 2024. Tidak ada presiden lebih banyak pemilih dari pada Prabowo,” terang dia.
Jimly melanjutkan, urutan kedua adalah Presiden RI yang Ketujuh Joko Widodo pada 2019. “Nah untuk urutan ketiga dan keempat, presiden Amerika Serikat, Joe Biden dan Donald Trump. Kemudian, urutan dibawahnya, diisi Indonesia lagi, Presiden RI yang Keenam, Susilo Bambang Yudhoyono,” tutur dia.
Kuantitas pemilih di negara-negara lain seperti Brasil, Prancis, Rusia, kata Jimly angka pemilih presidennya di bawah (Indonesia) semua. “Jadi dari demokrasi elektoral, Indonesia adalah the first largest democracy in the world,” tutur Jimly.
Lebih lanjut ia mempertanyakan mengenai kuantitas ini benar-benar berbanding lurus dengan kualitas demokrasi? Inilah ia pandang bermasalah.
“Indeks kualitasnya turun terus kok. Tahun 2023 Indonesia berada pada ranking 54 dunia. Bukannya nomor 1 ya. Nomor 1 adalah kuantitasnya, tapi kualitas urutan 54. Alhamdulillah, turun lagi tuh jadi 57 di tahun 2024,” sebut Jimly pula.
Kemudian ia mengemukakan pandangan, kejadian yang tidak berbanding lurus antara kuantitas demokrasi dengan kualitas demokrasi yang substantif, menunjukkan ada problem yang harus diselesaikan bersama oleh bangsa ini; Bukan hanya mendongkrak indeks kualitas demokrasi namun juga kualitas Indonesia sebagai Negara Hukum.
Hadir pada acara bertajuk “Kic-Of Jimly Award bagi Pejuang Panegak Demokrasi & Konstitusi dan Dialog Kebangsaan: Critical Points dalam Implementasi Konstitusi,” antaranya Ahmad Munzani (Ketua MPR RI 2024-2029), Bambang Soesatyo (Ketua MPR RI 2019-2024), para pakar ilmu hukum dan intelektual berbagai kampus, para pimpinan peguruan tinggi, serta para aktivitis dan pejuang penegak demokrasi mau pun penegak konstitusi lainnya. (*/agk)