Kamis, Februari 6, 2025
No menu items!

Kumandang Azan Selain Penanda Waktu Salat, Bolehkah?

Must Read

JAKARTAMU.COM | Secara bahasa, azan berarti pengumuman. Dalam istilah syar’i, azan adalah pengumuman masuknya waktu salat dengan ucapan (zikir) tertentu. Azan mulai disyariatkan di Madinah pada tahun pertama Hijriyah, sekitar sembilan bulan setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah.

Seiring waktu, azan menjadi tradisi masyarakat Muslim di seluruh dunia. Bahkan, azan telah menginspirasi dan menggugah banyak non-Muslim untuk melirik Islam. Selain sebagai penanda waktu salat, azan juga berkembang dalam berbagai aspek kehidupan.

Di Indonesia, misalnya, azan dikumandangkan saat bayi baru lahir, sebelum jenazah dikuburkan, serta saat mengiringi orang yang hendak berangkat haji. Bagaimana pandangan Islam terhadap tradisi ini?

Pandangan Ulama Tentang Azan di Berbagai Kesempatan

Dalam sebuah kajian di Masjid Al Huda, Jalan Cipinang Kebembem, Jakarta Timur, pada Rabu (5/2/2025) malam, Ustaz H. Yudi Kurnia, Lc., menjelaskan bahwa ulama yang menghasankan (menganggap baik) dalil tentang azan bagi bayi yang baru lahir adalah Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah. Ia berpendapat:

“Rahasia (hikmah) azan di telinga bayi adalah agar yang pertama kali terdengar olehnya adalah kalimat yang mengandung kebesaran dan keagungan Allah serta kalimat syahadat, yang juga merupakan kalimat pertama saat seseorang masuk Islam. Hal ini seperti menalqinkan syiar Islam padanya sejak pertama kali masuk ke dunia, sebagaimana talqin dilakukan saat seseorang akan meninggalkan dunia (wafat).”

Namun, Ustaz Yudi juga menjelaskan bahwa terdapat perbedaan pendapat (khilaf) di kalangan ulama mengenai hal ini. Sebagian ulama berpendapat bahwa riwayat tentang azan bagi bayi yang baru lahir lemah.

“Tapi, pendapat tersebut tidak bisa dijadikan dasar untuk menyamakan azan bagi bayi dengan azan sebelum jenazah dikuburkan,” jelas Ustaz Yudi dalam kajian yang membahas Bab Azan dalam Kitab Bulughul Maram.

Syiar Islam dan Tradisi Azan

Menurut Ustaz Yudi, pada hari raya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khusus meminta seluruh anggota keluarga, dari bayi hingga lansia, untuk hadir dalam salat Id agar syiar Islam semakin kuat.

“Dalam hari Id terkandung hakikat syiar. Inilah Islam dalam kegembiraan. Inilah wajah Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” ujarnya.

Dalam sebuah hadis dari Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengajak keluar kaum perempuan pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, baik perempuan ‘awatiq (wanita yang baru baligh), wanita haid, maupun gadis yang dipingit. Adapun wanita haid, mereka memisahkan diri dari tempat pelaksanaan salat, tetapi tetap menyaksikan kebaikan serta dakwah kaum Muslimin. Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.’ Beliau menjawab, ‘Hendaklah saudarinya (sesama Muslimah) meminjamkan jilbab kepadanya.’” (HR Bukhari dan Muslim).

Salat Id adalah ibadah sekaligus syiar dakwah yang utama bagi kaum Muslimin. Namun, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan azan sebagai penanda masuknya waktu salat Id, hingga kini tidak ada tradisi mengumandangkan azan sebelum salat Id, baik Idul Fitri maupun Idul Adha.

Reshuffle Kabinet: Menteri Berkinerja Buruk Bersiaplah..!

JAKARTAMU.COM | Isu perombakan Kabinet Merah Putih semakin menguat setelah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memasuki 100 hari kerja. Dalam...

More Articles Like This