SETELAH sebulan penuh menunaikan puasa Ramadan dan merayakan Idulfitri, umat Islam kini bersiap menyambut ibadah besar lainnya, yakni Iduladha dan kurban. Di tengah kemeriahan menyembelih hewan kurban dan membagikan daging di lingkungan sekitar, ada satu gerakan solidaritas yang semakin kuat digaungkan, yaitu mengalihkan hewan kurban ke daerah-daerah konflik dan bencana, terutama Palestina.
Dalam Islam, menyelamatkan jiwa yang terancam adalah bagian dari ibadah yang agung. Dalam situasi darurat seperti bencana alam, konflik sosial, perang, hingga genosida seperti yang dialami warga Palestina dan komunitas Rohingya, membantu mereka dianggap sebagai amal yang insyaallah mendapat penghargaan dari Allah.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, Surat Al-Maidah ayat 32: “Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain atau membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia.”
Imam Qatadah menafsirkan ayat ini bahwa siapa pun yang mencegah diri untuk mencelakakan jiwa orang lain, maka ia telah menyelamatkan seluruh manusia. Inilah semangat kurban yang lebih dari sekadar ritual, tetapi juga tindakan nyata menjaga kehidupan dan kemanusiaan.
Ibadah kurban bukan sekadar simbol ketaatan, tetapi juga bentuk solidaritas dan empati. Ketika hewan kurban disalurkan ke wilayah konflik, nilai sosial dan kemanusiaannya menjadi semakin kuat. Seperti disampaikan dalam maqashid syariah, tujuan utama syariah Islam adalah memaksimalkan kemaslahatan dan menolak keburukan. Memberikan daging kurban kepada mereka yang kelaparan akibat perang adalah wujud nyata dari prinsip ini.
Masyarakat Indonesia yang ingin menyalurkan kurban ke Palestina kini memiliki beberapa pilihan yang fleksibel dan relevan. Salah satunya adalah dengan menyetorkan dana kurban ke lembaga resmi pengelola donasi untuk Palestina. Dana ini bisa digunakan untuk pengadaan berbagai kebutuhan mendesak seperti makanan pokok, obat-obatan, atau logistik kemanusiaan lainnya, dan tidak selalu disalurkan dalam bentuk daging.
Di sisi lain, terdapat pula metode penyaluran melalui pengolahan daging kurban menjadi makanan siap saji, seperti rendang kalengan. Hewan kurban disembelih sesuai syariat pada hari Iduladha dan hari Tasyrik, kemudian dagingnya dimasak dan dikemas dalam bentuk olahan yang tahan lama. Produk ini dikirim ke Palestina atau ke kamp-kamp pengungsian di negara-negara sekitar Timur Tengah. Cara ini dinilai lebih efisien dan tepat sasaran karena daging dapat disimpan lebih lama dan langsung dikonsumsi oleh penerima tanpa perlu diolah ulang.
Konsep kurban modern ini menjadi alternatif yang menjanjikan manfaat lebih besar dan lebih luas. Tanpa mengurangi keutamaan kurban konvensional yang dilakukan secara langsung di lingkungan sekitar, pendekatan ini lebih adaptif terhadap kebutuhan kemanusiaan di masa krisis. Kurban bukan hanya soal menyembelih hewan, tetapi juga menyalurkan manfaatnya sejauh mungkin—ke tempat-tempat yang paling membutuhkan.
Selain menyalurkan daging kurban, bentuk lain dari solidaritas terhadap Palestina adalah dengan menahan diri dari konsumsi produk-produk dari perusahaan yang mendukung kepentingan zionis. Shohibul kurban dan kaum Muslimin di Indonesia diajak untuk lebih bijak dalam menggunakan uang mereka, tidak memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang secara nyata terlibat dalam penjajahan dan kekerasan di tanah suci Palestina. Tindakan ini menjadi bagian dari kurban nonmateri, mengorbankan ego dan kesenangan pribadi demi perjuangan yang lebih besar. (*)