JAKARTAMU.COM | Umat Islam harus mengimani bahwa Al-Quran telah menjelaskan “Ada suatu malam yang bernama Lailatul Qadar (QS 97:1) dan bahwa malam itu adalah “malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan penuh kebijaksanaan” (QS 44:3).
Malam tersebut terjadi pada bulan Ramadan (QS 2:185) serta pada malam Al-Qadr (QS 97:1). Malam tersebut adalah malam mulia, tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Ini diisyaratkan oleh adanya “pertanyaan” dalam bentuk pengagungan, yaitu Wa ma adraka ma laylat Al-Qadr.
13 Kali Kalimat Ma Adraka Terulang dalam Al-Quran
Prof Dr M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul “Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat” (Mizan, 1996) menjelaskan 13 kali kalimat ma adraka terulang dalam Al-Quran. Sepuluh di antaranya mempertanyakan tentang kehebatan yang terkait dengan hari kemudian, seperti Ma adraka ma Yawm Al-Fashl, … Al-Haqqah .. ‘illiyyun, dan sebagainya.
Semuanya itu merupakan hal yang tidak mudah dijangkau oleh akal pikiran manusia, kalau enggan berkata mustahil dijangkaunya. Dari ketiga belas kali ma adraka itu terdapat tiga kali yang mengatakan: Ma adraka ma al-thariq, Ma adraka ma al-aqabah, dan Ma adraka ma laylat al-qadr.
Menurut Quraish, kalau dilihat pemakaian Al-Quran tentang hal-hal yang menjadi objek pertanyaan, maka kesemuanya adalah hal-hal yang sangat hebat dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal pikiran manusia. Hal ini tentunya termasuk Laylat Al-Qadr.
Walaupun demikian, sementara ulama membedakan antara pertanyaan ma adraka dan ma yudrika yang juga digunakan oleh Al-Quran dalam tiga ayat.
- Wa ma yudrika la ‘alla al-sa’ata takunu qariba (Al-Ahzab: 63)
- Wa ma yudrika la’alla al-sa’ata qarib … (Al-Syura:17)
- Wa ma yudrika la allahu yazzakka (Abasa: 3).
Menyangkut Waktu Kedatangan Hari Kiamat
Dua hal yang dipertanyakan dengan wa ma yudrika adalah pertama menyangkut waktu kedatangan hari kiamat dan kedua apa yang berkaitan dengan kesucian jiwa manusia.
Secara gamblang, Al-Quran –demikian pula Al-Sunnah– menyatakan bahwa Nabi SAW tidak mengetahui kapan datangnya hari kiamat, dan tidak pula mengetahui tentang yang gaib.
Ini berarti bahwa ma yudrika digunakan oleh Al-Quran untuk hal-hal yang tidak mungkin diketahui walaupun oleh Nabi SAW sendiri. Sedangkan wa ma adraka, walaupun berupa pertanyaan, namun pada akhirnya Allah SWT menyampaikannya kepada Nabi SAW, sehingga informasi lanjutan dapat diperoleh dari beliau.
Itu semua berarti bahwa persoalan Laylat Al-Qadr harus dirujuk kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, karena di sanalah dapat diperoleh informasinya.
3 Arti Kata Qadar
Kembali kepada pertanyaan semula, bagaimana tentang malam itu? Apa arti malam Al-Qadr dan mengapa malam itu dinamai demikian? “Di sini ditemukan berbagai jawaban,” kata Quraish Shihab.
Menurutnya, kata qadr sendiri paling tidak digunakan untuk tiga arti:
Pertama, penetapan dan pengaturan sehingga Laylat Al-Qadr dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia.
Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan firman Allah pada surah 44:3 yang disebut di atas.
Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun. Al-Quran yang turun pada malam Laylat Al-Qadr diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad SAW, guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
Kedua, kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih.
Kata qadr yang berarti mulia ditemukan dalam ayat ke-91 surah Al-An’am yang berbicara tentang kaum musyrik: Ma qadaru Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu ‘ala basyarin min syay’i (Mereka itu tidak memuliakan Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia).
Ketiga, sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surah Al-Qadr: Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Roh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Kata qadr yang berarti sempit digunakan oleh Al-Quran antara lain dalam ayat ke-26 surah Al-Ra’d: Allah yabsuthu al-rizqa liman yasya’ wa yaqdiru (Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan mempersempitnya [bagi yang dikehendaki-Nya]).
Menurut Quraish, ketiga arti tersebut, pada hakikatnya, dapat menjadi benar, karena bukankah malam tersebut adalah malam mulia, yang bila dapat diraih maka ia menetapkan masa depan manusia, dan bahwa pada malam itu malaikat-malaikat turun ke bumi membawa kedamaian dan ketenangan?