Rabu, Maret 26, 2025
No menu items!
spot_img

Lebih Maslahat Membayarkan Zakat Fitrah dengan Uang

spot_img
Must Read

BADAN Amil Zakat Nasional (Baznas) telah menetapkan besaran zakat fitrah 2025 yang harus dibayarkan setiap individu Muslim sebesar Rp47 ribu. Angka tersebut setara dengan 2,5 kg atau 3,5 liter beras premium untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Baznas juga menetapkan nilai fidyah sebesar Rp60 ribu per jiwa per hari.

Zakat menurut syariat adalah sejumlah harta yang diwajibkan Allah SWT untuk diambil dari harta orang tertentu dan diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan syarat tertentu. Esensi zakat adalah pengelolaan harta yang diambil dari orang yang wajib membayar zakat (muzakki) untuk diberikan kepada mereka yang berhak menerima zakat (mustahik). Pengelolaan ini mencakup kegiatan pengumpulan, penyaluran, pendayagunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban harta zakat.

Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap individu Muslim yang berhubungan dengan berakhirnya bulan Ramadan. Tujuan dari zakat fitrah antara lain adalah mensucikan jiwa dan mencukupi kebutuhan fakir miskin.

Zakat fitrah berbeda dengan zakat mal dalam berbagai aspek. Zakat fitrah lebih mengacu pada individu, sedangkan zakat mal mengacu kepada harta. Zakat fitrah wajib ditunaikan pada bulan Ramadan hingga menjelang waktu salat sunah Idulfitri dengan tujuan mensucikan diri dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak berguna, serta memberi makan orang miskin agar mereka dapat mencukupi kebutuhan pada hari raya Idulfitri.

Hingga saat ini, masih ada ustaz dan ustazah yang menyatakan bahwa membayar zakat fitrah dengan uang tidak sah. Mereka berpegang pada hadis Nabi Muhammad SAW yang mensyaratkan zakat fitrah harus berupa makanan pokok. Kendati di masa Nabi sudah dikenal uang, tidak ada hadis yang meriwayatkan bahwa beliau pernah membayar zakat fitrah dengan uang.

Pendapat tersebut sah-sah saja. Namun, jangan sampai hal ini dibangkitkan kembali dengan niatan memaksakan pandangan bahwa zakat fitrah dengan makanan pokok adalah satu-satunya yang sesuai dengan sunnah Nabi, sementara pendapat lain dianggap bid’ah atau haram.

Jangan pula menggunakan “aji pamungkas” bahwa membayar zakat fitrah adalah masalah ibadah yang bersifat ta’abbudi (harus dipahami secara tekstual), di mana semua ibadah harus ada contohnya dari Nabi Muhammad SAW sesuai kaidah al-ashlu fi al-ibadah at-tauqif wal ittiba’.

Zakat Fitrah dengan Uang Bukan Hal Baru

Padahal, membayar zakat fitrah dengan uang bukanlah hal baru. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah memberi izin, bahkan menyuruh gubernurnya di Kufah untuk memungut zakat fitrah dalam bentuk uang, dengan jumlah setengah dirham per orang.

Dari kalangan ulama, Abu Hanifah dan Ats-Tsauri mengizinkan pembayaran zakat fitrah dengan uang yang senilai dengan makanan pokok yang dijadikan zakat. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat fitrah dengan uang atau membayar harganya adalah sah.

Menurut ulama Hanafiah, yang wajib dalam zakat fitrah adalah mencukupi kebutuhan fakir pada hari raya. Kecukupan ini dapat dicapai dengan nilai uang yang lebih bermanfaat dan sesuai kebutuhan. Ibnu Taimiyah juga membolehkan zakat fitrah dengan uang jika terdapat maslahat yang kuat.

Buku Perbedaan Muhammadiyah dan Salafi: Kumpulan Perbandingan Masalah Fikih yang ditulis oleh Dr. H. Ali Trigiyatno dan Muhammad Utama Al Faruqi, Lc., M.Pd. menyajikan pandangan Muhammadiyah mengenai zakat fitrah dalam bentuk uang. Dalam buku yang diterbitkan Suara Muhammadiyah tahun 2023 ini disebutkan, Muhammadiyah sudah lama memfatwakan bolehnya pembayaran zakat fitrah dengan beras maupun uang.

Muhammadiyah berpendapat bahwa pembayaran zakat fitrah dengan uang diperbolehkan dengan alasan kemudahan dan kemaslahatan, dengan tetap menyalurkannya kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat fitrah. Beberapa ulama yang memiliki pendapat serupa adalah Hisamuddin ‘Afanah, Syaikh Ali Jum’ah, Syaikh Yusuf al-Qardhawi, dan A. Qadir Hassan.

Syaikh Hasan Abdul Bashir berpendapat bahwa tujuan utama zakat fitrah adalah memudahkan orang kaya dan memberikan manfaat lebih bagi orang fakir. Pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat, makanan pokok berupa biji-bijian adalah yang paling mudah didapatkan dan memiliki nilai tukar yang kuat karena minimnya peredaran uang. Namun, pada era Daulah Umawiyah di bawah kepemimpinan Abdul Malik bin Marwan, mata uang mulai beredar secara resmi.

Almarhum KH Mufti Muhammadidi, Ketua Takmir Masjid Baiturrahmah PCM Kramat Jati, dalam sebuah diskusi pernah menyinggung soal zakat fitrah dengan uang. Menurutnya, bahkan orang Indonesia yang paling dhuafa sekalipun biasa makan nasi dengan lauk.

“Apalagi saat hari raya, ada yang membuat lontong atau ketupat, minimal dengan sayur sebagai pelengkap. Jika mustahik hanya menerima beras tanpa uang, dari mana mereka mendapatkan biaya untuk memasak sayur atau lauknya? Di perkotaan, memasak beras menjadi nasi pun memerlukan biaya operasional, seperti membeli gas. Zakat fitrah dengan uang jauh lebih bermanfaat,” ujarnya.

Di Arab Saudi, menurut beliau, memang ada penjual beras yang menyediakan zakat fitrah dalam bentuk paket. Muzakki membeli paket tersebut untuk dibagikan kepada mustahik. Namun, setelah menerima paket zakat fitrah, banyak mustahik yang kembali menjual beras tersebut di toko yang sama untuk mendapatkan uang.

spot_img

KHOTBAH IDULFITRI: Meraih Kemenangan dengan Berbakti kepada Orang Tua

KhOtbah Pertama اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Marilah kita senantiasa...

More Articles Like This