Oleh: Sugiyati, S.Pd. | Guru SMA Negeri I Ambarawa Kabupaten Semarang
Hari-hari berlalu, dan Nina mulai merasa bahwa beban berat di pundaknya perlahan berkurang. Penjualan tanah warisan membantu mereka membayar sebagian besar hutang, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan, Nina bisa tersenyum lebih sering.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Suatu pagi, Nina menerima surat peringatan dari pengacara Wina. Surat itu berisi ancaman bahwa jika pembayaran berikutnya terlambat, Wina akan membawa kasus ini ke pengadilan.
“Arman, apa maksudnya ini?” tanya Nina dengan suara panik, menunjukkan surat tersebut kepada suaminya.
Arman menghela napas panjang. “Aku pikir dia sudah setuju dengan kesepakatan kita. Tapi sepertinya dia ingin memastikan kita tidak lengah.”
“Ini lebih dari sekadar memastikan, Arman. Dia masih mencoba mengendalikan kita,” ujar Nina dengan nada frustrasi.
Sementara itu, Hana dan Raka mulai curiga bahwa ada lebih banyak cerita di balik hubungan Arman dan Wina. Mereka mencoba mencari tahu sendiri dengan membaca dokumen-dokumen yang ditemukan di kamar kerja Arman.
“Raka, kamu lihat ini,” kata Hana sambil menunjukkan sebuah email lama yang tersimpan di folder dokumen digital Arman. Email itu menunjukkan percakapan pribadi antara Arman dan Wina, yang membahas lebih dari sekadar proyek kerja.
“Apa ini berarti Papa pernah…?” Hana tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya.
Raka mencoba tetap tenang. “Kita tidak bisa menyimpulkan apa-apa dari ini. Kita harus tanya langsung ke Papa.”
Namun, sebelum mereka sempat melakukannya, Nina masuk ke kamar Raka dengan wajah cemas. “Apa yang kalian lakukan?” tanyanya sambil melihat laptop terbuka di meja.
Hana mencoba menjelaskan, “Kami hanya ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi, Ma. Kami tidak mau ada lagi rahasia di keluarga ini.”
Nina menarik napas panjang. “Baik, aku akan bicara dengan kalian. Tapi kalian harus tahu, tidak semua hal punya jawaban yang jelas.”
Malam itu, keluarga mereka berkumpul di ruang tamu. Arman, dengan wajah penuh penyesalan, akhirnya mengakui bahwa hubungannya dengan Wina memang lebih rumit dari yang ia sampaikan sebelumnya.
“Aku tidak pernah berselingkuh secara fisik,” tegas Arman. “Tapi aku tidak bisa memungkiri bahwa ada keterlibatan emosional. Itu adalah masa ketika aku merasa tidak dihargai di kantor, dan Wina selalu ada untuk mendukungku.”
Nina merasa hatinya hancur mendengar pengakuan itu, tetapi ia berusaha tetap tenang di depan anak-anaknya. “Jadi, apa yang terjadi setelah itu?” tanyanya.
“Tidak ada yang lebih dari itu,” jawab Arman. “Aku memutuskan untuk menjaga jarak, dan fokus pada keluarga kita. Tapi Wina terus terlibat karena proyek yang gagal itu.”
Hana dan Raka saling pandang, mencoba memahami situasi rumit ini.
Di tengah semua ini, Wina tidak tinggal diam. Ia mulai menyebarkan gosip tentang Arman di media sosial, mengisyaratkan bahwa ia memiliki bukti hubungan mereka di masa lalu. Gosip itu menyebar dengan cepat, memengaruhi reputasi Arman di tempat kerjanya.
“Ini sudah kelewatan,” ujar Lia ketika Nina menceritakan situasi tersebut. “Kita harus menghadapi Wina secara langsung.”
Lia mengusulkan agar mereka menyewa pengacara untuk melindungi Arman dan keluarga dari ancaman hukum maupun pencemaran nama baik. Meskipun itu berarti pengeluaran tambahan, Nina setuju.
“Kita harus melindungi keluarga ini, apa pun yang terjadi,” ujar Nina dengan tekad.
Pengacara keluarga mereka, seorang wanita tegas bernama Kartika, segera mengambil alih situasi. “Kita punya cukup bukti bahwa Wina telah melanggar kesepakatan dengan tindakan ini. Jika dia terus menyebarkan informasi palsu, kita bisa menuntutnya balik,” jelas Kartika.
Namun, Wina tidak mundur begitu saja. Ia mencoba menghubungi Arman secara pribadi, memohon agar mereka menyelesaikan semuanya tanpa melibatkan pengacara.
“Aku hanya ingin yang terbaik untuk kita,” kata Wina dalam percakapan telepon.
“Tidak ada ‘kita,’ Wina. Hanya ada keluargaku. Dan aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan itu,” jawab Arman tegas.
Di sisi lain, hubungan antara Nina dan anak-anaknya mulai membaik. Hana, yang sebelumnya merasa diabaikan, kini sering membantu Nina di rumah. Raka, meskipun masih sibuk dengan pekerjaannya, lebih sering pulang untuk makan malam bersama keluarga.
“Ma, kita akan melalui ini bersama. Kita tidak perlu takut pada Wina,” kata Raka suatu malam.
Kata-kata itu memberikan kekuatan baru bagi Nina. Ia tahu perjalanannya masih panjang, tetapi dukungan dari anak-anaknya membuatnya merasa tidak lagi sendirian.
Akhir Seri 8:
Di tengah badai yang belum mereda, Nina dan keluarganya menemukan secercah cahaya dalam bentuk kebersamaan dan keteguhan hati. Namun, Wina yang semakin agresif menjadi ancaman yang tidak bisa dianggap remeh. Akankah keluarga ini mampu melindungi diri mereka dari serangan terakhir Wina?