BANDUNG, JAKARTAMU.COM | Kajian Gerakan Subuh Mengaji yang disampaikan oleh Wakil Sekretaris Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Cecep Taufiqurraohman, pada Kamis (5/12), membahas makna ikhlas sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran.
Kajian ini mengurai lima dimensi utama makna ikhlas, yang tidak hanya menggambarkan konsep teologis, tetapi juga memberikan panduan praktis dalam kehidupan sehari-hari seorang Muslim.
Makna pertama dari ikhlas adalah al-ishthifaa’, atau pilihan. Cecep mengutip QS. Shad ayat 46 yang menjelaskan bagaimana Allah memilih hamba-hamba-Nya yang ikhlas untuk menerima amanah besar. Pilihan ini bukanlah kebetulan, melainkan karena keutamaan dan kesucian hati para hamba tersebut. Mereka dipilih bukan hanya untuk menjalankan perintah Allah, tetapi juga untuk menjadi teladan bagi umat manusia.
Makna kedua adalah al-khuluus min as-syawaa’ib, yakni suci dari segala macam kotoran. Hal ini merujuk pada QS. An-Nahl ayat 66, di mana Allah menggambarkan susu murni sebagai analogi kesucian hati orang-orang ikhlas. Ikhlas berarti membebaskan hati dari niat yang tercampur kepentingan duniawi, seperti pamrih terhadap makhluk atau keinginan untuk dipuji.
Ketiga, ikhlas bermakna al-ikhtishaash atau kekhususan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 94. Ayat ini menekankan bahwa hanya hamba-hamba tertentu yang benar-benar dapat mengkhususkan seluruh amal mereka untuk Allah. Kekhususan ini tercermin dalam ketulusan mereka menjalankan ibadah dan kebaikan tanpa berharap balasan dari manusia.
Keempat adalah makna at-tauhid atau mengesakan Allah. QS. Al-A’raf ayat 29 menjadi dasar penting bagi dimensi ini, mengajarkan bahwa ikhlas adalah inti dari tauhid, di mana seseorang hanya mengarahkan ibadahnya kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya. Dalam konteks ini, ikhlas adalah fondasi bagi seluruh amal ibadah, memastikan bahwa semua dilakukan semata-mata untuk mencari ridha-Nya.
Terakhir, ikhlas juga bermakna at-tathhir atau pensucian, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Hijr ayat 40. Ayat ini menegaskan bahwa hanya orang-orang yang telah disucikan oleh Allah dari segala noda dan dosa yang mampu mencapai tingkat keikhlasan sejati. Kesucian ini bukan hanya dalam tindakan, tetapi juga dalam niat yang benar-benar murni. (sumber)