MATAHARI senja menggantung di langit barat, memantulkan warna jingga kemerahan di atas sawah-sawah luas Karawang. Loekas Kustaryo berdiri di tepi sungai kecil, memandang jauh ke arah desa-desa yang kini hanya menyisakan puing dan luka.
Berita tentang pembantaian Rawagede telah sampai...
FAJAR masih malu-malu menyingsing ketika Loekas dan pasukan kecilnya bersiap di tepian rawa Tambun. Dinginnya udara bercampur dengan aroma tanah basah yang menyelimuti ladang-ladang kosong di sekitar mereka.
Kyai Haji Noer Alie berdiri tegap di tengah lingkaran pejuang. Wajahnya tenang,...
BRAK! BRAK! BRAK!
Suara gebrakan keras menggema di pintu depan rumah Pak Karim. Di luar, derap sepatu pasukan Belanda terdengar jelas, disertai perintah dalam bahasa yang kasar.
"Dalam nama Ratu Belanda, buka pintu atau kami dobrak!"
Pak Karim menatap Loekas dan kelompoknya...
LANGIT Batavia masih diselimuti asap sisa kebakaran dari sabotase di Stasiun Jatinegara. Kabar tentang kehancuran jalur logistik Belanda menyebar cepat, membuat suasana kota semakin mencekam. Patroli bersenjata memenuhi jalan-jalan utama, menelusuri gang-gang sempit, bahkan memeriksa rumah-rumah penduduk secara brutal.
"Loekas...
HUJAN masih turun rintik-rintik ketika Loekas Kustaryo dan pasukannya bergerak cepat meninggalkan rumah persembunyian mereka di Jatinegara. Langkah mereka harus secepat kilat, sebab pasukan Belanda sudah bergerak dari arah timur. Cahaya lampu kendaraan patroli mulai terlihat di kejauhan, menyapu...
JATINEGARA, awal Januari 1948. Hujan rintik membasahi jalan-jalan yang sepi, hanya sesekali terlihat beberapa pedagang kaki lima yang masih bertahan di emperan toko. Di sebuah rumah tua yang letaknya tersembunyi di antara bangunan-bangunan tua peninggalan kolonial, Loekas Kustaryo duduk...
DINI hari di Cililitan terasa mencekam. Di sebuah rumah panggung sederhana yang digunakan sebagai markas sementara, Loekas dan pasukannya berkumpul, membahas langkah selanjutnya setelah berhasil mengacaukan pasukan Belanda di hutan Citarum.
"Kita sudah memberi mereka tamparan keras," ujar Burhan, sembari...
DEDAUNAN lebat bergetar dihempas angin malam, menyembunyikan langkah-langkah cepat Loekas dan pasukannya yang bergerak menembus hutan di sepanjang tepian Sungai Citarum. Nafas mereka memburu, keringat bercucuran di dahi meski udara malam begitu dingin. Di belakang mereka, suara tembakan sporadis...
LANGIT Rengasdengklok masih pekat ketika Loekas Kustaryo merapatkan diri ke tanah, mengamati pergerakan pasukan Belanda di seberang ladang. Mereka menyalakan obor, menyisir setiap sudut, mencari siapa pun yang berani melawan. Beberapa tentara pribumi yang ditugaskan sebagai mata-mata tampak berbaur...
AIR sungai Citarum terasa membekukan tubuh Loekas Kustaryo. Ia menahan napas, membiarkan arus membawa tubuhnya menjauh dari kepungan Belanda. Suara tembakan masih terdengar di atas, peluru-peluru menghunjam air, menciptakan riak-riak yang mengerikan.
Di sekelilingnya, beberapa anak buahnya juga melakukan hal...